ROSE Pandanwangi, biduanita kawakan yang muncul di TIM 17
September yang lalu, mengatakan dunia musik Indonesia kini
suram. "Tidak ada bibit-bibit haru, yang ada sekarang hama
sisa-siss bintang radio tahun-tahun silam," ujarnya kepada
Bambang Bujono dari TEMPO.
Tak heran kalau kemudian dia mengambil sikap yang tegas. Jelas
baginya seorang penyanyi seriosa tak bisa hidup melulu dengan
menyanyi. Kepada keenam puteranya (5 puteri seorang putera) ia
berpesan: "Jangan jadi seniman. Jadi seniman itu berat."
Barangkali itulah sebabnya putera-puterinya tidak ada yang jadi
penyanyi.
Rose isteri pelukis terkenal Sudjojono, pernah menjadi juara
nasional Bintang Radio jenis seriosa 1 kali mengalahkan rival
beratnya Norma Sanger. Dalam usia 49 tahun sekarang ia masih
tampak bernyala tapi kekurangan medan pergelaran. Seakan-akan
bakatnya tersia-sia. Di mana saja muncul, ia selamanya
berhadapan dengan penonlon yang itu-itu juga. Di antara mereka
hampir selalu ada nyonya Adam Malik, Ali Sadikin, Rahmi Hatta
dan nyonya Mohammad Rum. Nama-nama yang tampaknya setia
menguntik musik seriosa dan mudah-mudahan saja bukan
karena basa-basi.
Rose yang sampai sekarang tetap bertahan membawakan lagu
seriosa, klasik Barat dan Negro Spiritual, sebenarnya tidak
sedih, tidak juga kecewa karena minat rakyat lebih berpaling
kepada musik yang "tidak bermutu". Ia hanya tak sabar menunggu
kehadiran kritikus musik Indonesia yang rupa-rupanya belum
lahlr. Dari resensi-resensi yang dibacanya baik dari surat kabar
maupun majalah, ia selalu merasa sedang menghadapi oran-oran
yang kurang menguasai bidang itu. "Saya mengharapkan kritikus
yang baik yang bisa mendorong lebih maju," katanya.
Akhir April dahulu, ia tampil di TIM membantu pergelaran opera
yang menampilkan beberapa pemain opera La Scala dari Itali yang
masyhur itu. Banyak orang mengatakan bahwa penampilannya tidak
memalukan berhadapan dengan pemain-pemain impor itu. Padahal ia
sendiri mengaku terus terang bahwa ia seorang pemalas. Meskipun
begitu jadwalnya setiap hari padat, karena ia memberikan les
menyanyi dan main piano, untuk membiayai hidup. Ia juga harus
mengurus suaminya yang dipanggilnya pak Djon. "Pak Djon itu kan
seniman dari ujung kaki sampai ujung rambut," ujarnya dengan
tersenyum. Maksudnya mahluk itu harus diurus segala
kepentingannya juga.
"Sekarang hampir tak ada lagu-lagu seriosa yang baru," ujarnya
lebih lanjut. Ia memperkirakan itu disebabkan karena komponis
pribumi sangsi siapa nanti yang akan membawakan karyanya. Dari
keadaan yang langka itu ia masih menyebut almarhum Iskar.dar dan
Mochtar Embut sebagai orang yang dapat diandalkan. Terutama
untuk lagu Kisah Mawar Di Malam Hari dari Iskandar serta Setitik
Embun dari Mochtar Embut.
LIA
Terhadap musik pop sekarang Rose berkata: "Banyak suara
kedengaran bagus karena ditopang dengan alat-alat modern."
Sedangkan untuk lagu ia merasakan kesan gampangan, karena
membikinnya juga gampangan. Akibatnya tidak bisa melekat dalam
dan lama pada masyarakat. "Apa-apa kalau susah bikinnya,
hasilnya juga akan berbobot," katanya berteori. Tetapi terhadap
hasil-hasil festival lagu pop yang ada, ia mengakui hasilnya
lumayan. Ia menganggap penilaian juri tidak ngawur. Hanya
saja, setelah dengan sungguh-sungguh merebut tempat juara,
bakat-bakat itu mundur karena tidak mau lagi belajar
meningkatkan mutu. Masih ada harapannya pada Guruh Soekarnoputra
yang dianggapnya bekerja dengan sungguh-sungguh.
Rose kelahiran Ujungpandang. Ia menyanyi sejak di sekolah dasar.
Di zaman Jepang ia berhasil keluar sebagai juara menyanyi di
sekolah. Debut itu merangsangnya terus, apalagi ada dorongan
dari orangtua serta guru sekolahnya. Nyonya Gretschen seorang
Jerman yang menjadi gurunya di Ujungpandang kebetulan seorang
penyanyi. Dasar-dasar yang diletakkan pada waktu itu dilanjutkan
kemudian dalam pendidikan musiknya di Utrecht -- meskipun tidak
sampai mendapat diploma. Sekarang selain menjadi solis Paduan
Suara LIA, ia juga menjadi anggota Orkes Kamar Jakarta.
Melihat besarnya perhatian penonton pada pertunjukan musik, Rose
kini mulai optimis kembali. Sekali peristiwa ia sudah hampir
berhenti menyanyi. Suaminya menjadi penentang utama. Tapi ia
tetap berhenti. Hanya satu bulan. Selama itu ia terus menerus
marah. Akhirnya ia tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia
memang sudah ditakdirkan untuk menjadi penyanyi.
Demikianlah kita masih memiliki seorang penyanyi yang getol
sekarang dengan sisa-sisa masa lampau yang belum pudar. Rose
sendiri, di samping mengakui bahwa Norma Sanger adalah rivalnya
yang paling berat, penyanyi yang dianggapnya memiliki reputasi
baik sampai sekarang adalah Bram dari Hawaian Senior.
Menyanyi dengan sungguh-sungguh sebagaimana yang ditampilkan
oleh Rose dengan lagu-lagunya di TIM mungkin belum dapat
diandalkan sebagai sandaran hidup. Tetapi ia toh mengakui juga,
dari honor-honor yang dikumpulkannya dengan rajin, ia berhasil
membeli sebuah piano baru, meskipun bukan kwalitet nomor satu.
Lumayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini