Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Menentukan Nasib Garuda Sang Pembawa Bendera

Garuda dilanda krisis keuangan di tengah badai pandemi Covid-19. Perlu langkah yang rasional untuk mengatasi masalah maskapai penerbangan nasional.

7 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Imam Yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Maskapai penerbangan dunia tengah menuju jurang kebangkrutan.

  • Garuda juga berada di tengah krisis keuangan akibat pandemi Covid-19.

  • Perlu dipikirkan langkah untuk melakukan audit sebelum restrukturisasi dilakukan.

Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Garuda Indonesia, sebagai sang pembawa bendera alias the flag carrier airline, sedang berada di tengah krisis keuangan dan menghadapi turbulensi akibat pandemi Covid-19. Sebagian besar dari kita akan bersepakat bahwa Garuda harus dipertahankan. Maskapai penerbangan pembawa bendera memang selayaknya dipertahankan, sebagaimana Indonesia, sebagai sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan berpegunungan, akan tetap membutuhkan setidaknya maskapai penerbangan perintis, carter, dan kargo. Semua itu merupakan kebutuhan primer sektor perhubungan udara nasional dalam kerangka merangkai dan merajut persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maskapai penerbangan adalah salah satu korban badai pandemi. Sudah banyak maskapai yang bangkrut. Sebagian yang bertahan pun sudah banyak mengurangi armada dan tenaga kerjanya secara drastis. Maskapai yang mampu bertahan dipastikan adalah maskapai yang beruntung memperoleh dana talangan dari pemerintah dan/atau "investor". Tentu saja dana talangan itu hanya akan bergulir bagi maskapai yang dinilai "sehat" dan memberikan harapan untuk dapat terus berkembang nantinya.

Kenyataannya, maskapai penerbangan dunia tengah berada dalam situasi yang mengantar mereka menuju jurang kebangkrutan. Sampai kapan situasi sulit ini berlangsung akan sangat bergantung pada bagaimana dunia berhasil keluar dari kemelut pandemi. Indonesia tidak terkecuali dan bahkan lebih buruk lagi, karena maskapai penerbangan di Indonesia pada umumnya sebelum pandemi pun sudah berhadapan dengan beberapa masalah serius, terutama di bidang finansial dan manajemen. Dapat dibayangkan betapa sulitnya masalah yang dihadapi sekarang ini oleh maskapai penerbangan di Indonesia. Dengan kondisi maskapai yang "kurang sehat", maka munculnya pandemi, yang menyebabkan arus penumpang turun drastis, telah membuat semua maskapai penerbangan "kelimpungan".

Beruntung bagi Indonesia, masih ada tersisa sedikit peluang pasar, antara lain pada jalur penerbangan domestik, terutama angkutan kargo dan moda angkutan carter, meski agak terbatas. Namun, dengan kondisi perusahaan yang "kurang sehat" dan sudah telanjur besar dengan jumlah pesawat plus sumber daya manusia pendukungnya, dipastikan pengoperasian maskapai penerbangan sekarang ini tidak akan mampu memperoleh keuntungan. Melanjutkan pengoperasian penerbangan dengan kondisi seperti ini sama saja dengan menimbun utang perusahaan tanpa mampu memprediksi kapan keadaan akan berakhir.

Dengan membiarkan saja kondisi yang tengah dihadapi saat ini, mustahil maskapai penerbangan dapat bertahan, kecuali pandemi Covid-19 dapat diatasi dengan cepat. Ibarat banjir yang tengah meluap, permukaan air kini telah mencapai "leher" dari postur tubuh industri penerbangan, terutama maskapai penerbangan di seluruh dunia, termasuk dan lebih-lebih lagi di Indonesia. Dengan demikian, persoalannya sudah bukan lagi menentukan nasib Garuda sebagai maskapai sang pembawa bendera, melainkan bagaimana menentukan nasib jejaring perhubungan udara nasional.

Harus diakui bersama bahwa dunia penerbangan nasional kini tengah berhadapan dengan situasi krisis yang cukup serius. Sudah saatnya kita berpikir untuk segera bertindak secara rasional, yaitu melakukan langkah-langkah penanggulangan krisis secara nasional. Konsolidasi secara menyeluruh dalam penyelenggaraan angkutan udara dalam negeri harus dilakukan dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan penerbangan nasional.

Pengoperasian penerbangan yang "merugi" harus segera dihentikan sebelum masuk ke kondisi yang lebih parah. Semua maskapai penerbangan harus diberi waktu untuk membenahi lebih dulu kondisi perusahaan masing-masing sebelum memulai lagi kegiatannya. Mungkin perlu dipikirkan untuk melakukan audit dan/atau asesmen lebih dulu sebelum langkah restrukturisasi dilakukan. Selama perusahaan belum mencapai kondisinya sebagai sebuah perusahaan yang "sehat", sangat mustahil pasar yang masih tersisa sekarang ini dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Untuk sementara, penyelenggaraan angkutan udara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk semacam satuan tugas angkutan udara dengan menggunakan sarana dan prasarana yang masih dapat digunakan bersama-sama. Dengan penyelenggaraan yang terpusat dalam satu komando, pasar angkutan udara akan dapat dipelihara dan ditingkatkan secara berjenjang tahap demi tahap. Ini paralel dengan pelaksanaan konsolidasi perusahaan maskapai penerbangan dalam proses restrukturisasi, sehingga secara bertahap pula maskapai penerbangan diharapkan akan dapat pulih kembali, yang sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pasar.

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus