Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Waktu jadi lebih presisi di dunia modern sampai ke nanodetik.
Dalam keseharian, kita justru lebih sering memakai satuan waktu yang luwes.
Ada salah kaprah dalam pemakaian istilah satuan waktu terkini.
SALAH satu pertanyaan yang menjadi tren di Google pada saat pemilihan kepala daerah 27 November 2024 adalah “nyoblos jam berapa”. Rentang waktu mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) memang dibatasi. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2024 tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan kepala daerah, TPS dibuka pada pukul 07.00 hingga 13.00 waktu setempat. Lewat dari waktu itu berarti pemilih tak bisa mencoblos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waktu dapat dibagi-bagi sejak orang Babilonia pada 700 sebelum Masehi menetapkan setahun terdiri atas 12 bulan dan setiap bulan terdiri atas 30 hari berdasarkan pola perubahan posisi bulan dan matahari. Inilah yang disebut presesi (precession), yang terjadi karena gerakan bertahap rotasi bumi pada sumbunya terhadap bintang-bintang yang dianggap tetap. Di zaman modern, waktu dibagi-bagi lebih rinci menjadi jam, menit, detik, milidetik, dan seterusnya. Peluruhan atom yang sangat cepat, misalnya, harus dihitung dalam satuan nanodetik atau sepersejuta detik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun waktu menjadi presisi, tak semua orang menerimanya. Edward T. Hall, dalam buku The Dance of Life: The Other Dimension of Time (1983), membagi setidaknya dua kelompok masyarakat dalam memandang waktu. Kelompok pertama adalah orang yang melihat waktu sebagai satuan presisi, yang disebut sebagai masyarakat monokronik. Bagi mereka, waktu adalah barang yang sangat berharga. Ini, misalnya, tecermin dalam jargon seperti “waktu adalah uang”.
Di sisi lain, ada kecenderungan orang yang memandang waktu sebagai satuan yang dapat dikompromikan. Mereka disebut dengan masyarakat polikronik. Mereka melihat waktu secara lebih longgar. Misalnya, jika membuat janji bertemu, mereka cenderung luwes dengan memakai istilah “agak malam”, “agak sore”, “sorean dikit”, dan sebagainya. Cara pandang demikian memperlihatkan kebudayaan yang cair dan tidak kaku melihat waktu. Istilah “jam karet” adalah contoh terbaik dalam melukiskan bagaimana budaya tersebut bekerja dalam keluwesan memandang waktu.
Konflik terjadi jika dua kelompok masyarakat ini bertemu. Yang satu pasti menuntut waktu yang tepat, sedangkan yang lain justru lebih santai.
Meskipun pandangan monokronik kini lebih dominan, yang ditandai dengan penggunaan waktu yang presisi, dalam kehidupan sehari-hari justru yang polikronik lebih lazim digunakan. Misalnya kita lebih sering menyebut “agak sorean” atau “sekitar jam empat” daripada “pukul 16.00”.
Pandangan monokronik yang matematis kadang kala membuat ungkapan sederhana seperti “jam setengah empat” jadi rumit. Secara berkelakar ungkapan itu dapat dipandang sebagai “pukul 2” karena dua adalah setengah dari empat.
Bahasa Indonesia punya beberapa istilah yang berhubungan dengan hari, seperti kemarin, lusa, dan besok. Ada istilah yang kurang populer, seperti tulat untuk hari sesudah lusa, tubin untuk dua hari setelah lusa, dan cekelong untuk hari kelima setelah hari ini.
Ada pula istilah besok lusa untuk menyebut dua hari sesudah hari ini. Ini sejajar dengan kemarin lusa atau selumbari untuk dua hari sebelum hari ini. Tapi Jerome Polin Sijabat, YouTuber lulusan matematika terapan di Waseda University, Jepang, mempersoalkan makna kemarin lusa. Baginya, kemarin lusa sama dengan besok karena kemarin = -1 dan lusa = +2 sehingga kemarin lusa = -1 + 2 = +1 atau sama dengan besok.
Istilah yang kini populer tapi salah kaprah adalah terkini. Kini berarti pada waktu ini atau sekarang. Ia merujuk pada waktu yang sedang berjalan. Istilah terkini mengandaikan kini itu bertahap atau berada pada rentang waktu tertentu. Ini jelas keliru karena adakah yang lebih kini dari sekarang?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Satuan Waktu"