KALAU orang membicarakan masalah monopoli dalam dunia usaha di Indonesia, asosiasinya selalu dengan VOC. Seperti kita ketahui, VOC adalah suatu perseroan dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1602 di Nederland, dengan suatu charter (konstitusi) yang diberikan oleh Staten General (Dewan Perwakilan). Charter tersebut memberikan pada VOC hak monopoli atas perdagangan di Timur yang pada permulaan khusus pada perdagangan rempah-rempah seperti cengkeh, lada, pala. Hasilhasil bumi tersebut banyak terdapat di Kepulauan Maluku. Rempah-rempah pada zaman abad ke16 dan setelah itu merupakan bahan dagang yang mahal dan termasuk barang mewah. Bahan mewah ini makin banyak dibutuhkan di Eropa sejak Perang Salib dan dipergunakan di dapur. Rempah-rempah dipakai untuk pengawetan makanan, menutupi bau busuk, dan untuk memenuhi selera. Penegakan dan dipertahankannya sistem monopoli perdagangan atas rempah-rempah berarti penggunaan kekuatan dan kekerasan senjata pada rival-rival dagang Belanda, baik yang di Eropa maupun di Asia, dan juga pada penduduk setempat yang menghasilkan rempahrempah. Dengan sendirinya juga pada pedagang Portugis, Spanyol, dan lain-lain, yang juga bersenjata di Maluku. Sebenarnya Portugal, Spanyol, Inggris, dan lain-lain juga bertujuan sama dengan VOC, yakni mendirikan monopoli masing-masing. Dilihat dari kaca mata kita kini, perdagangan dengan kekerasan senjata atau melalui penodongan senapan tidak lain daripada tindakan seorang pembajak laut. Misalnya, blokade VOC terhadap pelabuhan Makassar, Banten, atau pengusiran terhadap Pangeran Jayakarta dari kota -- kemudian oleh VOC disebut Batavia -- tidak lain daripada tindakan-tindakan pembajak laut. Namun, pada zaman lampau itu antara perdagangan dan pembajakan laut perbedaannya samar. Pada zaman itu tindakan kekerasan dalam perdagangan disebut sebagai politik untuk melindungi kepentingan atau perdagangan sendiri. Tapi, politik mempertahankan monopoli dengan kekerasan sudah menimbulkan kecaman. Yang paling dikecam pada zaman itu adalah apa yang dikenal dengan politik Hongi-Tochten (ekspedisi Kapal Hongi). Sebelum orang Eropa datang ke Maluku, pedagang Asia seperti Jawa, Cina, Arab, Melayu, dan Bugis sudah berlayar dan berdagang di Maluku. Kalau ada kelebihan produksi rempah-rempah berdasarkan kontrak dengan VOC, para pedagang Asia ini dapat membeli kelebihan produksi tersebut dan menjualnya pada rival-rival VOC. Ini berarti monopoli VOC akan hancur. Maka, VOC harus bisa membatasi produksi rempahrempah. Untuk itulah diadakan ekspedisi Hongi yang terkutuk itu, yang merupakan halaman paling hitam dalam sejarah VOC yang meminta banyak korban penduduk, khususnya di Pulau Banda. Anggota ekspedisi datang ke pulau-pulau yang memproduksi rempah-rempah. Kelebihan produksi dibakar, penduduk yang menentang dibunuh. Sekitar 15.000 penduduk dibunuh atau dideportasi, yang mungkin merupakan separuh penduduk setempat pada waktu itu. Banyak orang Belanda melakukan kritik yang mengatakan bahwa ekspedisi Hongi "akan membuat Nederland terkenal sebagai negara yang paling kejam di dunia . . .." Sistem monopoli oleh VOC dipertahankan sampai kebangkrutannya pada tahun 1800. Sebenarnya, VOC maupun Barat bukan penemu sistem monopoli dalam dunia usaha. Monopoli adalah ciri agak khas dari ekonomi abadabad itu, yang secara konservatif memandang perekonomian sebagai unsur-unsur yang statis. Konsumsi, produksi, kebutuhan, dan lain-lain yang statis dan tidak dinamis bertentangan dengan ekonomi modern, tempat perubahan menjadi unsur utama usaha. Sebaliknya sistem monopoli berfokus pada regulasi. Dalam konsep statisme ekonomi ini para pengusaha ingin mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Pemikiran pokoknya adalah bahwa kue ekonomi adalah statis dan makin banyak orang menikmatinya makin sedikit bagian seorang pengusaha. Ekonomi pasar, selera, tempat produksi, pokoknya semua unsur ekonomi tidak berlaku demikian, seperti juga pasar dan bahkan alam. Dasar pemikiran monopoli perdagangan adalah merkantilisme atau pemupukan modal, baik di Timur maupun di Barat. Sebab, sudah disebutkan, sistem usaha monopoli bukan milik VOC, ia hanya yang paling berhasil menerapkan di kepulauan Nusantara ini. Monopoli dalam lapangan-lapangan tertentu juga merupakan sistem perdagangan di Barat dan juga di Timur, termasuk para raja di Indonesia. Tapi VOC berada dalam kelompok yang agung. Raja-raja Bourbon di Prancis, Spanyol, Napoli, dan rajaraja Habsburg atau Inggris sama-sama memberlakukan politik monopoli. Demikian juga Iskandar Muda dari Aceh (1607-1636), Sultan Agung dari Mataram, juga melakukan monopoli atas perdagangan lada, beras, salpeter, dan sebagainya. Juga dengan korban manusia yang besar. Armada Iskandar Muda mendeportasi, membunuh, dan membakari penduduk-penduduk daerah lada di pantai Malaya pada permulaan abad ke-17. Penduduk dibawa ke Aceh sebagai tawanan perang untuk dipergunakan sebagai tenaga budak dalam jumlah 22.000 orang. Keganasan Sultan Agung dalam mempertahankan monopoli dagangnya di pantai utara Jawa menyebabkan seorang sejarawan menjulukinya "Genghis Khan dari Jawa". Pada perseroan dagang yang bermonopoli selalu ada tiga unsur yang terlibat dan yang saling mempengaruhi dan bersatu. Menurut sejarawan F.B. Braudel, yang pertama adalah negara. Kedua, dunia perdagangan yang berarti perbankan, kredit, dan pasaran -- suatu dunia yang bisa kooperatif atau bermusuhan terhadap monopoli itu. Ketiga, ada komoditi atau daerah yang dijadikan monopoli yang menentukan kondisi monopoli itu. Bagaimanapun, suatu monopoli tetap suatu usaha dan perdagangan dengan banyak risiko. Ada banyak contoh dalam sejarah di mana monopoli gagal karena "proyeksi gagal". Semua negara dan perseroan dagang bermonopoli yang beroperasi di kepulauan rempah-rempah akhirnya gagal dan bangkrut karena kesandung birokrasi sipil, militer, dan dagang yang korup. Bagi VOC, keruntuhannya ini berlangsung setelah 200 tahun, namun bagi beberapa yang lain seperti Portugis atau Sultan Iskandar Muda, proses kehancuran hanya memerlukan sekian tahun. Sebab akhirnya perantara monopoli tidak ada hubungan dengan produsen bahan mentah dan industri pengolahan atau dalam hal monopoli rempah-rempah VOC, perantara monopoli tak ada hubungannya dengan dapur ibu-ibu rumah tangga di Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini