Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN di bawah Grup Bakrie seperti sedang mempraktikkan ironi yang populer di media sosial: pengutang lebih galak dibanding pemberi pinjaman ketika ditagih. Alih-alih membayar utang Rp 8,79 triliun yang jatuh tempo, empat perusahaan media milik keluarga pengusaha cum politikus Aburizal Bakrie menggugat para kreditor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 20 September 2024, hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permintaan penundaan kewajiban pembayaran utang empat perusahaan media Grup Bakrie hingga 4 November 2024. Empat perusahaan media Bakrie—Viva News, ANTV, tvOne, dan PT Intermedia Capital Tbk yang menjadi pemegang saham mayoritas ANTV—menunggak utang sejak 2013 kepada 12 kreditor luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat tahun terakhir, empat perusahaan Grup Bakrie itu tak membayar pokok dan bunga pinjaman. Seperti cara Grup Bakrie lepas dari krisis di masa lalu, kali ini mereka juga mencoba pelbagai jalan untuk berkelit. Mereka mengajukan permintaan haircut atau pengurangan nilai aset agar mendapat keringanan hanya membayar 20 persen utang.
Para kreditor jelas menolak proposal itu. Sebab, di luar perusahaan media, Grup Bakrie memiliki perusahaan batu bara yang menangguk untung di tengah kekurangan pasokan energi dunia akibat perang. Tahun lalu, pendapatan PT Bumi Resources Tbk, induk usaha batu bara Bakrie, sebesar Rp 14,44 triliun dengan kenaikan laba 4 persen pada semester pertama tahun ini. Laba PT Energi Mega Persada Tbk, induk bisnis minyak dan gas bumi Bakrie, juga naik 26 persen dibanding tahun lalu.
Selain meminta haircut, empat perusahaan media Bakrie menggugat 12 kreditor atas perjanjian kredit memakai jaminan saham. Alasannya, jaminan tersebut tidak sah. Padahal pokok soal kisruh utang-piutang ini adalah Bakrie ingkar membayar pinjaman yang jatuh tempo.
Selain ingkar membayar utang, manajemen Viva dan PT Intermedia belum menyampaikan laporan keuangan teraudit 2023. Pengingkaran laporan keuangan ini membuat saham dua perusahaan tersebut adem ayem di bursa. Namun Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham dua perusahaan ini pada Juli 2024. Bukannya sadar akan sanksi itu, Bakrie malah memasukkan Bursa Efek Indonesia sebagai tergugat.
Kisruh utang-piutang Grup Bakrie itu memantik pertanyaan tentang check and recheck konsorsium bank asing dalam memberi pinjaman kepada unit-unit usaha Bakrie. Seharusnya mereka mengetahui reputasi Bakrie di masa lalu hingga bank dalam negeri pun menahan diri membiayai usahanya. Nyatanya, mereka ringan tangan menggerojokkan utang hingga menanggung akibatnya sekarang.
Penyelesaian utang Bakrie ini akan mempengaruhi reputasi bisnis Indonesia di mata kreditor luar negeri. Apalagi jika hukum dan hakim berpihak kepada Bakrie. Jika gugatan Bakrie terhadap 12 kreditor dikabulkan, hal itu akan menjadi preseden buruk bagi bisnis di Indonesia. Para kreditor akan menganggap hukum di Indonesia berpihak kepada pengemplang utang sehingga tak memberi jaminan berbisnis yang fair.
Indonesia sedang membutuhkan investasi dan kerja sama bisnis untuk menghidupkan ekonomi yang sedang lesu. Penyelesaian utang Grup Bakrie akan menjadi pertaruhan apakah Indonesia masih dipercaya sebagai tempat investasi yang nyaman atau sebaliknya.