UNDANG-UNDANG Dasar 1945 mengenal adanya sistem pembagian kekuasaan secara vertikal dan sistem pembagian kekuasaan secara horisontal. Dalam sistem pembagian kekuasaan secara horisontal terdapat lembaga-lembaga tinggi, yaitu Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (MPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA). Dilihat dari posisinya,kelima lembaga negara tinggi tersebut satu sama lain mempunyai kedudukan sederajat. Dalam usaha melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, pembentuk undang-undang telah mengeluarkan bermacam-macam undang-undang tentang lembaga negara tinggi dan tertinggi, dua di antaranya ialah Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung. Sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Dasar, dalamundang-undang yang pertama dikatakan: "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia." Untuk melaksanakan hal itu, "kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan: Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara." Keempat jenis kekuasaan kehakiman itu berpuncak pada Mahkamah Agung. Dengan demikian, Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi. Sebagai pengadilan negara tertinggi, Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain mempunyai tugas dan wewenang itu, Mahkamah Agung masih diberi wewenang lain, yaitu untuk menguji secara material terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang. Artinya, lembaga negara tersebut berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah apabila bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya. Wewenang tersebut dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Itulah sebabnya mengapa beberapa waktu yang lalu, karena belum adanya keputusan presiden yang berkenaan dengan telah tiba saatnya Ketua Mahkamah Agung Ali Said, S.H. memasuki masa pensiun, soal jabatan Ketua Mahkamah Agung sempat menjadi pemberitaan nasional. Seperti tercantum dalam undang-undang, hakim agung, juga Ketua Mahkamah Agung, diberhentikan dengan hormat oleh kepala negara. Hal itu terjadi karena permintaan pejabat yang bersangkutan itu sendiri pejabat tersebut menderita sakit jasmani atau rohani terus-menerus telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun atau ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas. Ketika masalah jabatan Ketua Mahkamah Agung menjadi pembicaraan, usia KetuaMahkamah Agung Ali Said memang telah mencapai 65 tahun. Dilihat dari ketentuan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, usia tersebut telah memenuhi kriteria memasuki pensiun. Tetapi undang-undang juga menyatakan bahwa hal pensiun itu tak berlaku secara otomatis. Artinya, hal itu memerlukan adanya keputusan presiden. Maka, ketika keputusan dimaksud belum keluar juga, wajar bila timbulpertanyaan: "Ada apa sebenarnya?" Untuk mencegah terjadinya kekosongan jabatan Ketua Mahkamah Agung yang demikian penting itu, apakah tidak mungkin pencalonan jabatan itu diproseslebih dahulu sebelum pejabatnya memasuki masa pensiun? Bukankah seperti sudah digambarkan, Mahkamah Agung adalah lembaga negara tinggi yang merupakan puncaksemua jenis dan tingkatan kekuasaan kehakiman? Penundaan terlalu lama keputusan presiden akan berakibat tertundanya pula proses pencalonan jabatan Ketua Mahkamah Agung. Sebab, seperti telah kitaketahui, pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung memerlukan adanya pertimbangan, baik dari pemerintah maupun dari Mahkamah Agung sendiri. Danpertimbangan itu baru bisa dilakukan setelah Dewan Perwakilan Rakyat selesaimemproses calon-calon yang akan diusulkan di antara para hakim agung. Sehubungan dengan pembangunan jangka panjang tahap kedua yang akan menempatkan pembangun an hukum sejajar dengan bidang-bidang lain, seperti ekonomi, politik, sosial-budaya, bela negara, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga agama, masalah keadilan, pemerataan, kesadaran, dan kepatuhan terhadap hukum akan lebih mengemuka serta menonjol. Dengan demikian,pentingnya peranan Mahkamah Agung sebagai puncak semua kekuasaan kehakiman, dalam menegakkan keadilan, akan menjadi lebih penting lagi. *)Penulis adalah guru besar hukum tata negara di Universitas Padjadjaran, Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini