Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Perpu yang Tak Perlu

Pemerintah menerbitkan perpu tentang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Tak beralasan, tak ada kegawatan.

9 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1/2007 menyalahi banyak hal. Yang utama, munculnya peraturan tentang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas itu tidak didasari unsur kegawatan. Tidak ada alasan urgen yang mengharuskan pemerintah menerbitkan perpu.

Indonesia, tidak disangsikan lagi, perlu memiliki kawasan perdagangan bebas. Harus diakui, dibandingkan negara-negara tetangga, Indonesia memang tertinggal dalam hal menarik investasi asing. Padahal investasi asing dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menekan tingkat pengangguran. Mengandalkan utang luar negeri hanya mengembalikan ketergantungan Indonesia pada dunia luar—sesuatu yang mestinya sudah berakhir.

Meski demikian, tidak berarti segala tata tertib dan aturan bisa diterabas begitu saja demi tujuan tersebut. Perpu Nomor 1 ini mengamendemen sejumlah pasal dalam UU Nomor 36/2000, salah satunya menyangkut penetapan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Status bebas tadinya ditetapkan dengan undang-undang, tapi sekarang cukup ditentukan oleh pemerintah melalui perpu.

Perubahan itu jelas telah merusak sistem ketatanegaraan kita. Jika suatu daerah dinyatakan sebagai kawasan perdagangan bebas, di sana sejumlah aturan perundang-undangan tidak diberlakukan, antara lain pajak, bea, dan cukai. Jika pemerintah ingin mengesampingkan pemberlakuan undang-undang di suatu daerah, mestinya itu dilakukan dengan mengubah undang-undang, bukan melalui perpu. Secara nyata, dengan perpu ini, pemerintah telah menyerobot kewenangan legislatif.

Banyak yang menyangsikan alasan kegentingan atau darurat ekonomi yang dikemukakan pemerintah dalam menerbitkan peraturan ini. Investasi Indonesia memang kurang jika dibandingkan dengan negara lain. Tingkat pengangguran juga tinggi. Namun alasan itu belum cukup untuk mengumumkan status darurat ekonomi. Negeri ini belum akan bangkrut jika pemerintah tidak mengeluarkan perpu dalam waktu dekat.

Lagi pula, sikap pemerintah sendiri tidak menunjukkan adanya kedaruratan itu. Peraturan itu ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 Juni 2007, tapi pemerintah baru menyerahkannya ke DPR pada 21 Juni. Padahal, berdasarkan Pasal 22 ayat 2 UUD 1945 yang sudah diamendemen, perpu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Sampai akhir pekan lalu, DPR belum menyentuh peraturan itu.

Seandainya DPR tidak setuju, perpu itu tak akan jalan. Tapi lobi dan ”titipan kepentingan” dari pihak yang ingin perpu itu gol dikhawatirkan membuatnya lolos. Tinggallah pemerintah membuat peraturan yang menyatakan seluruh Batam sebagai kawasan perdagangan bebas, juga sebagian (enclave) untuk Bintan dan Karimun.

Risiko politiknya: daerah lain akan menuntut perlakuan yang sama. Pasalnya, banyak sekali keuntungan berdiam di kawasan perdagangan bebas. Siapa pun yang tinggal di sana akan menikmati seluruh fasilitas bebas pajak serta bea dan cukai, termasuk mereka yang tidak ada urusan dengan produksi barang dan jasa. Pendapatan pajak negara akan menurun.

Penyelundupan akan meningkat karena disparitas harga yang besar antara kawasan perdagangan bebas dan daerah lain. Menimbang mudaratnya, lebih baik DPR menolak perpu itu, dan menunggu pemerintah mengajukan revisi UU Nomor 36/2000. Dampak aturan ini sangat luas, sebaiknya jangan bermain di dalam ”gelap”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus