Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rancangan peraturan pemerintah tentang keamanan laut tak kunjung disahkan.
Aturan ini akan menjadi payung bagaimana patroli laut kita lebih rapi.
Polisi, Bea-Cukai, dan TNI Angkatan Laut khawatir kewenangan mereka rontok.
PEMERINTAH tak perlu ragu menerbitkan peraturan tentang penegakan hukum dan keamanan laut. Selain untuk mengkoordinasi berbagai lembaga dalam menjaga perairan Indonesia, aturan ini dibutuhkan untuk memberantas praktik pungutan liar di laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada enam lembaga, termasuk Badan Keamanan Laut (Bakamla), yang memiliki kewenangan berpatroli di laut. Sejauh ini patroli berjalan sendiri-sendiri dan tak terkoordinasi. Penempatan armada tak optimal karena kapal patroli yang dimiliki lembaga-lembaga tersebut cenderung beroperasi di daerah terbatas. Tak terkoordinasi dengan alat pendukung patroli seperti radar yang terbatas, tak semua titik perbatasan laut terawasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena tiadanya koordinasi pula pemeriksaan di laut bisa berkali-kali dilakukan oleh kapal patroli yang berbeda-beda. Selain tak efektif, hal ini membuka peluang terjadinya pungutan liar oleh petugas dari institusi yang bermacam-macam. Pengusaha pelayaran niaga yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners’ Association menyebutkan pungutan liar pada 2012 mencapai Rp 5,5 triliun.
Sembilan tahun kemudian, penelitian Yetty Komalasari Dewi dan Dini Purnama Sari masih menemukan hal serupa—meski nilai totalnya dalam setahun tak diketahui. Sebanyak 65 persen pengusaha kapal yang menjadi responden mengaku memberikan duit pungli. Separuh dari 77 persen responden menyatakan diperiksa petugas di laut berkali-kali, yang membuat waktu pelayaran menjadi lebih lama dan ongkos yang membengkak.
Buruknya sistem dan korupnya para petugas menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Pada akhirnya orang banyaklah yang dirugikan. Seluruh pungutan liar dan tambahan ongkos pelayaran akan dibebankan kepada konsumen.
Sejak Undang-Undang Kelautan terbit pada 2014, peraturan pelaksananya tak kunjung dikeluarkan. Akibatnya, Badan Keamanan Laut yang dibentuk berdasarkan undang-undang menjadi tak bergigi. Fungsinya sebagai koordinator penjaga keamanan dan penegakan hukum di laut tak pernah optimal. Menginginkan Bakamla menjadi coast guard seperti di Amerika Serikat atau di Jepang dengan kondisi seperti sekarang adalah mimpi di siang bolong.
Karena itu, pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia perlu disegerakan. Patut disayangkan pembahasan menjadi tersendat-sendat karena adanya tarik-ulur isi rancangan peraturan pemerintah dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Kepolisian Perairan dan Udara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Mereka khawatir kewenangan mereka diambil alih Bakamla.
Kekhawatiran tersebut jelas berlebihan. Rancangan peraturan keamanan laut yang disiapkan tak menghapus, melainkan sekadar mengatur kewenangan lembaga-lembaga lain. Tanpa aturan yang tegas, tumpang-tindih kewenangan selalu terjadi dan korupsi merajalela.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo