DI Italia, kesebelasan top dunia kini sedang perang memperebutkan Pia~la Dunia. Tapi di Bandung, kesebelasan lokal PS Sidolig (Sport In ~De Open Lucht Is Gezond) pekan-pekan ini malah sibuk bertarung dengan induknya, Persib. Yang diperebutkan, uniknya, tak lain dari stadion Persib di Jalan Jenderal A. Yani 286, Bandung. Melalui Pengacara Nawawi, Ketua Umum dan Sekretaris PS Sidolig, M. Ilyas dan Soetopo, menggugat Wali Kota Bandung Ateng Wahyudi, yang juga Ketua Umum Persib Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketua DPRD Kodya Bandung dan PT Anugerah. Tuntutannya tak tanggung-tanggung. Kecuali menuntut ganti rugi Rp 2 milyar, mereka juga menuntut dikembalikannya stadion tersebut. Menurut kedua penggugat, PS Sidolig memperoleh tanah stadion itu -- seluas 14.875 m2 -- sejak 1930, berdasarkan sewa beli dengan negara. Sehari-harinya tanah itu mereka pergunakan untuk berlatih dan bertanding sepak bo1a. Di sekitar lapangan itu, mereka mendirikan bangunan semacam stadion. Nah, karena PS Sidolig sudah menguasai tanah itu selama 30 tahun, sesuai dengan ketentuan pasal 1963 BW, kata Nawawi, praktis tanah tersebut sudah menjadi milik PS Sidolig. Dengan kata lain, PS Sidolig punya hak pakai atas tanah tersebut. Tapi, pada 20 November 1972, tiba-tiba Wali Kota Bandung -- waktu itu Otje Djundjunan -- atas persetujuan Ketua DPRD Kodya Bandung mencabut hak pakai PS Sidolig itu. Setelah menyerahkan penguasaan tanah itu kepada BPN, Wali Kota memberikan hak pakai tanah tadi kepada Persib. Tindakan itu, kata penggugat, jelas melanggar hukum. Sebab, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6/1972, hanya BPN-lah yang berwenang mencabut dan memberikan suatu hak atas tanah negara. Lebih dari itu, "Penggugat tak pernah diajak berunding dan tak menerima ganti rugi," ujar Nawawi. Sebab itu, penggugat mencoba mengadukan masalah itu ke Kotak Pos 5000 -- yang kemudian memerintahkan BPN untuk menyelidiki kasus itu. Toh tak ada kelanjutannya. Bahkan pada 24 Maret 1990, Wali Kota menukar tanah itu, yang dinilai sekitar Rp 5,3 milyar, dengan tanah seluas 53.780 m2 di daerah Caringin, milik PT Anugerah. Memang, PS Sidolig pernah ditawari kompensasi Rp 100 juta, tapi mereka menolak. Sebab, kata Nawawi, harga umum tanah di situ kini sudah Rp 50.000 per m2. Akhirnya, "Biar diselesaikan di pengadilan saja," tutur Nawawi. Menghadapi gugatan itu, Kepala Humas Kodya Bandung, Arrys Sudradjat, menyatakan bahwa pencabutan hak pakai PS Sidolig itu cukup berdasar. "Tanah itu milik pemda, yang mereka sewa sejak 1930. Tapi semenjak revolusi, tanah itu tak diurus dan uang sewanya tak pernah dibayar," kata Arrys. Adapun soal proses tukar-menukar tanah dengan PT Anugerah, sambung Arrys, hal itu karena pertimbangan tak sesuainya lagi keberadaan stadion t~er~sebut, yang terletak di tengah kota, dengan Rencana Induk Kota (RIK). Lagi pula, keadaan stadion itu sudah tak memenuhi syarat untuk ajang pertandingan bola. Dalam tukar-menukar ini, kata Arrys, PT Anugerah harus membuatkan fasilitas dan prasarana stadion di lokasi Caringin itu, plus menambah dana sekitar Rp 320 juta. Belum jelas, apa rencana PT Anugerah terhadap tanah stadion lama itu. Menariknya, M. Ilyas dan Soetopo kini tak hanya berkompetisi dengan Persib dan wali kota, pekan-pekan ini, juga di Pengadilan Negeri Bandung, kedua pengurus PS Sidolig itu digugat R.M. Ali Anggakusuma, yang merasa lebih berhak menjadi ketua umum PS Sidolig. Rebutan kursi ketua PS Sidolig itu, Rabu pekan lalu, sempat membuat panitia kompetisi Divisi I Persib bingung. Pasalnya, kedua pihak sama-sama memboyong kesebelasan berbendera PS Sidolig sewaktu akan bertanding melawan kesebelasan Unilon. Akhirnya, panitia lebih mengakui pasukan Ali sebagai wakil PS Sidolig.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini