Berita berjudul Apalah Nama itu (TEMPO, 9 Juli, Nasional) aktual dan eksklusif. Protes itu seharusnya tak perlu terjadi, kalau saja Pemda Sumatera Utara secara obyektif memilih mana yang paling sesuai untuk Taman Hutan Raya (Tahura) di Sibolangit tersebut. Akan halnya aspirasi dan protes masyarakat Karo tentang penolakan nama Sisingamangaraja XII, dan permmtaan agar ditabalkan saja nama-nama yang bersifat nasional -- usul disampaikan lewat wakil rakyat di DPR -- cukup wajar dan argumentatif. Kita mengakui, Sisingamangaraja XII adalah milik bangsa Indonesia. Tetapi mungkin, bagi masyarakat Karo, ia tampil agak asing. Ia terasa terlalu abstrak. Sebagai pelaku sejarah di daerah Karo, secara historis, ia tak pernah tampil. Sebagai putra daerah, saya bangga memiliki sang pahlawan. Bangsa kita cukup menghormati jasa-jasanya. Bahkan namanya cukup populer di masyarakat. Sisingamangaraja XII dijadikan nama jalan protokol di hampir seluruh Nusantara kita. Juga pada uang kertas kita pecahan Rp 1.000. Bahkan ada lembaga bernama Sisingamangaraja XII yang berpusat di Medan. Seandainya Raja Sisingamangaraja XII masih hidup, ia, barangkali, tak sependapat atas pencantuman namanya yang berserakan itu. Apalagi, sampai memecah-belah kesatuan dan persatuan bangsa. Hal-hal seperti itu, hendaknya, tak terulang. Sehingga, kesan masyarakat bahwa aparat di daerah sering membabi buta dalam mengusulkan nama proyek, memaksakan propaganda yang belum tentu sesuai dengan aspirasi masyarakat mengaburkan ciri khas suatu daerah, dan pemberian nama seorang pahlawan atau tokoh, yang belum tentu bernada positif. Untuk Taman Hutan Raya itu lebih baik kita carikan alternatif nama lain, yang dapat mendukung promosi pariwisata. Misalnya nama Cagar Alam Sibolangit. Bukankah di samping sejak dulu nama tersebut sudah populer juga berdampingan dengan Bumi Perkemahan Nasional Sibolangit? (Nama dan alamat di Jakarta pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini