Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bandung Mawardi*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JULIARI Peter Batubara menimbulkan kesibukan bagi pembaca koran. Kebiadaban demi duit itu menambah masalah. Kita mulai bermasalah dalam bahasa. Pemberitaan mengenai kasus suap pengadaan bantuan sosial mengajak pembaca rajin membuka kamus-kamus. Di halaman koran, kata-kata mungkin gampang dimengerti, tapi memicu keraguan. Kita menanggung keraguan bertema sinonim. Kesibukan membaca berita dilanjutkan dengan membuka kamus-kamus atau buku pelajaran bahasa Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kata ditemukan di Jawa Pos, 7 Desember 2020: kutip, sunat, komisi, nyunat, komisi, dan fee. Semua kata itu berkaitan dengan uang. Kata yang sering digunakan adalah fee. Kata itu belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kutipan dari berita: “Juliari harus berurusan dengan KPK lantaran diduga menerima duit haram Rp 17 miliar. Uang sebanyak itu berasal dari fee bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang dibagikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang.” Kompas, 7 Desember 2020, juga menulis istilah fee dalam kasus Juliari Peter Batubara: “Diduga ada kesepakatan fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.”
Kasus menghebohkan bertambah “heboh” dalam pemberitaan di Koran Tempo, 7 Desember 2020. Judul besar dicantumkan di halaman depan: “Pungut, Pungut, Pungut…”. Pilihan kata itu lekas mengingatkan pada kasus-kasus pungutan liar. Sejak dulu, akronim yang sudah diakrabi publik adalah pungli. Pungut atau memungut berarti “mengambil apa yang ada di tanah atau di lantai (karena jatuh dsb)”. Pengertian itu terbaca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996). Pengertian lain: “menarik (biaya, derma, dsb)”. Apakah judul di Koran Tempo bisa dimengerti sebagai tindakan menarik biaya?
Kesibukan pembaca ditambah dengan penulisan kalimat-kalimat mengajak berpikir soal bahasa dan makna: “Menteri Sosial Juliari Batubara ditengarai menyunat bujet bantuan untuk masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada masa pandemi. Ia disebut-sebut menggunakan dana pungutan, antara lain, untuk menyewa jet pribadi buat kunjungan ke sejumlah daerah.” Kita memikirkan pungut, pungutan, dan menyunat. Di Koran Tempo, pembaca juga membaca “potong dana”, “mengutip”, dan “kutipan”.
Kita iseng saja memikirkan pungut menggunakan kamus-kamus lawas. Kita membuka Kitab Arti Logat Melajoe (1940) susunan D. Iken dan E. Harahap. Pungut memiliki arti “mengambil dari pada tanah”. Pembaca menemukan istilah “poengoet salah” mengandung arti “berselisih karena perkara ketjil”. Pungut masih awet sampai sekarang, berbeda nasib dengan “poengoet salah”. Pada 1942, terbit Kamoes Indonesia susunan E. Soetan Harahap, diterbitkan Gunseikanbu Kanri Insatu Kodjo. Kita membaca kalimat: “Menteri itoe memoengoet tjoekai.” E. Soetan Harahap memberi pengertian: “memoengoet tjoekai” itu “menagih bia”.
Pembaca dua kamus lama itu mungkin mengakui mulai mengerti perkembangan arti pungut sejak masa 1940-an. Pembaca makin mengerti dengan membaca Kamus Sinonim Bahasa Indonesia (1988) susunan Harimurti Kridalaksana. Pungut atau memungut memiliki persamaan arti dengan “memilih, mengambil, memetik, menarik, meminjam, mengutip, mengundi”. Di situ, terbaca mengutip. Pungut itu mengutip. Kita membuktikan dengan membaca editorial Koran Tempo: “KPK menyebutkan Menteri Sosial Juliari Batubara mengutip Rp 10 ribu per kemasan bantuan sosial di Jabodetabek. Dengan perkiraan 12 kali penyaluran dan masing-masing 1,9 juta kemasan sejak April lalu, total pungutan itu bernilai jumbo: Rp 228 miliar.”
Kita masih ingin mengerti pungut. Tesamoko: Tesaurus Bahasa Indonesia (2016) susunan Eko Endarmoko adalah bacaan agak meringankan beban bagi pembaca koran-koran berkaitan dengan kasus Juliari Peter Batubara. Buku penting untuk kenikmatan berpikir soal bahasa saat membaca berita-berita dalam Koran Tempo. Pungut sama arti dengan “ambil, angkat, angkut”. Memungut bersinonim dengan “menarik, mengenakan, mengutip”. Pembuatan judul di Koran Tempo perlahan kita pahami. Kalimat-kalimat dalam berita dan editorial makin mengajak pembaca berpikir soal kebahasaan. Kita memastikan bahwa pemberitaan di Koran Tempo memang seru, memicu kesibukan membuka kamus-kamus. Begitu.
*) KUNCEN BILIK LITERASI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo