Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tagar #Blokirkominfo muncul untuk melawan aturan represif PSE privat.
Koalisi masyarakat sipil bergerak menyusun kontra-narasi terhadap Kementerian Kominfo.
Permintaan dialog ihwal permasalahan PSE privat tak direspons positif oleh Kementerian Kominfo.
MEMULAI cuitan di akun Twitter, Teguh Aprianto mengajak lebih dari 49 ribu pengikutnya mendengarkan percakapan audio di Twitter Space tentang permasalahan penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat pada Rabu, 20 Juli lalu. Praktisi keamanan siber dari Periksa Data itu juga mencantumkan poster bertulisan hashtag #Blokirkominfo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena Kementerian Informasi dan Informatika makin lama makin meresahkan,” ujar Teguh pada Rabu, 27 Juli lalu. Yang dipersoalkan Teguh dan pembicara lain adalah penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teguh bercerita, para pembicara membedah aturan PSE privat yang bisa merampas kebebasan berekspresi. Misalnya pemerintah dan penegak hukum bisa mengakses data pribadi pengguna sistem elektronik yang telah didaftarkan. Hingga Sabtu, 30 Juli lalu, pendengar Twitter Space itu hampir mencapai 18 ribu orang. Tagar #Blokirkominfo pun bergaung di Twitter.
Aksi itu merespons pernyataan Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan sehari sebelumnya yang meminta PSE privat segera mendaftar ke kementeriannya paling lambat Rabu, 20 Juli lalu. “Untuk pendataan, supaya kami tahu pelayanan dan kewajiban mereka, termasuk perpajakan,” katanya.
Beberapa jam seusai pernyataan Semuel, anggota Koalisi Serius pun menggelar rapat secara daring. Koalisi Serius merupakan kelompok masyarakat sipil yang mengadvokasi permasalahan yang terjadi akibat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Koalisi ini juga concern pada berbagai pasal bermasalah dalam aturan penyelenggara sistem elektronik privat.
Selain Periksa Data, organisasi yang tergabung dalam koalisi adalah Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan Lembaga Bantuan Hukum Pers. Anggota staf advokasi Elsam, Sayyidatiihayaa Afra, menuturkan, rapat itu membahas kontra-narasi terhadap pernyataan Semuel Abrijani Pangerapan.
Anggota Koalisi Serius lantas berbagi tugas. Menurut Sayyidatiihayaa, Elsam mengkaji pasal bermasalah dalam aturan PSE privat. Misalnya tentang pengawasan dan penegakan hukum pidana yang sangat multitafsir. Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan lembaganya juga melakukan riset tentang aturan yang mengancam kebebasan pers.
Ade menyatakan aturan PSE privat bisa menyasar media massa. Ia mencontohkan, media bisa dipaksa membuka identitas narasumber rahasia dan whistleblower dalam pemberitaannya. “Jika ada berita yang merugikan, pemerintah atau penegak hukum bisa memakai frasa ketertiban umum untuk memaksa media membuka identitas narasumber,” ujarnya.
Peserta rapat juga sepakat mendorong dialog dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sekretaris AJI Indonesia Ika Ningtyas mengatakan lembaganya pernah mengirimkan surat permintaan audiensi pada Kamis, 14 Juli lalu. Tujuannya, mendapat penjelasan soal dampak aturan PSE privat untuk kebebasan pers. Namun Kementerian Kominfo tak merespons.
Pada Kamis, 28 Juli lalu, kementerian yang dipimpin oleh politikus Partai NasDem, Johnny Gerard Plate, itu mengirim surat. Tapi isinya “jaka sembung” alias tidak nyambung dengan surat AJI, yaitu meminta Ketua Umum AJI Indonesia membuka acara media gathering berjudul “Literasi Digital dan Membuat Ruang Digital Kondusif”. “Itu bukan acara AJI,” kata Ika.
Rapat itu juga mempersiapkan demonstrasi yang digelar di Kementerian Kominfo pada Jumat, 22 Juli lalu. Aksi itu akhirnya berlangsung dengan berbagai macam kegiatan. Para peserta melakukan orasi. Ada yang mengirim karangan bunga tanda dukacita hingga menggembok gedung Kementerian.
Anggota staf advokasi Elsam, Sayyidatiihayaa Afra, menuturkan, aksi dan advokasi itu menimbulkan berbagai percakapan soal dampak aturan PSE privat di media sosial. “Kami akan terus mengkampanyekan dampak negatif aturan PSE privat,” ujarnya. Tak lama setelah Kementerian Komunikasi memblokir sejumlah platform digital pada Sabtu, 30 Juli lalu, tagar #BlokirKominfo pun kembali mencuat di media sosial.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo