Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Anggaran Komnas HAM tinggal separuh setelah terkena kebijakan pemangkasan anggaran Prabowo.
Layanan pengaduan dan pemeriksaan pelanggaran HAM mandek.
Kasus-kasus pelanggaran HAM berat juga tak bisa lanjut akibat ketiadaan bujet.
DAMPAK pemangkasan anggaran menohok pelbagai segi, termasuk perlindungan hak asasi manusia. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 diterjemahkan oleh Kementerian Sekretariat Negara dengan memotong anggaran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dari Rp 112,8 miliar menjadi tinggal Rp 52 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Efek pemotongan anggaran ini bakal berdampak besar terhadap layanan pengaduan, pemeriksaan, serta penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Komnas HAM tak lagi memiliki anggaran untuk memeriksa aduan pelanggaran hak asasi manusia dari pelbagai daerah. Dengan anggaran hanya Rp 5 miliar untuk setahun, para penyelidik tak bisa bepergian ke banyak daerah untuk memverifikasi aduan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelanggaran-pelanggaran hak asasi umumnya terjadi di pelosok. Menurut data Komnas HAM tahun lalu, dalam sehari ada empat aduan konflik lahan yang berujung pada dugaan pelanggaran hak asasi masyarakat adat atau masyarakat lokal. Mereka umumnya terjepit oleh investasi dan banyak proyek strategis nasional.
Dengan menyempitnya dana operasional Komnas HAM, masyarakat adat atau komunitas lokal kehilangan lembaga pelindung. Dengan begitu, kebijakan pemangkasan anggaran secara tidak langsung melanggar hak asasi manusia.
Hukum internasional mewajibkan negara menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia. Memenuhi hak, antara lain, dengan membantu setiap warga negara mendapatkan haknya. Ketiadaan anggaran membuat Komnas HAM sebagai perwakilan negara absen memenuhi kewajiban dalam hukum internasional dan konstitusi Indonesia itu.
Dengan anggaran cekak, Komnas HAM juga tak bisa memantau pelanggaran hak asasi di daerah konflik seperti di Papua. Biaya operasional kantor perwakilan Komnas HAM Papua menyusut dari Rp 500 juta menjadi Rp 160 juta. Sedangkan biaya perjalanan dinas komisioner dari Jakarta tersisa Rp 30 juta.
Layanan pengaduan dan pemeriksaan saksi memang bisa dilakukan secara online. Namun, berkaca pada masa pandemi Covid-19, pelayanan dan pemeriksaan menjadi tak maksimal karena terhambat sinyal Internet. Para korban pelanggaran hak asasi di pelosok juga tak akrab dengan teknologi komunikasi ketika mereka mengadukan pelanggaran hak asasi di wilayahnya.
Saat ini Komnas HAM tengah memeriksa kasus teror dan pembunuhan 31 penduduk Julok, Aceh Timur. Pembantaian yang diduga dilakukan oleh tentara itu merupakan buntut konflik lahan dengan perusahaan sawit PT Bumi Flora pada 2001. Pemeriksaan kasus ini cukup pelik, mengingat kejadiannya telah lama dan bukti-buktinya memerlukan pemeriksaan lapangan.
Komnas HAM bukan satu-satunya lembaga yang kehilangan biaya operasional pelayanan akibat pemangkasan anggaran. Anggaran Ombudsman dan Komisi Yudisial juga dipangkas sehingga pengawasan hakim di daerah atau penyelidikan maladministrasi pemerintahan mandek. Kinerja kedua lembaga ini paling banyak adalah perjalanan dinas untuk memberikan pelayanan.
Buruknya mekanisme pemangkasan anggaran ala pemerintahan Prabowo Subianto ini menunjukkan inkompetensinya dalam mengelola keuangan negara. Sebab, pemangkasan anggaran juga pernah terjadi pada 2016 akibat anggaran cekak. Namun saat itu pemotongan tak menggebyah-uyah, tapi disisir berdasarkan pos tiap kementerian yang tak perlu. Dengan begitu, pengurangan anggaran tak menyenggol pos-pos pelayanan publik yang penting.
Ironi pemangkasan anggaran makin menguat karena hasil pemotongan dialokasikan untuk proyek utama Prabowo, yakni makan bergizi gratis, yang membutuhkan tambahan dana Rp 100 triliun. Semestinya Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani tak memaksakan proyek dengan anggaran besar ini karena anggaran negara sedang cekak akibat penerimaan pajak tak memenuhi target, ekonomi lesu, dan utang jatuh tempo mencapai Rp 1.300 triliun.
Jangan-jangan Indonesia sedang menuju bubar seperti yang diramalkan Prabowo pada 2017. Saat memberikan pembekalan kepada kader Partai Gerindra, Prabowo mengatakan pada 2030 Indonesia bisa bubar karena kekayaan sumber daya alam dikuasai investor asing dan segelintir orang kaya. Dengan mengacu pada data Komnas HAM tentang konflik lahan dan minimnya perlindungan hak asasi akibat pemangkasan anggaran, ramalan Prabowo itu bisa lebih cepat terealisasi dari yang ia prediksi. ●