Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Meramal Orang Jakarta

S.G. Mamas mencoba menyusun proyeksi penduduk Jakarta th 1971-1991 dengan metode transisi demografi secara tanggungjawab. Angka-angka dalam proyeksi tersebut tidak ada artinya bila citra DKI berkembang dan berubah.

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orang terpukau perhatiannya pada angka ajaib hasil ramalan jangka panjang dari jumlah penduduk suatu negara atau sebuah kota. Bahayanya bila angka itu dipegang teguh sebagai "kebenaran ilmiah" tanpa mengingat pembatasan yang melekat pada setiap ramalan hasil hitungan proyeksi. Umumnya makin panjang jangkauan ramalan, makin besar unsur ketidakpastian yang dihadapi. Makin jauh waktu yang ingin dilihat dan ditaksir, makin buram gambaran yang diperoleh. Teoritis proyeksi suatu jumlah penduduk relatif lebih sederhana dan mudah dibanding dengan proyeksi tentang phenomena lain. Karena angka jumlah penduduk dari waktu ke waktu hanya digerakkan oleh tiga besaran: lahir, mati dan migrasi (perpindahan). Yang sulit ialah bahwa perilaku ketiga besaran ini dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, yang sulit diperhitungkan semua. Akibatnya ramalan itu terpaksa bekerja pada sejumlah praanggapan. Kebenaran praanggapan tidak diuji, selain dari cocok tidaknya ramalan dengan kenyataannya kelak. Dalam ramalan tentang jumlah penduduk, praanggapannya sering kali sangat disederhanakan lagi. Umumnya praanggapan tentang nilai ketiga besaran lahir, mati dan migrasi dari waktu ke waktu didasarkan pada nilai waktu sekarang dan sebelumnya, keinginan-keinginan atau dugaan dugaan untuk masa yang akan datang dan sejumlah "skenario". Praanggapan inilah yang mestinya tetap menempel pada nilai hasil ramalan. Tidak hanya menjadi faktor pembatas atas kecermatan ramalan, tetapi juga dasar "sengketa ilmiah" yang sah setiap kali kita memperbincangkan hasil ramalan itu. Sedang hitung-hitungan dan metode proyeksinya semata-mata soal aritmatik yang relatif sederhana (trivial). Di sinilah orang sering melupakan, malah mengabaikan peranan dan pentingnya memahami benar praanggapan dari setiap ramalan. ** Saya tidak mengatakan bahwa ramalan jangka panjang tentang jumlah penduduk tidak ada gunanya. Cuma orang sering melupakan pesan lebih penting di balik angka ajaib itu. Angka-angka hasil ramalan jumlah penduduk dengan segala pembatasannya seyogyanya digunakan lebih lanjut, untuk dikembalikan guna menyusun skenario tentang citra besaranbesaran lain yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk itu. Misalnya tentang kondisi lingkungan permukiman, kebutuhan lapangan kerja, pertumbuhan kota corak sosial ekonomi masyarakat dll. Lazimnya "skenario" disusun bersama-sama, mencakup kemungkinan yang dapat dibayangkan dari yang "paling buruk" sampai yang "paling baik". Sulitnya sejumlah besar besaran yang digunakan melengkapi skenario itu tidak hanya sulit diterka perkembangannya tetapi juga bersifat kwalitatif. ** Statistik demografi umumnya hanya berani membuat ramalan kependudukan untuk kawasan yang "tertutup". Artinya besaran migrasi dianggap dapat diabaikan. Soalnya besaran kelahiran dan kematian dirasakan lebih aman untuk ditaksir atas dasar nilainya di masa lampau. Sedang perpindahan sangat dipengaruhi banyak faktor sehingga sulit diterka. Praanggapan sulit ditegakkan untuk besaran migrasi, karena cenderung tidak kokoh untuk dapat dipedomani. Tetapi buat Jakarta, tidak ada manfaatnya menyusun ramalan penduduk hanya atas dasar besaran lahir dan mati. Karena migrasi pengaruhnya lebih besar dari perkembangan alamiah (lahir dikurangi mati). Karena itu betapapun goyahnya praanggapan, ramalan untuk Jakarta harus memperhitungkan unsur migrasi. Berlainan dengan besaran lahir dan mati, yang hanya bergerak pada skala yang sangat terbatas, migrasi secara teoritis bergerak dari nilai yang jauh lebih longgar dan tidak menentu polanya. S.G. Mamas misalnya, adalah salah satu ahli yang pernah mencoba menyusun proyeksi penduduk Jakarta tahun 1971-1991 dengan metode transisi demografi secara bertanggung jawab. Ia kembangkan tiga skenario, masing-masing disebut skenario proyeksi "rendah", "menengah" dan "tinggi". Sebutan skenario itu menunjukkan sifat taksiran atau proyeksi, menurut urutan-urutan dari yang "serendah-rendahnya" sampai yang dianggap "setinggi-tingginya". Sifat proyeksi ini didasarkan atas praanggapan tentang perilaku besaran lahir, mati dan migrasi. Sedang patokan dasar untuk menghitung nilai itu adalah hasil Sensus Penduduk 1971 dan Sensus Penduduk 1961 serta survey-survey lainnya. Tetapi toh hasilnya kurang memuaskan, seperti telah ia duga sebelumnya. Silakan dinilai, inilah ringkasan hasil proyeksi penduduk DKI Jakarta untuk kurun waktu 1971 -1991 (dalam ribuan). Tetapi apakah arti angka-angka di atas, bila citra DKI Jakarta saat itu nanti juga sudah berkembang dan berobah sama sekali. Ambillah pola permukimannya. Barangkali pola conurbation Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi saat itu sudah menjadi kenyataan, lepas dari cocok tidaknya dengan rencana. Karena perobahan pola metropolitan yang baru itu, lingkungan-lingkungan pemukiman pun akan berkembang, mengikuti sistim kota induk dan kota anak dari Metropolitan JABOTABEK. Batas administratif yang sekarang digunakan referensi dalam memproyeksikan penduduk Jakarta menjadi tidak relevan lagi. Perkembangan dan dinamika penduduk perlu dilihat dalam kerangka kawasan yang lebih luas, meliputi semua kawasan sekitar yang menjadi kota urbanized area). Tambahan penduduk di pusat kota yang mulai kegerahan karena kepadatan, akan meluber (overfill) ke daerah sekitar keluar dari batas administratif Jakarta, baik karena memang direncanakan demikian atau sebagai proses logis dari dinamika pertumbuhan kota itu. Bila demikian adanya, apa gunanya angka proyeksi penduduk atas?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus