Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Golkar dan Akbar Tandjung

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marzuki Darusman*) *)Ketua Golkar AKBAR Tandjung tengah digoyang. Kasus yang mengguncang Ketua Umum Partai Golkar itu sebetulnya menyangkut Rahardi Ramelan, tapi kini lebih dikenal sebagai kasus Bulog-Golkar. Fokusnya telah bergeser dari Rahardi Ramelan, yang secara faktual sudah menjadi tersangka, ke Akbar. Padahal, dari fakta yang diketahui publik, Akbar tidak ada kaitannya dengan dana Bulog yang dipersoalkan itu. Ia bukanlah penanggung jawab penggunaan uang tersebut. Penggunanya adalah suatu yayasan yang sedang diperiksa kejaksaan. Bagaimanapun, saat ini ada kecemasan di kalangan dalam Golkar bahwa kasus ini akan berdampak negatif saat memasuki pemilu. Karena itu, muncul reaksi dari dalam partai terhadap tekanan yang tertuju pada Akbar Tandjung, termasuk spekulasi untuk menggantinya. Padahal, citra Golkar justru akan semakin buruk kalau sekarang Akbar diganti. Sebab, bila penggantian telanjur terjadi tapi nanti ternyata Akbar tidak terlibat, akan muncul kesan bahwa Golkar ingin menyisihkan Akbar untuk membersihkan diri. Dengan demikian, teori bahwa Akbar harus diganti untuk menyelamatkan Golkar tidaklah tepat. Mengganti Akbar hanya karena ada dugaan bahwa dia terlibat kasus ini, secara hukum, menyalahi asas praduga tak bersalah, dan secara politis juga merusak citra Golkar. Secara tidak langsung itu berarti Golkar membenarkan dugaan bahwa Akbar terlibat. Karena itu, tidak mungkin meminta Akbar diganti sebelum ada kejelasan tentang duduk perkaranya. Dan ini hanya bisa jelas jika perkara ini kembali ke rel awalnya, yaitu kasus Rahardi dan bukan kasus Akbar. Jika nanti pemeriksaan kejaksaan membuktikan bahwa yayasan yang saat ini tengah diperiksa itu menggunakan uang sesuai dengan tujuannya, spekulasi tentang peranan Akbar akan terklarifikasi. Akan jelaslah bahwa kasus ini tak ada kaitannya dengan dia, apalagi dengan Golkar. Partai Golkar memang tak ada urusannya dengan soal ini karena keterlibatan Akbar di sini bukan sebagai Ketua Umum Golkar, tetapi dalam kapasitas sebagai Menteri Sekretaris Negara. Pada titik ini, Golkar bisa mengevaluasi seberapa besar cedera yang dialaminya. Selanjutnya, barulah diambil kesimpulan langkah apa yang seharusnya dilakukan Golkar. Apa pun yang terjadi, wajah Golkar harus mengalami penyegaran secara keseluruhan. Bukan berarti dengan mengganti Akbar, tetapi citra Golkar-lah yang harus diperbarui. Kalau tidak, Golkar tak kan bisa membentuk aliansi strategis dengan partai-partai nasional. Tanpa aliansi strategis ini, kepemimpinan politik bangsa ke depan akan rapuh dan tidak bisa mengilhami rakyat untuk bersatu mengambil langkah-langkah untuk keluar dari krisis. Siklus itu nyata sebagai suatu lingkaran logika politik yang berlaku bagi Golkar dan partai yang berorientasi nasional. Pada saat itulah Golkar akan mengambil kesimpulan bagaimana memosisikan diri dalam konstelasi politik nasional ke depan. Kasus dana nonbujeter Bulog yang melibatkan Akbar ini sebenarnya pernah disampaikan oleh beberapa anggota DPR saat saya di Kejaksaan Agung. Tetapi kami tidak menelitinya secara khusus karena kasus Rp 40 miliar ini hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang harus ditangani berdasarkan laporan BPKP. Ada tiga patokan yang saya pakai untuk menilai suatu perkara. Pertama, bagaimana pertanggungjawaban dana tersebut secara hukum dan secara politik administrasi negara. Kedua, apakah uang yang digunakan itu uang negara atau uang yang dikumpulkan oleh negara. Ketiga, apakah pengeluaran dana itu berdasarkan kebijakan atau diskresi dari pimpinan lembaga itu. Atas dasar tiga hal itulah, tidak ada alasan untuk memisahkan kasus Rp 40 miliar ini dari keseluruhan dana nonbujeter Bulog selama Orde Baru. Kami meneliti adanya dana Bulog yang dalam pertanggungjawabannya berkategori "untuk kepentingan kenegaraan", bukan soal Akbar. Faktor Akbar mulai digelindingkan semasa Jaksa Agung Baharuddin Lopa. Saat itu, Lopa menjadikan Rahardi sebagai tersangka. Lopa juga meminta izin kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk memeriksa Akbar berdasarkan dugaan adanya dana nonbujeter Bulog yang mengalir ke Golkar. Padahal secara hukum tak ada kaitan sama sekali. Waktu itu tak ada bukti apa pun—baik asli maupun fotokopi—yang menunjukkan keterlibatan Golkar. Yang menjadi persoalan sebenarnya adalah adanya dana nonbujeter Bulog yang tidak jelas pertanggungjawabannya, yang jumlahnya menurut Kepala Bulog Widjanarko Puspoyo mencapai Rp 2 triliun dan masih tersebar di berbagai proyek dan perusahaan. Kalau begitu, mengapa yang dipersoalkan adalah Akbar? Padahal, kategori "untuk keperluan negara" itu dikuatkan oleh Presiden (waktu itu) Habibie. Kecuali kalau ditemukan bukti asli—karena fotokopi tidak bisa menjadi alat bukti di pengadilan—yang ber-silangan secara total antara Akbar dan Ruskandar, Akbar tidak terkait dengan kasus ini. Ruskandar sendiri mengakui ada orang lain di ruangan pada saat dia menyerahkan dana. Begitupun Ketua Yayasan Raudatul Jannah yang mengakui ada orang lain yang tidak dia kenal di ruangan. Keterangan dari beberapa orang itu tidak saling meniadakan. Bahwa Akbar menerima secara langsung atau tidak, itu tidak penting karena dia bukan penanggung jawab penggunaan uang. Kualifikasi terima atau tidak terima itu relatif. Dia bilang tidak menerima langsung, tetapi bagaimanapun penyerahannya berlangsung di Kantor Mensesneg. Tapi, sekali lagi itu tidak penting karena Akbar bukan penanggung jawab penggunaan uang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus