Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pagar Surga Neraka

Perbedaan antara kapitalis dan sosialis sangat kentara di Berlin. Si timur, kesejahteraan merata semua keperluan gratis kecuali demokratis. Sedang di barat orang harus hidup adu otak dan bakat. (kl)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Pagar Surga Neraka
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KARENA perang, Berlin dibagi dua oleh pagar yang bisa membunuhmu secara otomatis: kini ia kota gemerlap yang menyimpan kemuraman, sebuah lukisan dramatis. Dalam perjalanan dari Utrecht ke Berlin Barat, lewat Berlin Timur, kawan seperjalanan saya, seorang pelukis, bergumam: Rasakanlah, baru saja kita meleti kematian, warna-warna pucat dan segala yang tak terurus - kini baru kita berjumpa dengan cahaya, warna cerah, darah, kehidupan, dinamika .... Ia sesungguhnya mengemukakan, inilah perbedaan langsung antara negeri kapitalis dan negeri sosialis, antara kecukupan dan kekeringan, antara kemerdekaan dan keterpenjaraan. Lihatlah perbedaan ekspresi wajah mereka: yang murung dan yang liberal, katanya. Dan saya, yang barusan bersama ratusan orang lain antre diperiksa dari keaslian paspor sampai jumlah bulu ketiak, mengangguk-angguk. Jika petugas-petugas Jerman Timur itu punya teknologi komputer untuk tahu persis apa kata hati, tentulah sedikit orang saja yang bisa lolos dan gerbangnya. Rakyat selalu tidak tahu-menahu. Untunglah, di akhir Perang Dunia II itu kita bukan seorang tua yang pada suatu hari berbelanja di Kota Berlin, tapi tiba-tiba tak bisa pulang ke rumah untuk berjumpa kembali dengan sanak famili, karena tahu-tahu saja kita berada di wilayah kekuasaan tentara Uni Soviet, sementara anak cucu kita di daerah kekuasaan tentara Amerika, atau Inggris, atau Prancis. Dan kemudian, dalam hari demi hari frustrasi, belahan barat dan belahan timur dikembangkan menjadi pentas yang berbeda. Sejarah ialah catatan tentang sedikit orang yang menentukan banyak orang. Orang banyak bisa menentukan banyak orang, tapi tak pernah bisa menentukan sedikit orang. Sekarang ini di langit hanya ada dua matahari, yakni yang di kanan dan di kiri. Dan di Berlin, jarak antara kedua matahari itu hanya beberapa meter, tetapi mengandung jarak nilai yang amat jauh berseberangan. Bukalah jendela rumahmu, karena saudaramu di seberang tembok itu pun membuka jendelanya: engkau berdua beromong-omong dalam rasa aneh, trenyuh, dan mengandung kutukan-kutukan. Masing-masing matahari ingin mencahayai, menyejahterakan umatnya, karena itu di antara keduanya selalu terjadi perebutan tanah dan orang-orang untuk disejahterakan. Tak seorang pun dari Jerman Timur boleh keluar wilayahnya kecuali para wakil negara atau jika engkau sudah berusia di atas 60. Tapi benarkah jika pagar malapetaka itu dibongkar, mereka akan lari ke luar? Diperhitungkan paling banyak 15%. Itu pun akan banyak yang kembali lagi ke Jerman Timur. Sebab, ternyata ini bukan soal antara surga dan neraka, melainkan pilihan di antara dua keterbatasan. Di Timur engkau memperoleh kesejahteraan yang merata, sekolah cuma-cuma, jaminan lapangan kerja, kepastian sandang pangan papan, air listrik gratis - tetapi bukan demokrasi, bukan kebebasan bicara. Semua serba diatur negara - engkau tak perlu ikut memikirkan, tak perlu protes. Di Barat, silakan bertanding otak dan bakat dasar kemewahan tersedia, tinggal engkau perebutkan - dan kalau kalah atau malas engkau akan jadi penganggur, seperti saudara-saudaramu yang kini hampir dua juta. Silakan mikir, berfantasi, ngomong, dan berbuat apa saja, meski tetap dalam batas-batas tertentu. Di Timur kehidupan tampak lebih miskin, atau lebih bersahaja dan apa perlunya. Di Barat semua gemerlap, gampang memperoleh apa saja, tak perlu antre. Di Barat orang punya ruang luas mengembangkan pribadinya, sedemikian rupa sehingga makin tak percaya kepada siapa pun, dan akhirnya juga kepada dirinya sendiri. Orang kesepian, menumpahkan hati pada anjing atau kucing, makin tua makin pemabuk, frekuensi bunuh diri terus meninggi. Sementara di Timur engkau hanya massa yang tak berwajah. Engkau bisa lebih tampak santai, karena tak banyak ruwet mikir, karena prosesnya sudah dikebiri. Dan di Barat orang tampak cenderung nervous, kesepian, kosong jiwa, dan putus asa. Jika engkau bertanya kepada seseorang di cafe apa beda Jerman Timur dan Jerman Barat, ia akan berkata "sama saja". Jika orang kehilangan kebebasan berpikir, meski berkecukupan makan, pakaian, dan tempat tinggal, manusianya menghilang, tinggal barisan. Di Timur orang menjadi serpihan baling-baling besar yang disebut sosialisme. Di Barat orang menjadi mesin etos kerja produktif yang sudah mencapai tingkat artifisial. Kedua-duanya terjebak ke dalam tetumbuhan kering akidah materialisme: makhluk paling riil, paling menggiurkan, sekaligus paling pintar menjebak hidup. Mulai dipergunjingkan orang di Eropa kegagalan rasionalisme. Seorang ahli mengemukakan, letak sukses raslonalisme pada kegagalannya - datangnya suatu era ketika orang mulai menoleh ke kata spiritualisme, yang bukan saja perlu didokumentasikan, tapi juga perlu dikenali dan dialami. Di tengah anak-anak muda kota-kota metropolitan Eropa, jangan ngomong soal sosialisme dan kapitalisme. Ngomonglah kebatinan, Zen, Tal Chl, suflsme, Gatoloco . . . sambil mengenangkan diam-diam negara dan bangsa kecil yang sibuk "mengejar ketertinggalan", obsesi kanan obsesi kiri, yang dari hari ke hari tak juga memperoleh keadilan sosial dan tak juga demokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus