Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Varian baru virus penyebab Covid-19, Omicron, mulai menular di Indonesia.
Kebijakan pemerintah masih tambal sulam untuk mengantisipasinya.
Omicron cepat menular dan berpotensi mendongkrak tingkat positif Covid-19.
MASUKNYA varian baru Covid-19, Omicron, ke Indonesia tidak semata menimbulkan kecemasan akan dampak buruk penularan, tapi juga kekhawatiran pemerintah kembali tak siap mengantisipasi situasi terburuk. Sejak dulu kebijakan penanganan pandemi tidak patut dan lebih banyak menggunakan resep tambal sulam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga 1 Januari 2022, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sudah tercatat 136 orang terkena Omicron. Dari mereka yang terjangkit, 65 orang baru kembali dari luar negeri. Selanjutnya, dua kasus merupakan terjangkitnya petugas Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, ada kemungkinan tertular pasien Omicron yang menjalani karantina. Satu kasus lain merupakan transmisi lokal—tak melakukan perjalanan dari luar negeri dalam beberapa bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati sejumlah studi menyebutkan varian B.1.1.529 ini tidak seberbahaya Delta, tingkat penularannya jauh lebih cepat daripada varian sebelumnya. Indikasinya dua pegawai Rumah Sakit Wisma Atlet, yang hampir pasti memiliki prosedur pengawasan superketat, bisa dengan mudah terkena. Potensi penularan di lingkungan rumah sakit pun tinggi.
Kasus transmisi lokal pertama juga perlu dengan segera diantisipasi pemerintah. Sebab, kondisi ini menjadi petunjuk bahwa varian Omicron sudah menyebar di masyarakat. Apalagi lelaki 37 tahun itu sempat mengunjungi sebuah pusat belanja di Jakarta Selatan setelah terkena Omicron.
Usaha menahan laju penularan varian Omicron, juga varian Delta yang masih mengancam, menjadi sangat penting. Pengetatan pemeriksaan tes reaksi berantai polimerase (PCR), termasuk genome sequencing, menjadi keharusan di pintu kedatangan luar negeri. Begitu pula keharusan menjalani kewajiban karantina sesuai dengan aturan dan baru bisa keluar jika sudah dinyatakan negatif.
Pengetatan di pintu masuk Indonesia ini juga bukan persoalan mudah. Sebab, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat sebanyak 10.853 warga bepergian ke luar negeri pada 23-27 Desember 2021. Mereka berpelesiran di tengah imbauan pemerintah agar masyarakat tidak bepergian ke luar negeri karena varian Omicron.
Pemerintah harus belajar dari amburadulnya program antisipasi saat varian Delta masuk ke Tanah Air pada Mei 2021. Mereka yang baru pulang melancong dari India, negara tempat varian Delta pertama kali ditemukan, secara leluasa masuk ke Indonesia.
Ketika itu, dari sembilan penerbangan dari India, disinyalir hanya satu pesawat yang semua penumpangnya melalui pemeriksaan ketat dan keharusan menjalani karantina. Dampaknya, pada Juni hingga Juli, angka kasus positif masyarakat yang terinfeksi varian Delta membubung tinggi dan nyaris membuat kolaps fasilitas kesehatan kita.
Kebijakan pandemi yang semrawut kemudian menimbulkan anomali di kalangan para ahli. Misalnya ketika negara-negara tetangga dengan tingkat vaksinasi nasional dan pengetatan protokol kesehatan jauh lebih tinggi mencatatkan kasus positif lebih tinggi daripada Indonesia. Wajar kemudian muncul kecurigaan, mayoritas penduduk kita sudah terkena virus Covid-19 meski tidak terdeteksi. Artinya, diam-diam telah tercipta kekebalan alamiah di masyarakat.
Dari sistem pengelolaan negara, kejadian itu merupakan preseden buruk. Kebijakan penanganan pandemi Indonesia mesti terukur serta melalui kegiatan pengawasan dan evaluasi. Tidak pantas negara membiarkan masyarakat menjadi kelinci percobaan melewati musim pagebluk ini dengan kebijakan yang tidak akurat.
Sambil terus mempercepat program vaksinasi Covid-19 dan penyiapan fasilitas kesehatan pendukung, pembuatan kebijakan yang komprehensif menjadi kebutuhan mendesak dalam menangkis penyebaran varian Omicron. Pemerintah memang tidak perlu gegabah, misalnya, dengan memutuskan menutup diri dari penerbangan dari luar negeri. Sebab, di sejumlah negara, kebijakan terburu-buru itu terbukti tidak efektif meredam penularan Covid-19.
Pembuatan kebijakan penangkal varian Omicron juga tidak boleh sampai mengulang kekacauan sebelumnya. Apalagi dengan membuka ruang pengusaha mencari untung besar. Penanggulangan pandemi ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, termasuk keharusan menutup celah buat pemburu rente menunggangi aturan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo