Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pekan Olahraga Nasional (PON) tak benar-benar berlangsung sepekan.
Banyak PON bahkan berlangsung selama berpekan-pekan.
Perlu ganti nama menjadi Nusantara Games?
PEKAN Olahraga Nasional (PON) XX berakhir pada 15 Oktober 2021. Papua membungkam keraguan sejumlah pihak dengan sukses besar menjadi tuan rumah. Kesuksesan lain diperoleh Jawa Barat. Kontingen provinsi itu berhasil mempertahankan predikat juara umum di PON XX Papua. Prestasi yang sama diraih Jawa Barat dalam PON XIX. Ketika itu, Jawa Barat meraih kesuksesan ganda: sukses sebagai tuan rumah sekaligus sukses sebagai juara umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah PON cukup panjang dan berliku. PON pertama dilaksanakan pada 1948 di Karesidenan Surakarta, tepat tiga tahun setelah Indonesia merdeka. Selanjutnya, secara berturut-turut hingga PON XX di Papua, PON selalu digelar empat tahun sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prestasi demi prestasi dicetak oleh para atlet yang bertanding. Bahkan beberapa atlet yang berkompetisi di PON juga berhasil mengharumkan nama Indonesia di perhelatan olahraga internasional, seperti Asian Games, SEA Games, dan Olimpiade.
Sayang seribu kali sayang. Menterengnya prestasi olahraga di PON tidak dibarengi prestasi di bidang bahasa. Jangankan prestasi, kesadaran merawat bahasa juga tidak tampak sama sekali.
Seyogianya PON digelar selama sepekan, sesuai dengan namanya, yakni Pekan Olahraga Nasional. Namun, nyatanya, PON tidak lagi digelar selama sepekan, melainkan berpekan-pekan.
Contoh paling baru adalah PON XX di Papua. Resminya PON Papua digelar dua pekan, yakni sejak dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Oktober 2021 hingga ditutup oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 15 Oktober 2021. Jadwal resminya seperti itu. Namun, dalam praktiknya, pertandingan cabang olahraga PON XX dimulai pada 22 September 2021, yakni sofbol di Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Jika dihitung jumlah hari sejak cabang olahraga pertama dipertandingkan, PON XX sejatinya berlangsung 24 hari. Bukan tujuh hari, melainkan tiga pekan.
PON XX bukan satu-satunya yang menyeleweng, tidak konsisten dengan namanya. Selain PON I di Solo (9-12 September 1948); PON III di Medan, Sumatera Utara (20-27 September 1953); dan PON V Bandung, Jawa Barat (23 September-1 Oktober 1961); semua PON diselenggarakan lebih dari sepekan. Rata-rata molor sampai dua pekan. Kecuali PON II dan PON VI. Keduanya diselenggarakan di DKI Jakarta. PON II dilaksanakan selama 37 hari atau sebulan lebih (21 September-28 Oktober 1951). Sedangkan PON VI digelar selama 34 hari (8 Oktober-10 November 1965).
Itu sama saja dengan mengingkari namanya sendiri. Arti “pekan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sangat jelas: minggu (7 hari). KBBI menguatkan definisi “pekan” dengan contoh dalam bentuk gabungan kata. Misalnya “pekan budaya” (pameran kegiatan kebudayaan selama sepekan), “pekan seni” (pameran kegiatan kesenian selama sepekan), dan “pekan suci” (rangkaian perayaan seminggu sebelum hari Paskah, dimulai dengan Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, hingga Sabtu Suci).
Memang, seiring dengan makin banyaknya cabang olahraga yang dipertandingkan, waktu sepekan tidak lagi cukup untuk menggelar PON. Sekalipun pertandingannya dilaksanakan selama 24 jam nonstop!
Fakta tersebut menunjukkan bahwa nama PON sudah tidak memadai sebagai label ajang adu prestasi olahraga terbesar di Tanah Air. Sudah saatnya mengganti PON dengan nama lain yang tidak mengandung kata atau frasa dengan batasan waktu. Misalnya SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade.
Bisa saja menggantinya dengan nama Nusantara Games, Indonesia Games, dan Nasional Games. Tinggal pilih. Atau dilombakan secara terbuka agar mendapat pilihan nama yang lebih banyak dan lebih baik. Yang terpenting, nama baru pengganti PON bisa diterima olah khalayak. Bukan hanya oleh kalangan insan olahraga, tapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia.
Harus diakui bahwa selama ini PON menjadi ajang unjuk prestasi bagi para atlet dari semua provinsi di Indonesia. Dari PON ke PON berikutnya, prestasi demi prestasi berupa pemecahan rekor selalu diciptakan oleh para atlet yang berlaga.
Namun, sebagai bangsa besar, kita juga dituntut untuk mengejar prestasi di bidang bahasa. Sebab, prestasi olahraga dan bahasa sama-sama melahirkan kebanggaan. Maka, untuk menyempurnakan kebanggaan atas prestasi demi prestasi yang tercipta di PON, sudah waktunya nama PON disesuaikan dengan kondisi kekinian.
Bagi mereka yang berkeberatan mengganti “PON” dengan alasan nilai kesejarahan olahraga Indonesia, bisa diambil jalan tengah. Misalnya dengan menambah lamanya waktu penyelenggaraan. Alternatif nama barunya bisa 2-PON atau 3-PON, asalkan jangan 4-PON. Sebab, empat pekan itu sama dengan sebulan, sehingga namanya berubah menjadi BON (Bulan Olahraga Nasional).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo