Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Unggahan Anda di media sosial bisa tiba-tiba hilang jika dianggap “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum”.
Tak hanya mengikat media sosial, peraturan tersebut juga berlaku bagi aplikasi pesan dan panggilan, surat elektronik, mesin pencari, dompet digital, perdagangan secara elektronik atau e-commerce, game daring, blog publik, hingga—menurut Lembaga Bantuan Hu
Akses terhadap akun pengguna demi kepentingan “pengawasan”, yang definisinya tak jelas, bisa berarti memata-matai pengguna dengan leluasa.
INI yang bisa terjadi setelah platform digital terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat di Kementerian Komunikasi dan Informatika: unggahan Anda di media sosial tiba-tiba hilang jika dianggap “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum”. Tak selesai di situ, informasi pribadi di akun Anda akan diakses oleh pemerintah atas nama “pengawasan” dan “penegakan hukum”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua itu terjadi karena terbitnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang PSE Lingkup Privat yang memuat pasal karet tentang konten dan memaksa berbagai platform digital memberikan akses terhadap akun pengguna. Dengan adanya peraturan tersebut, platform media sosial harus menghapus konten yang “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum” serta membuka akses terhadap akun yang menayangkannya. Jika tidak, Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa menjatuhkan denda ataupun memblokir layanan platform tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya mengikat media sosial, peraturan tersebut juga berlaku bagi aplikasi pesan dan panggilan, surat elektronik, mesin pencari, dompet digital, perdagangan secara elektronik atau e-commerce, game daring, blog publik, hingga—menurut Lembaga Bantuan Hukum Pers—media siber. Alih-alih mengatur penyelenggara sistem elektronik, peraturan tersebut membahayakan kebebasan berpendapat dan berekspresi, menerabas privasi pengguna, serta mengancam kebebasan pers.
Tak salah jika peraturan tersebut dinilai amat sewenang-wenang. Penghapusan konten online seharusnya berdasarkan hukum, tunduk pada pengawasan eksternal dan independen, serta sesuai dengan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik atau ICCPR yang telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Adapun akses terhadap akun pengguna demi kepentingan “pengawasan”, yang definisinya tak jelas, bisa berarti memata-matai pengguna dengan leluasa. Sebagaimana penghapusan konten, akses terhadap akun pengguna haruslah bagian dari due process of law atau proses hukum yang benar dan adil, yang memerlukan pengawasan yang ketat seperti adanya izin dari pengadilan.
Peraturan ini juga bermasalah karena bertentangan dengan prinsip legalitas. Sebuah peraturan haruslah terang menjelaskan perbuatan yang diatur. Pasal karet dalam peraturan ini, yang tafsirnya bisa ditarik-ulur sesuai dengan kehendak kementerian, penegak hukum, atau pihak yang antikritik, amat mungkin digunakan untuk membungkam pendapat. Dilihat dari luasnya pengaturan dan dampaknya terhadap orang banyak, kedudukan peraturan ini juga mengandung persoalan karena berbentuk peraturan menteri.
Dengan adanya peraturan ini, wajah pemerintah yang paranoid terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi makin terlihat. Hanya, kali ini pemerintah bisa cuci tangan dalam membungkam perbedaan pendapat. Sementara sebelumnya kerap secara sepihak menurunkan konten yang dituduh melanggar, kini pemerintah meminjam tangan penyelenggara sistem elektronik. Walhasil, tuduhan mematikan kritik berbelok ke platform digital.
Artikel:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo