Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Partisipasi 1990

Sebuah dialog antara pejabat dengan beberapa orang yang ingin berpartisipasi mengatasi masalah permukiman kumuh di jakarta. tidak terlepas dari motif mencari untung. masyarakat jarang diajak runding.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SELAMAT pagi, Pak!" "Selamat pagi. Apa Anda bernama Partisipasi?" "Benar, Pak. Saya Hasiolan Partisipasi." "Baik. Silakan ceritakan rencana Anda untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Jakarta." "Mau membangun kan perlu tanah. Saya bisa usahakan tanah, Pak!" "Di mana masih ada tanah tersisa di Jakarta?" "Ada saja, Pak. Mau di Pademangan, Duri Utara, Pulogadung, Kebon Jati, Pejompongan, atau di Bendungan Hilir. Ada, Pak, tanah!" "Wah, hebat. Justru di tempat-tempat itu kampung kumuh hendak saya remajakan. Tetapi mana tanah itu?" "Ya, di tempat yang hendak diremajakan, itulah tanahnya, Pak. Kita 'bebaskan' saja dulu tanah itu. Kita bangun rumah susun! Kita minta partisipasi rakyat untuk merelakan tanahnya!" "Duit siapa buat membebaskan?" "Duit Bapaklah. Kan pemerintah tugasnya membangun!" "Ah, calo kamu! Kalau kiat rakyat merelakan tanahnya begitu sih banyak. Cukup!" *** "Selamat malam, Pak. Terima kasih atas kebaikan Bapak memenuhi permohonan waktu dari kami! Perkenalkan saya Toni Piartisipasi" "Selamat malam. Ini bukan kebaikan. Ini tugas saya memecahkan soal permukiman kumuh yang dihuni penduduk rentan Jakarta." "Begini, Pak. Saya bisa menghimpun teman-teman pemodal untuk membantu memecahkan masalah Bapak di bidang permukiman kumuh." "Wah. Mana ada pemodal tertarik urusan kumuh?" "Ada, Pak. Itu tergantung pembicaraan dan pendekatan kita. Yang penting kita bisa kerja sama saling menguntungkan!" "Mana ada kerja sama dengan orang miskin yang bisa saling menguntungkan? Secara mental kita mesti siap berkorban." "Buat pedagang, semua korban harus diubah jadi peluang, Pak!" "Rencana kamu?" "Begini, Pak, hunian kumuh seperti Pademangan, Duri Utara, Bendungan Hilir, dan Pejompongan itu kan prime land, Pak." "Lho, tetapi itu sudah dihuni oleh penduduk begitu padat?" "Justru itu, Pak. Bapak yang membebaskan dari hunian kumuh. Lalu saya yang akan membangun di atas tanah itu. Biar modalnya, termasuk harga tanahnya, dari kongsi saya. Kita kikis yang kumuh." "Lho? Kok enak. Saya menghadapi rakyat. Kamu dapat untungnya?" "Namanya orang dagang, Pak. Yang dicari ya yang untung." "Begini, Pak. Saya ingin mengabdikan kepedulian buat Ibu Kota." "Anda siapa?" "Saya Andi Partisipasi. Saya punya konsep peremajaan kota, Pak. Mungkin Bapak tertarik untuk mendengarkan." "Silakan. Saya selalu tertarik urusan memecahkan soal." "Tanah-tanah hunian kumuh itu kan umumnya ditempati secara liar, Pak. Artinya, mereka tidak punya surat-surat!" "Tapi mereka sudah menghuni di situ puluhan tahun." "Iya, Pak. Mereka tidak akan dirugikan. Meleka harus kita jamin tetap berhak tinggal di daerah yang sama. Malahan haknya setelah peremajaan akan dikukuhkan dengan sertifikat." "Wah, menarik itu. Caranya?" "Rumah mereka sekarang umumnya kan hanya seluas sekitar 50 meter. Luas lantai sebegitu kita bisa jamin. Kita bangun rumah susun, berlantai empat, atau lebih di atas sekitar 20% tanah asalnya." "Wah. Teoretis, masih sekitar 80% tanah yang tersisa." "Itu, Pak, kuncinya. Itulah tanah yang dijual kepada developer untuk prasarana dan bangunan komersial." "Harga tanah di situ kan bisa enam kali harga bangunan murah, per meternya. Biaya sosial tanggungan pemerintah lagi!" *** "Selamat datang! Silakan duduk. Terima kasih atas perhatian Anda tentang masalah kampu~g kumuh di Jakarta." "Saya menaruh simpati pada kesulitan Bapak." "Terima kasih. Anda siapa?" "Saya Budi Partisipasi. Saya sebenarnya pekerja sosial. Tetapi karena kepercayaan, saya punya cukup sumber pembiayaan." "Silakan apa gagasan Anda, saya ingin mendengar." "Begini, Pak. Kita rundingkan dengan penghuni kampung kumuh itu tentang rencana peremajaan. Lalu kita silakan mereka memilih alternatif-alternatif. Kita sertakan pikiran-pikiran mereka. Baru kita bicara soal m~odal dan pelaksanaannya." "Baik sekali rencana itu. Mengikutsertakan penghuni." "Yang penting, ini jangan dibuat ribut-ribut. Saya sudah bicarakan matang dengan semua pihak." "Apa juga sudah dibicarakan langsung dengan penduduk setempat?" "Itu bagian Bapak, selaku pemerintah!" Saya tertegun. Tatkala sampai ke masyarakat setempat, jarang ada pihak yang bersedia menghadapinya untuk berunding. Menakjubkan rakyat kecil ini. Padahal, membangun keberdayaan mereka itulah yang merupakan pendekatan pembangunan kota yang terpenting Termasuk pendekatan peremajaan kampung kumuh untuk mereka, yang hitungan untung ruginya mereka turut memutuskan pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus