Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tulisan ini meminjam filosofi kisah heroik Avengers- dalam Endgame. Salah satunya soal kemungkinan manusia masuk ke lorong waktu. Berbeda dengan film fiksi ilmiah Interstellar, Endgame menyuguhkan dialog antara Captain America, Ant-Man, Rhodey, Black Widow, Hulk, dan Iron Man yang menyatakan bahwa manusia bisa kembali ke masa lalu.
Filosofi ini mendasarkan seluruh proyeksi ilmiah manusia untuk melihat masa depan berdasarkan data masa lalu. Manusia memang ditakdirkan tidak bisa memastikan masa depan, tapi bukan berarti tidak boleh merencanakannya. Dengan metode ilmiah, kita bisa merencanakan harapan dengan berbagai skenario sebagai penuntun arah. B. Franklin dan Sir W. Churchill mengingatkan bahwa “jika kita gagal merencanakan, kita sedang merencanakan kegagalan”.
Lalu apa yang harus direncanakan Indonesia? Salah satunya ekonomi. Indonesia sebaiknya menghindar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada periode 2030-an. Mengapa? Sebab, pada periode ini Indonesia diperkirakan mulai merasakan peningkatan jumlah penduduk usia tua karena naiknya kualitas kesehatan dan usia harapan hidup. Indonesia perlu menghindar dari “telanjur tua sebelum telanjur kaya” seperti Captain America yang menikmati hari tua setelah semua skenario misinya terlaksana.
Ilmu ekonomi menyediakan perhitungan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator untuk setiap skenario yang dipersiapkan guna menghindari jebakan kategori negara berpendapatan menengah. Dalam lima tahun terakhir, secara rata-rata ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 5,13 persen. Angka ini lebih tinggi daripada rata-rata minimum pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengurangi angka pengangguran yang sekitar 5,05 persen. Itulah sebabnya, kecuali pada 2015, angka pengangguran terbuka Indonesia terus menurun.
Kombinasi model Ball-Mankiw, Tingkat Pengangguran Alami- (NAIRU), dan Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang (LRAS) mengkonfirmasi kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Contoh: pada periode 2017-2018, laju inflasi aktual yang sebesar 3,1 persen lebih tinggi daripada laju inflasi harapan 2,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa optimisme terhadap ekonomi nasional lebih besar dari yang diperkirakan sehingga pertumbuhan ekonomi aktual yang mencapai 5,17 persen lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi alami Indonesia yang sebesar 4,4 persen. Akibatnya, tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,4 persen, lebih rendah daripada tingkat pengangguran alami yang sebesar 5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi nasional cukup berkualitas karena naik di atas tingkat pertumbuhan alami dan menyerap lapangan kerja.
Bila dilihat dari selisih angka aktual dan target, ekonomi Indonesia masih bergerak dalam kelembaman waktu, mirip Ant-Man yang terjebak dalam ruang waktu. Keluarnya Ant-Man dari kelembaman waktu untuk kembali ke masa kini cocok sebagai ilustrasi bahwa Indonesia harus mampu keluar dari kelembaman waktu atas pertumbuhan ekonominya. Saya memprediksi rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa meningkat dari 5,13 persen menjadi 5,28 persen atau 5,38 persen. Namun, untuk menghindari jebakan negara berpendapatan menengah pada periode 2030-an, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam sepuluh tahun ke depan sebaiknya berada pada kisaran 6 persen. Bagaimana caranya?
Hasil penggabungan model Solow, Cobb-Douglas dan Harrod-Domar menunjukkan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih besar dari potensinya, kapasitas sisi suplai produk domestik bruto harus ditingkatkan. Seperti halnya para Avengers yang bersatu, para pengambil kebijakan Indonesia harus berpadu untuk berfokus pada setidaknya tiga faktor kunci pertumbuhan ekonomi: efisiensi, investasi, dan perdagangan.
Efisiensi ekonomi diukur antara lain dengan melihat kemampuan modal menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Saat ini dibutuhkan modal di atas 5,8 unit uang untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 unit uang. Indonesia harus meningkatkan efisiensi dengan melakukan reformasi dan merancang kebijakan yang bersahabat bagi dunia usaha sehingga nilai efisiensi membaik di bawah 5.
Salah satu indikator yang harus diperhatikan adalah hambatan ekonomi internasional yang masih dirasakan oleh dunia usaha. Berdasarkan hasil survei Jetro yang diterbitkan tahun ini, Indonesia perlu memperhatikan hambatan impor, investasi asing, aturan konten lokal, dan sistem standardisasi. Dari ease of doing business, dalam lima tahun terakhir Indonesia mampu memperbaiki peringkat secara signifikan dari 120 pada 2014 menjadi 73 pada 2018. Namun, agar lebih baik, ada tiga hal yang harus diperhatikan Indonesia, yaitu izin usaha, izin bangunan, dan pendaftaran hak milik.
Dari sisi perdagangan, kunci pertumbuhan terletak pada surplus perdagangan non-minyak dan gas karena, sejak harga minyak internasional turun, ekspor andalan Indonesia, yaitu minyak dan gas serta komoditas primer seperti sawit dan karet, ikut turun.
Saya menemukan hubungan ideal antara ekspor-impor, produktivitas industri, dan investasi asing. Pertama, pengusaha harus didorong agar berorientasi ekspor dan memproduksi barang setengah jadi guna mengurangi ketergantungan pada impor. Kedua, surplus ekspor-impor manufaktur mendorong produktivitas manufaktur sehingga menarik minat investasi baik untuk jangka pendek seperti saham maupun jangka panjang seperti investasi langsung luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Kenaikan produktivitas manufaktur juga menjadi win-win solution antara pengusaha dan pekerja karena upah dinaikkan tepat saat produksi berada pada periode skala ekonomi.
Investasi dan perdagangan internasional berada di sisi permintaan agregat, lalu bagaimana dari sisi suplai agregat? Setelah pembangunan infrastruktur yang meningkatkan kualitas lahan dan jaringan logistik, Indonesia perlu mendorong investasi yang mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Investasi manufaktur untuk “barang setengah jadi” memerlukan peningkatan kualitas pekerja.
Kebutuhan peningkatan kualitas ini tergantung tingkat keahlian pekerja. Pekerja dengan tingkat keahlian rendah memerlukan perluasan ekonomi domestik, termasuk dari transaksi sistem online. Pekerja dengan tingkat keahlian tinggi memerlukan peningkatan peran riset serta desain produk dan pembangunan, sementara pekerja dengan tingkat keahlian sedang, yang saat ini tengah menghadapi stagnasi produktivitas, memerlukan pendidikan dan pelatihan agar keahlian cocok dengan kebutuhan industri.
Kapasitas ekonomi Indonesia harus ditingkatkan dengan cara mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari potensi. Indonesia perlu memanfaatkan pasar global secara optimal baik melalui investasi maupun perdagangan. Para Avengers bekerja sama menghadapi Thanos tanpa melihat asal planet. Indonesia pun perlu memiliki kerja sama ekonomi tanpa melihat asal negara. Saat ini kerja sama ekonomi dunia lebih cenderung ke arah bilateral. Indonesia telah memiliki dua perjanjian itu, yakni Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) 2008 dan Indonesia Pakistan Preferential Trade Agreement 2011. -IJEPA menjadi kerja sama bilateral pertama Indonesia karena sudah berada dalam jaringan produksi Jepang di Asia Tenggara (flying geese model).
Sementara Avengers bersatu karena mesin waktu, Indonesia berhimpun dan bekerja sama dengan negara lain untuk keluar dari kelembaman waktu atas pertumbuhan ekonomi dan jebakan negara berpendapatan menengah. Dalam laporan berjudul “Project 2045: The Path to Peaceful and Prosperous Indonesia in 2045” ditunjukkan bahwa Indonesia akan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan bersama Jepang berada di posisi lima besar ekonomi dunia pada 2045. Kuncinya terletak pada efisiensi ekonomi domestik, kualitas investasi, dan surplus perdagangan nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo