Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Netralitas Politik Aparat Negara dalam Pemilu 2024

Marak intimidasi kepala daerah dan kepala desa agar mendukung Prabowo-Gibran. Netralitas politik aparat negara dipertanyakan.

3 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APARAT hukum yang tidak netral dengan menggalang dukungan untuk pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Umum 2024 makin terbuka. Intimidasi kepada kepala daerah dan kepala desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur berlangsung masif dan terorganisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejadian terbaru terlihat dalam Silaturahmi Nasional Desa Bersatu 2023 di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 19 November 2023. Ribuan kepala desa beserta perangkatnya dari delapan organisasi memberikan pernyataan dukungan untuk pasangan Prabowo-Gibran. Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, hadir dalam acara yang digelar secara besar-besaran tersebut.

Para kepala desa dan perangkatnya, sebagian berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, datang karena dikerahkan polisi. Aparat hukum mengancam mereka yang menolak dengan tuduhan menyelewengkan dana desa. Seorang kepala desa di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, bahkan dipanggil polisi karena mendukung calon presiden lain. Khawatir menjadi tersangka, ia mengalihkan dukungan kepada Prabowo-Gibran. 

Dana desa memang instrumen efektif untuk menggaet dan menekan kepala desa. Sepanjang 2023, pemerintah mengalokasikan Rp 70 triliun untuk 74.954 desa di 434 kabupaten/kota. Selama 2015-2021, tak kurang dari Rp 433,8 miliar dana desa dikorupsi. Sebanyak 729 kepala desa dan perangkatnya menjadi tersangka penyelewengan itu.

Tak hanya dilakukan oleh polisi, indikasi intimidasi juga dilakukan aparat kejaksaan. Seorang kepala daerah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Jawa Tengah mendapat tekanan dari jaksa agar tak mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Di pusat, Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani juga diketahui meminta Badan Pengawas Pemilu mengusut acara calon anggota legislatif Partai Kebangkitan Bangsa di Sumatera Utara yang menampilkan baliho pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

Intimidasi polisi dan jaksa banyak terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena dua provinsi tersebut merupakan basis suara PDI Perjuangan, partai yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. sebagai calon presiden dan wakil presiden. Tim pemenangan Prabowo-Gibran tentu ingin menggerus perolehan suara kompetitor mereka di dua provinsi tersebut.

Pelbagai posisi penting di Jawa Tengah kini diisi mereka yang mempunyai kedekatan dengan Jokowi atau petinggi partai koalisi pengusung Prabowo-Gibran. Misalnya penjabat Gubernur Jawa Tengah, Komisaris Jenderal Nana Sudjana. Pada 2010, ia adalah Kepala Kepolisian Kota Besar Surakarta, kota asal Jokowi dan Gibran. Begitu juga Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, yang pernah menjadi Kepala Kepolisian Resor Surakarta. Adapun Panglima Daerah Militer IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Widi Prasetijono adalah mantan ajudan Jokowi.

Begitu juga dengan Jawa Timur. Presiden Jokowi menempatkan mantan ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Inspektur Jenderal Iman Sugianto, sebagai Kepala Polda Jawa Timur sebulan setelah Partai Demokrat menyatakan bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran pada Oktober lalu. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga pensiun bulan ini. Posisinya bakal diisi penjabat pilihan Jakarta. 

Pelbagai intimidasi tersebut adalah buah rasa tak percaya diri Jokowi terhadap kemampuan Prabowo-Gibran memenangi Pemilu 2024. Melihat sejumlah kejadian intimidasi di pelbagai daerah itu, sulit diharapkan pemilu berlangsung jujur dan adil. Seperti diperkirakan sebelumnya, Jokowi kian tergoda memakai kekuasaan untuk memenangkan anaknya agar bisa terus berkuasa.

Semua yang dilakukan Jokowi dan orang sekelilingnya makin menegaskan ihwal gagalnya tesis “orang baik”—yang pernah menjadi predikat Jokowi pada Pemilu 2014—dalam mengemban amanat demokrasi. Di tangan pemimpin yang “gagal baik”, Pemilu 2024 tampaknya akan menjadi pemilu yang paling buruk sepanjang sejarah Reformasi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Main Aparat Menjelang Pemilu"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus