Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Merger Bank BPPN: Penyelesaian atau Masalah?

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mirza Adityaswara *) *) Analis Perbankan SETELAH diumumkan bahwa Bank Bali, Universal, Patriot, Prima Ekspres, dan Artha Media akan dimerger, para analis pun dihujani pelbagai pertanyaan. Di antaranya, mengapa bank-bank ini dimerger, apakah merger akan menyelesaikan masalah, dan bank mana yang layak menjadi lead bank. Sebaiknya saya jawab dulu pertanyaan kedua: "Karena di satu pihak pemerintah masih berkewajiban menjamin dana deposan, sementara di lain pihak kondisi keuangan negara dalam situasi yang sulit, ditambah lagi dengan reformasi hukum yang tidak berjalan, hampir mustahil ada penyelesaian ideal untuk masalah-masalah perbankan." Dalam situasi yang ideal, suatu bank yang bermasalah akan langsung ditutup, kemudian dilikuidasi. Deposan kecil dibayar oleh Lembaga Asuransi Deposito, sementara deposan besar dibayar dari hasil penjualan aset likuidasi. Jika pemilik bank terlibat tindak pidana, akan diproses di pengadilan. Sedangkan di Indonesia, sejak 1998, tidak ada istilah likuidasi bank dalam arti ideal seperti di atas. Deposan kecil ataupun besar bisa tetap tidur nyenyak di rumah karena pemerintah membayar seluruh dana pihak ketiga (yang berakibat pada membengkaknya utang domestik pemerintah). Untuk bank nonrekap, yaitu bank bukan milik BPPN, suatu bank yang bermasalah sudah seharusnya langsung ditutup, istilah kerennya dikenai BBO (bank beku operasi) atau BBKU (bank beku kegiatan usaha), contohnya Unibank. Kemudian, "diusahakan" untuk dilakukan asset settlement antara pemilik bank dan pemerintah sebagai konsekuensi pembayaran jaminan deposit dan pelanggaran kredit pihak terkait. Untuk bank BPPN dan bank BUMN, jika mereka mengalami masalah, pemerintah mempunyai dua problem, yaitu sebagai penjamin dana deposan, juga sebagai pemilik. Sebagai penjamin dana deposan, pemerintah harus cepat mengambil keputusan karena, jika tidak, kepercayaan deposan akan hilang dan pada akhirnya menjadi beban anggaran pemerintah. Sebagai pemilik, pemerintah "ragu" jika menutup bank yang sudah direkap karena artinya pemerintah harus menghapusbukukan investasinya (cut loss), padahal pemerintah belum melakukan divestasi. Hal pelik inilah yang dihadapi pemerintah di BII, Universal, Patriot, Prima Ekspres, dan Artha Media. Penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah selalu mengacu pada kalimat "biaya yang terkecil". Maka, untuk bank BPPN/BUMN yang bermasalah, pemerintah cenderung menggabung (merger) bank-bank tersebut, tidak memberlakukan BBKU. Tetapi, karena ketakutan mengambil keputusan, buruknya koordinasi antardepartemen termasuk sulitnya berkoordinasi dengan DPR, sering sekali penyelesaian yang cepat dengan biaya terkecil tidak mampu dicapai. Ambil contoh penyelesaian masalah BII, yang hingga kini berlarut-larut. Saat ini ada dua jenis bank di BPPN. Bank Universal, Patriot, Prima Ekspres, dan Artha Media adalah "bank rekap", yaitu pemilik lama ikut ambil bagian dalam proses rekapitalisasi, walaupun kecil, maksimum 20 persen. Bank Bali di tahun 1999 mulanya dikategorikan sebagai bank rekap karena adanya niat Standard Chartered untuk ikut menginjeksi modal, tetapi kemudian Bali menjadi bank BTO (bank take-over) setelah bank asing tersebut membatalkan rencana investasinya. Masalah yang timbul sekarang di "bank-bank rekap" bersumber dari salah kebijakan di tahun 1999. Pada waktu rekapitalisasi dilakukan di tahun 1999, bank rekap seperti Universal, Patriot, Prima Ekspres, Media memang hanya diinjeksi modal sampai CAR sekitar 6 persen, sedangkan bank BTO seperti Bank Bali direkap untuk mencapai CAR di atas 8 persen. Maka, penentuan bank mana yang menjadi surviving entity tidak boleh hanya didasarkan pada tingginya CAR, karena Bali dan Universal mempunyai sejarah rekapitalisasi yang berbeda. Penentuan bank mana yang akan menjadi surviving entity harus didasarkan pada bank mana yang memiliki keahlian menyalurkan kredit, image yang baik, produk yang inovatif, sistem teknologi yang unggul, dan efisiensi. Tim manajemen merupakan tim gabungan. Tetapi biasanya, untuk kedudukan presiden direktur, ditunjuk orang luar, maksudnya untuk menghindari kecemburuan. Merger kelima bank tersebut cukup baik karena akan menghasilkan bank yang berkonsentrasi di sektor kredit retail dan menengah. Total aset sekitar Rp 28 triliun, dana pihak ketiga Rp 23 triliun, dan kredit Rp 10 triliun. Tetapi kredit bermasalah masih cukup tinggi, 11 persen, dan pencadangan hanya 63 persen dari total kredit bermasalah. Selain itu, untuk efisiensi perlu ada pengurangan pegawai dan penutupan kantor cabang. Penggabungan kelima bank ini menyelesaikan masalah jangka pendek, yaitu kecukupan modal. Namun, dengan CAR yang hanya sekitar 10 persen, rasio modal terhadap aset hanya 3 persen, dan kredit bermasalah masih 11 persen, dalam 12 bulan ke depan besar kemungkinan bank ini akan menghadapi masalah CAR kembali. Selain itu, proporsi obligasi rekap berbunga rendah masih cukup tinggi. Harapan pemerintah, tentunya bank ini dapat segera di-divestasi sehingga penambahan modal tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi adakah investor yang bersedia membeli bank di Indonesia dalam 12 bulan ke depan? Maka, maukah pemerintah dan DPR menambah sedikit lagi biaya rekap? Sebuah keputusan yang sulit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus