Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Golkar dan Kader

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marwah Daud Ibrahim *) *) Ketua Golkar SALAH satu perjuangan yang harus dilakukan Partai Golkar dan juga partai politik lainnya saat ini adalah melakukan depersonifikasi. Sebab, kini seluruh kegiatan partai hanya berputar pada satu tokoh tunggal, yaitu ketua umumnya. Ini hikmah yang harus diambil dari kasus dana Bulog yang melibatkan nama Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Untuk itu Golkar harus melakukan institusionalisasi partai. Dengan demikian, ada mekanisme di dalam partai yang memungkinkan tidak hanya ketua umum itu yang mengambil keputusan, yang belakangan bisa menjadi sumber keberhasilan atau keterpurukan partai. Sebab, bila kita berbicara tentang Golkar, yang ada di sana bukan hanya ketua umumnya, melainkan ada 25 juta pemilih lain yang seharusnya diberi hak yang sama untuk muncul menjadi pemimpin nasional. Yang saat ini terjadi, hanya ketua umum yang berpotensi menjadi presiden. Perubahan ini harus dibakukan dalam sebuah aturan partai yang tertulis dan diberlakukan hingga tingkat paling bawah. Lewat sebuah jenjang karir yang jelas, seorang kader bisa belajar menjadi pengambil keputusan. Perlu juga dibuat suatu keputusan partai bahwa ketua partai tidak otomatis menjadi calon presiden. Dari sini akan terjaring banyak sekali tokoh yang potensial. Ini yang terjadi di Amerika Serikat dengan adanya convention of party, yang menyebabkan adanya proses yang panjang dan sulit bagi seorang kader untuk menjadi nominee partai, tapi di pihak lain calon presiden bisa saja datang dari partai lokal atau gubernur atau ketua DPRD di suatu wilayah. Bandingkan dengan kader elite Golkar yang saat ini sudah terjaring. Tokoh paling penting hanya sekitar 20 orang yang ada di DPR dan MPR. Kalau kita membicarakan soal kader, kita bukan berbicara hari ini, tapi untuk masa depan. Dan otonomi akan memungkinkan seseorang di daerah menjadi tokoh potensial di masa mendatang yang bisa menjadi calon presiden. Sumber lain untuk pengambilan keputusan ini adalah eksekutif (menteri atau mantan menteri) atau dari birokrasi. Harus ada mekanisme rekrutmen dengan sistem meritokrasi seperti yang diterapkan di negara maju. Sumber ketiga adalah para tokoh ekonomi atau industrialis atau dari kalangan swasta. Mereka dimasukkan dalam jaringan pengambilan keputusan partai. Dengan demikian, partai memiliki mekanisme untuk me-manage bangsa ini, bukan disibukkan oleh hal lain. Sumber yang terakhir adalah kaum profesional dari kalangan lembaga swadaya masyarakat. Bukankah orang-orang seperti itu juga ada di Golkar? Memang betul. Tapi struktur yang ada di Golkar saat ini masih sama seperti sebelum masa reformasi. Di sana ada departemen, ada wakil ketua dan ketua. Dulu, seorang ketua departemen pendidikan Golkar, misalnya, bisa mengklaim program di Departemen Pendidikan Nasional sebagai keberhasilannya, tapi sekarang dengan banyaknya partai, hal itu tak bisa dilakukan lagi. Kini seorang kader harus berkarya di masyarakat. Ia bertanggung jawab terhadap suatu wilayah dan harus punya bobot. Misalnya Malik Fadjar di bidang pendidikan atau Marzuki Darusman di bidang hak asasi manusia. Mereka punya hak untuk menjadi calon presiden, tidak terbatas pada ketua umum sebuah partai politik saja. Bila betul terjadi, ini sebuah kondisi Indonesia yang sungguh ideal dan Golkar paling siap untuk melakukannya. Tidak akan ada depak-mendepak untuk memperebutkan kursi calon presiden. Perubahan besar ini menuntut adanya perubahan struktural dan kultural di dalam tubuh Golkar. Dari sentralisasi, Golkar harus diinstitusionalisasi. Sedangkan perubahan kultur menyangkut hubungan antara Golkar dan konstituennya. Golkar tak bisa lagi memberi kaus untuk menarik orang, tapi harus membuat orang mau datang sendiri ke acara partai, bahkan mendonasikan uang untuk partai tersebut. Bagaimana cara melakukan perubahan tersebut? Harus dibuat suatu program. Saya punya angan-angan yang pernah saya lontarkan kepada beberapa teman. Kalau partai ini ingin berhasil, polanya harus diubah menjadi pola yang dianut di Perserikatan Bangsa Bangsa. Di sana ada Kofi Annan yang menjadi sekretaris jenderal di kantor pusat di New York. Tapi di samping itu ada badan lain di bawahnya seperti UNESCO yang berkantor di Paris dan punya kepengurusan sendiri tapi tetap di bawah PBB. Sistem seperti ini bisa memungkinkan munculnya 70 orang calon pemimpin sekaligus. Sistem seperti di Dewan Keamanan PBB juga bisa diterapkan. Keanggotaan di Dewan Keamanan itu bukan berdasarkan fungsi, melainkan wilayah. Di dalam partai dibuat keanggotaan tetap dan tidak tetap. Yang menjadi anggota tetap adalah lima wilayah yang punya potensi suara lebih dari 20 (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Utara). Anggota tidak tetap diambil dari wilayah yang menang lebih dari 50 persen. Mereka ini punya hak menempatkan orang dengan mekanisme voting. Tentang kasus dana Bulog, proses yang diharapkan oleh masyarakat adalah proses hukum yang adil. Kita harus menerima bila nanti Akbar dinyatakan bersalah atau tidak. Kita ikuti saja seluruh proses ini apa adanya, tanpa perlu ada yang terlalu menggebu-gebu ingin menjatuhkan atau mempertahankan Akbar. Menurut saya pribadi, kalaupun terjadi sesuatu, itu lebih karena adanya mismanajemen yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang berlarut-larut. Akbar sendiri sejak muda bukan jenis manusia yang gemar mencari uang. Tapi persoalannya bukan di situ. Hal yang lebih besar dan mendasar adalah hal-hal di atas, perubahan struktural dan kultural di dalam tubuh Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus