Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Represi dari Merdeka Barat

Pemerintah mendesak penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat mendaftarkan perusahaan mereka. Mengancam kebebasan berpendapat dan ranah privat.

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pria memperhatikan poster digital terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), 25 Juni 2021. (foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Kominfo memperingatkan PSE privat untuk mendaftarkan perusahaannya.

  • Setelah PSE privat terdaftar, pemerintah dan penegak hukum berpeluang mengakses sistem dan data.

  • Penegak hukum juga meminta platform digital untuk mengatur konten.

DI hadapan perwakilan penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat pada Senin, 27 Juni lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate mewanti-wanti soal pendaftaran perusahaan digital ke sistem pemerintah. Mengingatkan batas waktu registrasi 20 Juli 2022, Plate menyatakan pemerintah dapat memblokir layanan perusahaan digital yang tak terdaftar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Partai NasDem itu setidaknya dua kali menyebutkan raksasa teknologi seperti Google, Twitter, dan Meta—perusahaan yang membawahkan Facebook, WhatsApp, dan Instagram—sebagai platform yang wajib mendaftar. Ia mempersoalkan perusahaan tersebut tak kunjung mengikuti aturan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, yang hadir dalam pertemuan itu, menyebutkan pemerintah tak mempersoalkan jika ada PSE privat yang enggan mendaftar. “Kalau tidak ada layanan itu, pasti akan dibangun oleh anak bangsa,” kata Semuel saat dimintai tanggapan di Restoran Kaum, Menteng, Jakarta, Jumat, 29 Juli lalu.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan (kiri) didampingi Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Teguh Arifiyadi memberikan keterangan pers terkait pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Labuan Bajo, NTT, 21 Juli 2022. ANTARA /Indrianto Eko Suwarso

Pada Sabtu pagi, 30 Juli lalu, Kementerian Kominfo memblokir sejumlah platform digital yang tak mendaftar. Sebagian di antaranya merupakan platform games.

Ketentuan pendaftaran perusahaan digital tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Regulasi itu berisi kewenangan pemerintah dan penegak hukum menghapus konten yang dianggap melanggar undang-undang, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Johnny Gerard Plate memerintahkan perusahaan teknologi nasional dan global berinisiatif mendaftar. Ia mengklaim pendaftaran itu untuk menjaga iklim bisnis digital yang sehat. “Jangan menunggu sampai batas waktu berakhir,” tuturnya. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyampaikan pidato pada pembukaan Pertemuan Ketiga Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi G20 di Labuan Bajo, NTT, 20 Juli 2022. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Awal Juni lalu, Kementerian Komunikasi mendorong perusahaan teknologi mencatatkan platformnya. Di sebuah pesanggrahan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengumpulkan sedikitnya sembilan penyedia layanan digital. Perwakilan pemerintah yang hadir mengingatkan ihwal maraknya konten terorisme dan pornografi di media sosial.

Tiga narasumber yang mengetahui isi persamuhan itu mengatakan petinggi korporasi digital baru diberi tahu tenggat pendaftaran pada 20 Juli 2022 dalam persamuhan di Labuan Bajo. “Kami sangat concern pada platform itu sehingga mau mengingatkan,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengenai rapat di Labuan Bajo.

Menurut Semuel, Kementerian Komunikasi juga mewanti-wanti bahwa pemerintah tak segan-segan memblokir platform digital. Ia menyebutkan pemblokiran dapat memicu kegaduhan karena pengguna layanan mereka di Indonesia sangat masif. Data Statista menunjukkan, pada 2022, gabungan pengguna Facebook dan TikTok di Indonesia mencapai lebih dari 200 juta orang.

Semuel mengklaim Kementerian Komunikasi yang berada di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, juga menawarkan pendampingan kepada penyelenggara sistem elektronik yang mengalami kesulitan saat mengakses sistem online. “Negara ini tak berdaulat jika pemerintah tak menegakkan aturan yang sudah berlaku,” ucapnya.

Dua petinggi penyelenggara sistem elektronik bercerita, pengumuman Kementerian Komunikasi di Labuan Bajo mengenai tenggat pendaftaran menyentak penyedia layanan digital. Pemilik platform selama ini berpatokan pada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020.

Satu-satunya perbaikan dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 ada pada pasal 47. Pasal itu mengatur bahwa perusahaan digital wajib mendaftar ke sistem pemerintah maksimal enam bulan sejak sistem registrasi online berlaku efektif. Namun, menurut pejabat platform digital, jadwal sistem pendaftaran beroperasi secara resmi tak pernah terang.

Kementerian Komunikasi mula-mula menetapkan tenggat registrasi pada 24 Mei 2021. Batas waktu itu diperpanjang karena pemerintah mengubah model pendaftaran menjadi sistem usaha berbasis risiko yang direncanakan berlaku mulai 2 Juni 2021. Merujuk pada Pasal 47 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021, pendaftaran platform ditutup pada 2 Desember 2021.

Jadwal baru berlakunya sistem pendaftaran online terungkap dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tanggal Efektif Pendaftaran PSE Lingkup Privat. Warkat bertarikh 14 Juni 2022 itu menyebutkan tenggat registrasi, yakni enam bulan sejak 21 Januari 2022 atau 20 Juli lalu. Layang yang ditujukan kepada para penyedia layanan digital itu juga memuat sanksi administrasi jika tak mendaftar ke situs pemerintah.

Kementerian disebut-sebut mendadak menetapkan jadwal registrasi. Menurut seorang pejabat perusahaan digital, laman pendaftaran masih mengalami perbaikan, pengembangan, dan pembaruan sejumlah fitur sejak Januari 2022.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan membantah jika Kementerian disebut ujug-ujug memutuskan tenggat bagi perusahaan digital. Ia mengatakan pemerintah sudah menggelar sosialisasi sehingga jumlah pendaftar lebih banyak ketimbang platform yang belum registrasi. “Perusahaan yang tak mendaftar akan kehilangan peluang-peluang,” kata Semuel. Situs PSE mencatat, hingga Jumat, 29 Juli lalu, ada 8.693 platform domestik dan 298 perusahaan digital asing yang sudah terdaftar.

Di sela-sela kesimpangsiuran pendaftaran, kepolisian ikut melobi para penyelenggara sistem elektronik agar cepat-cepat mendaftar. Seorang eksekutif platform digital mengatakan pernah menghadiri undangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dalam enam bulan terakhir. Perwakilan perusahaan digital diterima Komisaris Rovan Richard, salah satu perwira menengah di Direktorat Reserse Kriminal Khusus.

Salah satu materi diskusi dalam pertemuan itu adalah pengaturan konten. Narasumber yang pernah datang ke Polda bercerita, Rovan menjelaskan bahwa polisi berniat mengantisipasi kabar kibul menjelang pertemuan G20 di Bali dan Pemilihan Umum 2024. Menurut narasumber ini, polisi menilai banjir hoaks dapat memicu kerusuhan saat agenda-agenda itu berlangsung.

Saat dihubungi Tempo pada Rabu, 27 Juli lalu, Rovan menjelaskan bahwa polisi ingin menyamakan persepsi mengenai berita bohong di media sosial bersama perwakilan platform digital. Polisi sering menemukan konten yang melanggar undang-undang, tapi perusahaan digital menilai pesan itu tergolong ekspresi kebebasan berpendapat.

“Hukum yang berlaku di negara kita kadang tak selaras dengan aturan internal perusahaan tersebut,” ucap Rovan saat dihubungi pada Rabu, 27 Juli lalu. 

Peraturan Menteri Komunikasi tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat memiliki kaitan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Kementerian Komunikasi. Draf aturan itu akan menjadi payung hukum pemberlakuan sanksi administratif terhadap penyelenggara sistem elektronik. Adapun Peraturan Menteri Kominfo menjadi dasar penentuan jenis pelanggaran.

Dua narasumber yang berkecimpung di bisnis layanan digital mengatakan salah satu perhatian perusahaan digital dalam Peraturan Menteri Komunikasi tersebut adalah soal denda. Nilai denda ditentukan dari jenis perusahaan, jumlah pengguna, dan jumlah konten bermasalah. Nominal denda akan berlipat jika perusahaan tak segera menghapus konten yang dianggap melanggar aturan.

Sejumlah perusahaan raksasa digital seperti Google, Twitter, dan Meta akhirnya mendaftar di pengujung tenggat. Perwakilan ketiga korporasi itu membenarkan kabar bahwa perusahaan mereka sudah berstatus terdaftar. “Kami telah mengambil tindakan yang sesuai dalam memenuhi persyaratan Kementerian Komunikasi dan komitmen kami terhadap Indonesia untuk mendukung percakapan yang sehat dan open Internet tak akan berubah,” kata perwakilan Twitter.

Warga menggunakan aplikasi media sosial WhatsApp Web di Jakarta, 18 Juli 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja/hp.

Para penyedia layanan digital khawatir terhadap pengaturan konten dan privasi data pengguna dalam Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 5 Tahun 2020. Bab keempat dan kelima aturan itu memuat kewenangan pemerintah untuk menurunkan konten serta kewajiban perusahaan memberikan akses data kepada aparat buat kepentingan pengawasan dan penegakan hukum.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Bima Laga mengatakan ada aturan main yang belum jelas mengenai penghapusan konten sensitif. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) beranggotakan puluhan platform digital yang beroperasi di Indonesia, di antaranya Google, Grab, dan Gojek.

Menurut Bima, Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 5 Tahun 2020 sudah memuat kewajiban dan tenggat platform ketika ada pelanggaran konten. Tapi tak ada penjelasan mengenai prosedur standar dan jumlah maksimal permintaan konten yang bisa diturunkan. Definisi mengenai konten-konten ilegal pun belum dijelaskan.

Bima, kini menjabat Vice President Corporate Affairs Bhinneka.com, mencontohkan keberadaan pasal 21 yang mengatur kewajiban perusahaan digital untuk memberikan akses sistem elektronik kepada pemerintah dan penegak hukum. Ia menyebutkan akses terhadap sistem tidaklah lazim. Sebab, akses terhadap sistem akan menimbulkan risiko keamanan. “Apalagi belum ada standar operasi dan kebutuhan minimum yang jelas saat membuka sistem,” tuturnya.

Ia mengungkapkan Asosiasi telah meminta Kementerian Komunikasi transparan dan akuntabel dalam menjatuhkan sanksi kepada platform yang melanggar. Ia mengusulkan pemerintah menerapkan skema teguran berjenjang dan mekanisme sanggah untuk mengatur konten bermasalah.

Kelompok masyarakat sipil pun ikut mempersoalkan pendaftaran PSE privat ke sistem pemerintah. Direktur Southeast Asia Freedom of Expression (SafeNet) Damar Juniarto mengungkapkan kebijakan itu makin membahayakan privasi warga negara. “Setelah platform mendaftar, privasi pengguna makin rentan karena pemerintah dan aparat dapat mengakses sistem dan data elektronik,” ujar Damar.

Ia juga menilai ada sejumlah pasal karet yang bisa mengebiri kebebasan berekspresi. Misalnya konten masuk kategori terlarang jika meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. Pasal itu dinilai dapat menimbulkan multi-interpretasi oleh penegak hukum. Damar menduga, melalui aturan itu, pemerintah berniat menyensor konten yang memicu kegaduhan.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Alia Yofira, mengatakan mekanisme perlindungan data pengguna dalam Peraturan Menkominfo sangat longgar. Misalnya penegak hukum tak perlu memperoleh surat penetapan dari pengadilan untuk mengakses data elektronik terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari dua tahun. “Aparat punya kewenangan sangat luas,” katanya.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi Semuel Abrijani Pangerapan membantah jika pemerintah disebut membatasi kebebasan berekspresi dan membahayakan privasi melalui pendaftaran penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat. Ia mengklaim pemerintah akan menerapkan prosedur yang ketat saat menurunkan konten-konten ilegal. “Kalau ada pelanggaran, baru kami takedown,” ujar Semuel.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, RIANI SANUSI PUTRI, ABDUL MANAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus