Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mengubah Paradigma Pengelolaan Sampah Ibu Kota

Jakarta, dengan jumlah penduduk sekitar 10,4 juta jiwa pada 2017, memproduksi sampah 7.400 hingga 7.900 ton per hari.

26 Juli 2019 | 07.00 WIB

Pencegatan 51 truk sampah DKI Jakarta yang hendak menuju Bantargebang pada Rabu, 17 Oktober, mengungkap konflik antara DKI dan Bekasi. Penyetopan truk sampah DKI di Bekasi itu adalah dipicu kemarahan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi karena dana hibah kemitraan DKI Jakarta tahun 2018 tak dikucurkan. Pemprov DKI beralasan, dana kemitraan 2018 tak dikucurkan lantaran Pemerintah Kota Bekasi tak dapat menyerap kucuran tahun 2017. TEMPO/Adi Warsono
Perbesar
Pencegatan 51 truk sampah DKI Jakarta yang hendak menuju Bantargebang pada Rabu, 17 Oktober, mengungkap konflik antara DKI dan Bekasi. Penyetopan truk sampah DKI di Bekasi itu adalah dipicu kemarahan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi karena dana hibah kemitraan DKI Jakarta tahun 2018 tak dikucurkan. Pemprov DKI beralasan, dana kemitraan 2018 tak dikucurkan lantaran Pemerintah Kota Bekasi tak dapat menyerap kucuran tahun 2017. TEMPO/Adi Warsono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prima Hadi Putra
Alumnus The University of New South Wales, Australia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jakarta, dengan jumlah penduduk sekitar 10,4 juta jiwa pada 2017, memproduksi sampah 7.400 hingga 7.900 ton per hari. Dalam sehari, setidaknya 1.300 truk hilir-mudik membawa sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Bantargebang, Bekasi. Jumlah sampah yang terus meningkat ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Saat tulisan ini dibuat, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI tengah membahas revisi atas Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Sayangnya, arah pembahasan masih menitikberatkan pada pendekatan pengolahan sampah hilir, yaitu mendirikan intermediate treatment facility (ITF) di beberapa wilayah Jakarta.

Masalah sampah di Jakarta tidak disebabkan oleh minim atau lemahnya regulasi persampahan. Pasal 13 Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang berlaku efektif sejak 2013, telah mengamanatkan tidak boleh lagi ada pengangkutan sampah secara besar-besaran ke TPA, kecuali sampah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sampah-sampah ini harus dikelola di tempat pengelolaan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST-3R) atau pengelolaan sampah tanpa TPA. Sampah harus dikelola di sumber timbulan oleh kelompok pengelola sampah yang terbentuk atas inisiatif warga dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Regulasi ini diperjelas dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yang mengisyaratkan pengelolaan sampah haruslah berbasis komunitas dengan orientasi ekonomi.

Namun praktik yang terjadi di Jakarta belum sesuai dengan regulasi. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait seakan-akan belum mendapat gambaran yang jelas tentang pelaksanaan regulasi persampahan. Peraturan Daerah DKI Nomor 3 Tahun 2013 belum cukup jelas mengatur pengelolaan sampah, khususnya pelibatan masyarakat dalam mengelola TPST-3R di Jakarta. Akibatnya, satuan kerja itu masih mengangkut sampah ke TPA.

Dalam merevisi peraturan daerah, pemerintah dan DPRD DKI dapat membuat aturan yang lebih jelas serta mendorong peningkatan kualitas lingkungan dan ekonomi masyarakat Ibu Kota. Lewat pengelolaan sampah yang baik, Jakarta akan ditunjang oleh pengembangan pertanian organik (pupuk organik berbasis sampah) dan energi baru terbarukan (biogas berbasis sampah) yang melimpah untuk mendukung wilayah penyangga Jakarta. Sampah menjadi investasi dan bernilai ekonomi karena menjadi penunjang pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) yang besar.

Para pembuat kebijakan hendaknya meninjau sistem pengangkutan sampah. Sistem ini pada prinsipnya hanya memindahkan masalah, bukan menyelesaikan masalah. Solusi sampah bukan di hilir (TPA, sungai, waduk, dan laut), melainkan di hulu (sumber sampah). Pemerintah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengubah paradigma tata kelola sampah dan menemukan solusinya. Bila selama ini pemerintah hanya fokus menyelesaikan sampah di hilir, kini saatnya mulai menyelesaikannya di hulu. Berikut ini langkah-langkah yang dapat diambil.

Pertama, pemberian subsidi silang atas produk daur ulang dari TPST-3R atau bank sampah. Subsidi ini akan memperbesar peluang pemasaran produk-produk daur ulang serta meningkatkan gairah dan kreativitas bank sampah. Lewat peraturan yang baru nanti, setiap kecamatan dan kelurahan diarahkan untuk membentuk bank sampah berbasis komunitas. Bank sampah ini harus berorientasi ekonomi serta mendapat pendampingan manajemen, teknologi, dan pemasaran produk daur ulang. Bank ini juga sebaiknya dilengkapi dengan instalasi pengolahan sampah organik yang menghasilkan pupuk, biogas, dan listrik non-insinerasi.

Kedua, pemerintah hendaknya terus memfasilitasi pelatihan pengelolaan sampah organik kepada komunitas pengelola bank sampah. Inisiatif ini diperkuat dengan insentif dalam bentuk tipping fee kepada bank sampah atas pengurangan sampah serta mengarahkan dan memfasilitasi pembentukan koperasi bank sampah untuk menjamin kelangsungan pemasaran produk daur ulang. Koperasi ini akan sangat berfungsi saat pemberlakuan program perluasan tanggung jawab produsen (EPR), yang merupakan kewajiban industri berkemasan mengambil kembali kemasannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012.

Ketiga, sampah seharusnya dapat membiayai dirinya. Lewat investasi, pemerintah bisa membentuk perusahaan daerah sampah dan pemupukan, sehingga akan terjadi subsidi silang antara kebersihan, energi terbarukan, dan pertanian. Perusahaan ini juga diharapkan dapat berfungsi mensinergikan antar-satuan kerja, seperti dinas lingkungan hidup dan dinas pekerjaan umum. Bila pengelolaan sampah secara masif dan terintegrasi dilakukan di setiap kawasan timbulan sampah, Jakarta tidak perlu lagi mengirim sampah ke TPA.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus