Setiap Idul Adha umat Islam beramai-ramai menyembelih hewan kurban. Kebanyakan berupa ternak kambing. Harga kambing kurban, kini, diperkirakan sekitar Rp 70.000. Semua orang Islam tentu ingin berkurban. Bagi mereka yang mampu, tapi belum bisa melaksanakan keinginan tersebut, karena suka mengeluarkan uang tunai sebesar itu, saya mengusulkan upayakan pemecahannya. Pembayaran ternak kurban sesungguhnya tidak harus secara tunai. Bisa dilakukan dengan cara mengangsur dan menitipkan uang kepada panitia penyelenggaranya. Caranya sebagai berikut: Seorang yang berniat menyembelih hewan kurban pada Idul Adha tahun depan, misalnya, maka ia hendaknya mengusahakan menabung Rp 6.000 tiap bulan kepada satu panitia penyelenggara. Dalam tempo 11 bulan, ia, tanpa terasa, dapat mengumpulkan Rp 66.000. Dengan demikian, pada bulan berikutnya, menjelang Idul Adha, ia tinggal menambah sedikit saja. Tabungan hewan kurban itu bisa juga berwujud anak kambing, yang dibeli dengan uang tabungan selama 3 atau 4 bulan. Hasil simpanan sebanyak Rp 18.000 -- 20.000 itu dibelikan anak kambing. Anak kambing itu kemudian diserahkan kepada seseorang atau kelompok masyarakat di desa secara kolektif dan terkoordinasi. Setelah itu terlaksana, uang tabungan bulan berikutnya diserahkan kepada para pemelihara anak kambing tersebut untuk digunakan sebagai biaya pemeliharaan, imbalan (honor) pemelihara, dan keperluan-keperluan lainnya. Jika seorang pemelihara yang ditunjuk (katakanlah gembala) diserahi menggembalakan 15 anak kambing dengan mendapat honor Rp 30.000 tiap bulan, maka biaya pemeliharaan akan menjadi ringan. Sementara itu, para penggembala akan mendapatkan nafkah tetap yang lumayan. Untuk menjaga kalau-kalau ada anak kambing yang agal mencapai persyaratan hewan kurban, maka diperlukan cadangan (faktor risiko) empat atau lima ekor kambing. Jika semua anak kambing mencapai syarat hewan kurban, maka kelebihan kambing persediaan (cadangan) bisa dijadikan bibit untuk diternakkan lebih lanjut. Atau dijual pada hari-hari menjelang penyelenggaraan kurban untuk kas panitia. Dengan adanya tambahan anak kambing sebagai cadangan itu, mungkin, honor pemeliharaan perlu dipertimbangkan lagi jumlahnya. Bila dihitung biaya pemeliharaan, yang rata-rata satu kurban sekitar Rp 3.000 per bulan, berarti masih ada sisa dari angsuran tabungan. Sisanya itu bisa dipergunakan untuk ongkos angkutan ternak kurban dari tempat pemeliharaan ke tempat penyembelihan dan biaya pembuatan kandang. Sistem "kredit kurban" yang saya paparkan itu akan memberikan keuntungan ganda, antara lain, sebagai berikut. 1. Meringankan beban pengeluaran biaya kurban sehingga lebih banyak orang bisa berkurban. 2. Mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Yakni dengan memberikan pekerjaan tetap kepada pemelihara kambing. Sebab usaha pemeliharaan kambing itu akan berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya. 3. Jika hartawan yang di tahun-tahun kemarin sudah melaksanakan kurban dan selanjutnya menjadi pelopor "kredit kurban", maka mereka, insya Allah, akan memperoleh pahala besar. Sebab, di samping pahala kurban, juga ia mendapat pahala amal saleh memberikan pekerjaan kepada para penganggur. 4. Suatu ketika, pemelihara akan berkemampuan membeli anak kambing, yang dapat diternakkan dalam kelompok "kredit kurban" tanpa tambahan biaya dan waktu. Itu berarti menambah kekayaan dan taraf hidupnya. 5. Di tahun berikutnya, angsuran kurban akan lebih ringan, karena tak perlu membuat kandang lagi. Kecuali, bila peserta baru memerlukan kandang lagi. 6. Cadangan kambing yang lebih bisa dijadikan modal lebih lanjut, baik untuk bibit ternak selanjutnya maupun untuk mengisi kas panitia atau masjid. 7. Sistem "kredit kurban" ini lebih mencerminkan pengertian kurban. Sebab, memelihara ternak dari kecil. 8. Bila usaha ini telah berjalan baik, dapat ditingkatkan menjadi kurban sapi, dan selanjutnya peternakan sapi. Lebih jauh usaha ini meningkatkan taraf hidup masyarakat. Siapa mau memulai? GOEGOES SOERACHMAT Jalan Perhubungan 7/45 Jatirawamangun Jakarta 13220
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini