Berita tentang Balai Industri Semarang (TEMPO, 28 Mei, Lingkungan) mendorong saya memberikan tanggapan dan sedikit informasi. Di samping erat kaitannya dengan apa yang sedang kami teliti di Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan, ITB juga ada beberapa bagian dari tulisan itu yang dapat menimbulkan pengertian yang salah bagi sebagian pembaca. Dengan tak mengurangi penghargaan saya terhadap usaha yang dilakukan Jarwanti dan kawan-kawan dalam "merancang" Rotating Biological Contactor (RBC), ada kalimat di artikel itu yang perlu saya komentari. Penggunaan kata suspendi padat sebagai tirjemahan suspended solid, yang berarti "zat atau partikel padat yang tersuspensi dalam cairan" terasa asing sekali bagi saya. Juga, mungkin, bagi kalangan awam. Sebab, biasanya, baik kalangan akademisi maupun praktisi lebih suka memakai kata "partikel padat tersuspensi" untuk kata-kata itu. Lalu, penggunaan kata "diciptakan" dan "buatan" dalam hubungan dengan RBC amat menggelitik kami di Jurusan Teknik Lingkungan, ITB. Kata-kata itu akan lebih cocok bila diganti dengan "dirancang" atau "didesain". Sebab, penggunaan kata-kata itu bisa menimbulkan kesan bahwa Jarwanti dan kawan-kawan merupakan orang-orang pertama yang menemukan RBC yang menggunakan pipa PVC. Desain RBC dengan pipa PVC sesungguhnya telah digunakan dalam penelitian "tugas akhir" di Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan, ITB. TEMPO menuliskan, ". . . hasilnya sebuah alat diberi nama RBC, ...." Kalimat ini cukup sensasional karena seolah-olah nama RBC diberikan oleh Jarwanti dkk. Padahal, RBC adalah nama ilmiah atau teknik yang diberikan kepada sistem pengolah air limbah secara kontak rotasi dengan menggunakan mikroorganisme (proses biologis) untuk menguraikan dan mereduksi bahan-bahan pencemar yang ada dalam air limbah. Beberapa nama lain untuk RBC, biasanya, diberikan pabriknya (sebagai merk dagang) sesuai dengan bentuk media RBC tersebut, antara lain biodisk, biorotor, bionet, dan biofilter. Di bagian lain, ada pernyataan bahwa semakin tebal lapisan slime yang tumbuh pada media tersebut akan semakin tinggi efisiensi alat tersebut dalam mengolah air limbah. Itu tak benar sama sekali. Itu bertentangan dengan prinsip desain, operasi, dan maintenance sistem atau alat tersebut. Dari serangkaian penelitian yang kami lakukan, baru-baru ini, didapatkan bahwa ada ketebalan optimum dari slime (sekitar 1/8 inci), yang akan memberikan eFisiensi optimum (terbesar) pada instalasi RBC. Pada keadaan lapisan terlalu tebal atau terlalu tipis, efisiensi RBC akan lebih kecil dari optimumnya. Saya yakin, Jarwanti dkk. telah terlebih dahulu mempelajari jurnal atau laporan penelitian dari luar negeri tentang RBC sebelum memberikan pernyataan itu. Untuk diketahui saat ini kami dari Jurusan Teknik Lingkungan, ITB, sedang meneliti RBC secara intensif. Itu mulai dari pipa yang berbentuk disk atau cakram pipa sampai yang berbentuk bionet (sarang tawon). Semua penelitian itu menggunakan bahan lokal (bambu, kayu) dan bahan sintetis (PVC, polyetylene). Ini, mungkin, penelitian tentang RBC yang pertama dilakukan di Indonesia, setidaknya, menurut data yang ada di LIPI. Di samping mendapatkan bimbingan dari staf pengajar Jurusan Teknik Lingkungan, ITB, sendiri kami juga mendapatkan bantuan dari IUC (Inter-University Center), yakni seorang ahli bioproses dari Montana State University, AS. Penelitian tersebut dilakukan dengan maksud mengolah air limbah domestik dan air limbah industri. Juga, untuk tujuan itu, penelitian ini bekerja sama dengan sebuah perusahaan AS dan sebuah PMDN. Beberapa tahun terakhir ini, RBC mulai diteliti dan dikembangkan secara intensif oleh negara-negara maju, seperti lepang, AS, dan Eropa. Sebab, RBC memberikan jawaban terhadap berbagai kelemahan sistem pengolahan (biologis) air limbah yang konvensional dalam masalah efisiensi proses, operasi maintenance, dan keterbatasan lahan untuk suatu instalasi pengolahan air limbah di kota-kota besar. Hingga kini, RBC belum diproduksi di dalam negeri. Sehingga, hampir semua komponennya diimpor. Maka, RBC relatif sangat mahal dibandingkan dengan sistem lainnya. Masih sangat sedikit ahli teknik penyehatan atau lingkungan di Indonesia, terutama mereka yang bergerak di bidang air buangan alias limbah. Ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia. FIRDAUS ALI Jurusan Teknik Lingkungan FT Sipil & Perencanaan, ITB Jalan Ganesha 10 Bandung 40135
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini