Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Indonesia masih suram

Rose pandanwangi, 49, penyanyi seriosa kalsik barat dan negro spiritual muncul di tim, mengkisahkan kurangnya minat masyarakat terhadap jenis musik yang dibawakannya. (ms)

23 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROSE Pandanwangi, biduanita kawakan yang muncul di TIM 17 September yang lalu, mengatakan dunia musik Indonesia kini suram. "Tidak ada bibit-bibit haru, yang ada sekarang hama sisa-siss bintang radio tahun-tahun silam," ujarnya kepada Bambang Bujono dari TEMPO. Tak heran kalau kemudian dia mengambil sikap yang tegas. Jelas baginya seorang penyanyi seriosa tak bisa hidup melulu dengan menyanyi. Kepada keenam puteranya (5 puteri seorang putera) ia berpesan: "Jangan jadi seniman. Jadi seniman itu berat." Barangkali itulah sebabnya putera-puterinya tidak ada yang jadi penyanyi. Rose isteri pelukis terkenal Sudjojono, pernah menjadi juara nasional Bintang Radio jenis seriosa 1 kali mengalahkan rival beratnya Norma Sanger. Dalam usia 49 tahun sekarang ia masih tampak bernyala tapi kekurangan medan pergelaran. Seakan-akan bakatnya tersia-sia. Di mana saja muncul, ia selamanya berhadapan dengan penonlon yang itu-itu juga. Di antara mereka hampir selalu ada nyonya Adam Malik, Ali Sadikin, Rahmi Hatta dan nyonya Mohammad Rum. Nama-nama yang tampaknya setia menguntik musik seriosa dan mudah-mudahan saja bukan karena basa-basi. Rose yang sampai sekarang tetap bertahan membawakan lagu seriosa, klasik Barat dan Negro Spiritual, sebenarnya tidak sedih, tidak juga kecewa karena minat rakyat lebih berpaling kepada musik yang "tidak bermutu". Ia hanya tak sabar menunggu kehadiran kritikus musik Indonesia yang rupa-rupanya belum lahlr. Dari resensi-resensi yang dibacanya baik dari surat kabar maupun majalah, ia selalu merasa sedang menghadapi oran-oran yang kurang menguasai bidang itu. "Saya mengharapkan kritikus yang baik yang bisa mendorong lebih maju," katanya. Akhir April dahulu, ia tampil di TIM membantu pergelaran opera yang menampilkan beberapa pemain opera La Scala dari Itali yang masyhur itu. Banyak orang mengatakan bahwa penampilannya tidak memalukan berhadapan dengan pemain-pemain impor itu. Padahal ia sendiri mengaku terus terang bahwa ia seorang pemalas. Meskipun begitu jadwalnya setiap hari padat, karena ia memberikan les menyanyi dan main piano, untuk membiayai hidup. Ia juga harus mengurus suaminya yang dipanggilnya pak Djon. "Pak Djon itu kan seniman dari ujung kaki sampai ujung rambut," ujarnya dengan tersenyum. Maksudnya mahluk itu harus diurus segala kepentingannya juga. "Sekarang hampir tak ada lagu-lagu seriosa yang baru," ujarnya lebih lanjut. Ia memperkirakan itu disebabkan karena komponis pribumi sangsi siapa nanti yang akan membawakan karyanya. Dari keadaan yang langka itu ia masih menyebut almarhum Iskar.dar dan Mochtar Embut sebagai orang yang dapat diandalkan. Terutama untuk lagu Kisah Mawar Di Malam Hari dari Iskandar serta Setitik Embun dari Mochtar Embut. LIA Terhadap musik pop sekarang Rose berkata: "Banyak suara kedengaran bagus karena ditopang dengan alat-alat modern." Sedangkan untuk lagu ia merasakan kesan gampangan, karena membikinnya juga gampangan. Akibatnya tidak bisa melekat dalam dan lama pada masyarakat. "Apa-apa kalau susah bikinnya, hasilnya juga akan berbobot," katanya berteori. Tetapi terhadap hasil-hasil festival lagu pop yang ada, ia mengakui hasilnya lumayan. Ia menganggap penilaian juri tidak ngawur. Hanya saja, setelah dengan sungguh-sungguh merebut tempat juara, bakat-bakat itu mundur karena tidak mau lagi belajar meningkatkan mutu. Masih ada harapannya pada Guruh Soekarnoputra yang dianggapnya bekerja dengan sungguh-sungguh. Rose kelahiran Ujungpandang. Ia menyanyi sejak di sekolah dasar. Di zaman Jepang ia berhasil keluar sebagai juara menyanyi di sekolah. Debut itu merangsangnya terus, apalagi ada dorongan dari orangtua serta guru sekolahnya. Nyonya Gretschen seorang Jerman yang menjadi gurunya di Ujungpandang kebetulan seorang penyanyi. Dasar-dasar yang diletakkan pada waktu itu dilanjutkan kemudian dalam pendidikan musiknya di Utrecht -- meskipun tidak sampai mendapat diploma. Sekarang selain menjadi solis Paduan Suara LIA, ia juga menjadi anggota Orkes Kamar Jakarta. Melihat besarnya perhatian penonton pada pertunjukan musik, Rose kini mulai optimis kembali. Sekali peristiwa ia sudah hampir berhenti menyanyi. Suaminya menjadi penentang utama. Tapi ia tetap berhenti. Hanya satu bulan. Selama itu ia terus menerus marah. Akhirnya ia tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia memang sudah ditakdirkan untuk menjadi penyanyi. Demikianlah kita masih memiliki seorang penyanyi yang getol sekarang dengan sisa-sisa masa lampau yang belum pudar. Rose sendiri, di samping mengakui bahwa Norma Sanger adalah rivalnya yang paling berat, penyanyi yang dianggapnya memiliki reputasi baik sampai sekarang adalah Bram dari Hawaian Senior. Menyanyi dengan sungguh-sungguh sebagaimana yang ditampilkan oleh Rose dengan lagu-lagunya di TIM mungkin belum dapat diandalkan sebagai sandaran hidup. Tetapi ia toh mengakui juga, dari honor-honor yang dikumpulkannya dengan rajin, ia berhasil membeli sebuah piano baru, meskipun bukan kwalitet nomor satu. Lumayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus