Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Narasi yang berasal dari imajinasi mengenai AI tidak melulu bersumber dari ketakutan dan pesimisme.
Ketakutan ataupun kekaguman berlebihan terhadap teknologi “supercerdas” bukanlah narasi baru.
Narasi tentang sains dan teknologi, termasuk AI, adalah elemen penting yang akan mempengaruhi bagaimana AI dikembangkan.
GEOFFREY Hinton, yang dikenal sebagai “The Godfather of AI”, baru-baru ini meraih Hadiah Nobel Fisika terkait dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Tahun lalu, ia meninggalkan pekerjaannya di Google dan aktif mengkritik perkembangan AI. Geoffrey khawatir akan kemunculan teknologi yang lebih cerdas dari manusia.
Pada saat yang sama, imajinasi kekhawatiran terhadap AI juga sempat mengemuka dalam petisi yang diluncurkan lembaga bernama Future of Life Institute (2023) bertajuk “Pause Giant AI Experiments: An Open Letter”. Petisi ini ditandatangani oleh tokoh-tokoh terkemuka, seperti Stuart Russell, profesor ilmu komputer di University of California; Yoshua Bengio, profesor di Universitas Montreal; penulis Yuval Noah Harari; dan CEO Tesla & X, Elon Musk.
Para tokoh yang menandatangani petisi itu khawatir terhadap makin canggihnya perkembangan AI. Mereka mengingatkan para pemangku kebijakan untuk bersiap mengelola dampak dan risiko yang kelak mungkin terjadi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.