Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Berita Tempo Plus

Masih Relevankah Transmigrasi Zaman Sekarang?

Arifuddin Hamid

Arifuddin Hamid

Alumnus Magister Perencanaan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, FEB UI. Peneliti Prolog Initiatives.

Presiden Prabowo Subianto menghidupkan lagi Kementerian Transmigrasi. Apa relevansinya?

30 Januari 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Meski program transmigrasi tidak pernah dihapuskan, citra kebijakan ini telanjur melekat dengan Orde Baru.

  • Secara faktual, transmigrasi berimplikasi pada kehidupan ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

  • Kebijakan transmigrasi dipandang menghilangkan keberagaman dan keberlanjutan budaya lokal.

KEMBALINYA nomenklatur Kementerian Transmigrasi dalam Kabinet Merah Putih seperti memutar roda waktu. Pasca-Reformasi, kementerian ini diturunkan statusnya selevel dengan direktorat jenderal, kini Presiden Prabowo kembali mendudukkannya menjadi kementerian, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2024. 

Tentu langkah Presiden Prabowo ini memantik tanya: apakah transmigrasi masih relevan? Perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menetap di kawasan yang diselenggarakan oleh pemerintah, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009, masih menjadi diskursus publik. Meski program transmigrasi tidak dihapus dan punya sejarah sejak era prakemerdekaan, citra kebijakan ini telanjur melekat dengan Orde Baru.

Pada 1972, Menteri Transmigrasi dan Koperasi Subroto dalam pidatonya bertajuk “Strategi Transmigrasi dan Koperasi di dalam Rangka Strategi Nasional” menyatakan misi pokok transmigrasi adalah menghilangkan kemiskinan. Caranya, meningkatkan pendapatan rakyat. 

Program transmigrasi juga bersifat pelopor dan bentuk rekayasa sosial dari pemerintah, sebelum akhirnya terjadi perpindahan penduduk secara mandiri serta spontan. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972 bahwa biaya penyelenggaraan transmigrasi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta transmigran berhak mendapatkan tanah pekarangan dan/atau tanah pertanian.

Jika merujuk pada kondisi historis waktu itu, kondisi perekonomian negara memang sedang sulit. Hiperinflasi yang diwariskan Orde Lama membuat negara nyaris bangkrut. Pemerintah mencari beragam upaya untuk mengatasi persoalan ini, salah satunya menggalakkan perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus