Hasil penelitian Dr. Soewadi, M.P.H. membuktikan bahwa seks sebelum nikah cenderung mengakibatkan terjadinya problem seks dan gangguan jiwa (TEMPO, 4 Juli 1992, Perilaku). Kesimpulan itu tidak mengagetkan jika itu ditinjau dari hakikat pernikahan. Pernikahan adalah pengesahan secara moral hubungan suami-istri, termasuk hubungan seksual yang sebelumnya tabu dilakukan. Di sini pernikahan berperan sebagai pembeda antara perilaku manusia yang senantiasa harus terikat oleh etika dan moral, dan makhluk lain. Jadi pada hakikatnya, pernikahan itu salah satu perlambang kemanusiaan, di mana di dalamnya terkandung muatan-muatan moral yang tinggi, di antaranya ketenteraman dan cinta kasih (Quran Surat Ar. Rum: 21). Dengan kata lain, melakukan hubungan suami-istri di luar lembaga pernikahan pada dasarnya melecehkan arti kemanusiaan sekaligus menyongsong akibat-akibat buruknya, termasuk kecemasan-kecemasan, rasa berdosa yang berkepanjangan, dan gangguan jiwa lainnya. Belum lagi jika kita tinjau dari hubungan manusia dengan Allah, hubungan seks tanpa ikatan nikah adalah pengingkaran atas petunjuk-petunjuk-Nya. Mudah-mudahan kita, juga pelaku-pelaku hubungan seks pranikah, merasa terpanggil (kembali) untuk menyelamatkan nilai kemanusiaan kita. Tentunya hal itu membutuhkan keseriusan kita untuk menciptakan lingkungan yang jauh dari kecenderungan-kecenderungan ke arah perilaku seks liberal. Bila Dr. Soewandi berpendapat agar kita menghindari hubungan seks pranikah karena risikonya terbukti besar, maka saya berpendapat bahwa melakukan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan adalah menodai citra kemanusiaan sekaligus mengingkari nilai-nilai Ilahiyah. MOHAMMAD NURFATONI Pusat Studi Islam Surabaya Ketintang IV No.5 Surabaya 60243
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini