Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Sampah Laut dan Tanggung Jawab Korporasi

Laut Indonesia terancam oleh masifnya sampah yang dibuang dari daratan dan mencemari laut. Didominasi sampah plastik.

1 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sampah plastik mendominasi sampah yang masuk ke laut.

  • Sebanyak 1,29 juta ton sampah plastik masuk perairan setiap tahun.

  • Korporasi perlu bertanggung jawab terhadap sampah plastik dari produknya.

Sampah plastik mendominasi jenis sampah yang mencemari laut Indonesia. Penelitian J.R. Jambeck dkk (2015) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Persoalan sampah ini perlu segera ditangani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, ada 10 juta metrik ton sampah yang masuk ke laut dan 10 persen berdampak pada penyebaran lintas batas. Data juga menunjukkan jumlah kebocoran sampah plastik ke laut 0,27-0,59 juta ton per tahun. Produsen perlu bertanggung jawab terhadap sampah plastik dari produk ataupun kemasannya.


Parid Ridwanuddin

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi

Selain terancam oleh krisis iklim dan beban pembangunan berwatak eksploitatif, laut Indonesia sangat terancam oleh masifnya sampah yang dibuang dari daratan dan mencemari laut. Menurut Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (2018), 80 persen sampah laut saat ini berasal dari daratan dan 30 persen di antaranya termasuk sampah plastik. Setiap tahun, 1,29 juta ton sampah plastik masuk ke perairan dan berkontribusi terhadap akumulasi sampah lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut catatan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut, secara global sampah plastik, yang 60-80 persen dari total sampah di laut, mendominasi komposisi permasalahan pencemaran laut. Hal ini sangat memilukan karena laut telah menjadi "tong sampah raksasa".

Dalam jangka panjang, akumulasi pencemaran sampah di laut akan mengancam keanekaragaman hayati, khususnya beragam jenis ikan. Contohnya, pada 2022, seekor paus ditemukan mati terdampar di Wakatobi. Saluran pencernaannya dipenuhi sampah dengan berat mencapai 5,9 kilogram. Mayoritas sampah di dalam perutnya merupakan sampah plastik.

Keberadaan berbagai jenis ikan, khususnya paus, sangat penting karena dapat menyerap karbon dalam jumlah banyak. Penelitian terbaru yang dilakukan Heidi Pearson, ahli biologi kelautan di Universitas Alaska, menjelaskan bahwa sekitar 2,5 juta paus pada 2010 mampu menahan 210 ribu ton karbon mati (deadfall carbon) per tahun ke lautan dalam. Jumlah tersebut setara dengan menarik sekitar 150 ribu mobil dari jalanan setiap tahun.

Pada Juni 2022, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama sejumlah organisasi lingkungan hidup melakukan brand audit di 11 titik pantai yang tersebar di 10 provinsi. Temuannya menjelaskan bahwa kemasan dari Unilever, Indofood, dan Mayora Indah menjadi tiga besar penyumbang sampah kemasan plastik sekali pakai. Hasil audit juga menemukan bahwa kemasan plastik terbanyak adalah kemasan plastik sekali pakai, yaitu saset, sebanyak 79,7 persen dari total temuan sampah plastik.

Temuan ini menjelaskan bahwa ketiga korporasi itu merupakan kontributor utama pencemaran sampah plastik di lautan Indonesia. Seharusnya temuan ini dijadikan pemerintah sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan penanganan sampah di laut yang selama ini lebih banyak berusaha mengubah gaya hidup masyarakat (culturalist) menjadi penegakan hukum lingkungan, dalam arti menuntut tanggung jawab korporasi.

Pemerintah sebetulnya telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang memuat Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Ironisnya, regulasi ini tidak mewajibkan tanggung jawab korporasi sebagai bagian penting dalam rencana aksinya.

Rencana aksi itu memang menyebutkan strategi meningkatkan efektivitas pengawasan dan pelaksanaan penegakan hukum. Namun, dalam praktiknya hanya mencantumkan kegiatan seperti pemberian reward and punishment kepada pemerintah daerah, pengelola, serta masyarakat atas pelanggaran dan prosedur operasi standar pengelolaan sampah di kawasan pariwisata bahari. Pemerintah tampak tidak memiliki keberanian untuk menuntut pertanggungjawaban dengan memberi sanksi tegas kepada korporasi yang terbukti telah mencemari laut dengan sampah plastik yang mereka produksi.

Meskipun belum memiliki undang-undang khusus, sampah plastik seharusnya dimasukkan ke dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena tingkat bahaya yang ditimbulkannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur sanksi penjara serta denda untuk limbah B3. Pasal 103 menyebutkan sanksi berupa penjara paling lama 3 tahun dan denda sebanyak Rp 3 miliar bagi pelanggar.

Laut bukan tong sampah raksasa. Ia harus diselamatkan dari pencemaran sampah plastik. Hal ini dapat dimulai dengan merevisi Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 yang memasukkan pertanggungjawaban korporasi dengan cara memberi sanksi tegas terhadap korporasi.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan Anda ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Parid Ridwanuddin

Parid Ridwanuddin

Environmentalist WALHI Nasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus