Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Mana yang Benar: Orde Reformasi atau Era Reformasi

Pelbagai kerusakan di masa Orde Baru kini kembali. Kita telah memasuki Orde Baru Baru.

8 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelbagai kerusakan di masa Orde Baru kini kembali. Kita telah memasuki Orde Baru Baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Istilah orde antara lain digunakan untuk menyebut sistem suatu pemerintahan.

  • Dimulainya Orde Reformasi telah menandai perubahan di segala bidang.

  • Kondisi sekarang justru mundur dan kembali memasuki Orde Baru baru atau Orbaba.

MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), orde antara lain berarti “sistem (pemerintahan dan sebagainya); peraturan (pemerintahan dan sebagainya); susunan; angkutan”. Dasar untuk memasukkan “angkutan” di sini masih samar-samar. Apa yang diangkut? Tesamoko Tesaurus Bahasa Indonesia memberikan pemahaman yang serupa, yakni “sistem, susunan, tatanan”. Maka dari dulu kita kenal sistem pemerintahan di bawah Sukarno sebagai Orde Lama dan di bawah Soeharto sebagai Orde Baru, yang sering disingkat Orba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah kejadian-kejadian seputar 1998—yang menurut Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra bukan merupakan pelanggaran hak asasi manusia—yang mengakibatkan Soeharto lengser, muncullah harapan baru. Orde Baru, yang begitu menyusahkan banyak orang, akhirnya bergoyang. Rezim militeristik itu tidak bisa bertahan lagi di hadapan tuntutan-tuntutan mahasiswa yang haus akan perubahan. Mereka melawan segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menginginkan kebebasan dalam setiap aspek kehidupan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah reformasi 1998, lahirlah orde ketiga, Orde Reformasi, di bawah B.J. Habibie yang kemudian dilanjutkan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri. Dari awal, istilah orde reformasi ini agak mengganggu saya. Orde Reformasi sering kali digantikan oleh Era Reformasi, yang terasa lebih pas, tapi Orde Reformasi tetap kerap dipakai.

Mengapa istilah ini mengganggu? Dalam benak saya, orde itu terkesan kaku dan stagnan—sesuatu yang susah atau bahkan mustahil berubah ataupun diubah. Inti kata reformasi adalah perubahan atau perombakan. KBBI mengartikannya sebagai “perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara”. Nah, bertentangan, kan?

Barangkali bisa dikatakan bahwa Orde Reformasi adalah sebuah oksimoron, kata atau istilah yang terdiri atas dua bagian yang berseberangan artinya. Kata oksimoron sendiri menarik karena kata ini adalah sebuah oksimoron juga. Berasal dari bahasa Yunani oxys, yang berarti “tajam”, dan moros, yang artinya “tumpul”, kata ini memiliki kontradiksi inheren. Oksimoron lain dalam bahasa Indonesia adalah, misalnya, tambah kecil. Kata tambah, menurut KBBI, berarti “menjadikan (membubuhkan dan sebagainya) supaya lebih banyak (besar, hebat, dan sebagainya)”.

Rentang masa Orde Baru berakhir sangatlah jelas, yakni bersamaan dengan berakhirnya kepemimpinan Soeharto. Tapi kapan Orde Reformasi berakhir? Ataukah ia masih berjalan?

Secara garis besar, reformasi terjadi pada 1998 dan selanjutnya adalah reaksi terhadap rezim sebelumnya. Sementara korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela selama Orde Baru, di Era Reformasi masyarakat menuntut pemerintahan dan birokrasi yang bersih dan bebas dari penyakit-penyakit tersebut. Sementara demokrasi bisa dibilang cacat di bawah Soeharto, pasca-Orde Baru orang memperjuangkan demokrasi yang sebenarnya serta pemilihan umum yang bebas, terbuka, dan langsung. Orde Reformasi antara lain juga menuntut penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, otonomi daerah yang luas, supremasi hukum, dan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Masa depan kelihatan cerah.

Apakah reformasi masih berlanjut saat ini? Sepertinya tidak. Pelaku korupsi lolos atau mendapat hukuman ringan. Kolusi sudah jadi bagian dari politik lagi. Nepotisme meluas di tingkat tertinggi dan merusak demokrasi serta tata negara. Demokrasi mundur dan kebebasan pemilu terakhir dipertanyakan keabsahannya. Hukum dan hakim pun jadi boneka pemerintah.

Beberapa tahun belakangan, Orde Kemunduran muncul di kepala saya. Setelah melihat Presiden Prabowo Subianto omon-omon di depan kawan-kawannya—eh, menterinya—di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, saya sadar bahwa kita sudah memasuki Orde Baru Baru atau Orbaba.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
André Möller

André Möller

Penyusun Kamus Swedia-Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus