KAMI membaca berita berjudul Menghela Rotan yang amat simpatik di majalah TEMPO, 15 November, Ekonomi & Bisnis. Sebagai produsen/eksportir sejak 1972, tentu, kami sangat gembira oleh keputusan Departemen Perdagangan yang mengubah tata niaga rotan dengan menghentikan secara bertahap -- mulai 1 Januari 1989 -- total ekspor bahan mentah. Dengan kebijaksanaan pemerintah, sedikit demi sedikit telah pula datang pesanan ekspor barang-barang jadi terbuat dari rotan atau pesanan lokal untuk perabot-perabot dari rotan Manau kelas A yang super. Maklum, hotel-hotel dan restoran-restoran bertaraf internasional harus pula dapat membanggakan semua yang "terbaik", bukan? Namun, alangkah terkejutnya kami tatkala kami ingin memproduksikan barang-barang pesanan, baik untuk ekspor maupun untuk lokal, dan kami ingin membeli rotan, semua eksportir rotan bahan mentah menolak permintaan kami. Sambil menepuk dada (sendiri) mereka mengatakan dengan amat bangga, mereka sedang mengumpulkan rotan dalam jumlah mulai dari 6 container 40ft sampai 30 container dari kualitas paling bagus dan dari segala macam ukuran. Jadi, menurut kami, telah terjadi sebaliknya daripada maksud baik pemerintah, yaitu obral besar atau ekspor bahan mentah secara membabi buta. Ini persis seperti orang menjual kaset kiloan. Tidak percaya? Silakan langsung melakukan "sidak" ke sentra-sentra pengumpulan bahan rotan, eksportir-eksportir, dan kemudian datangilah produksi sentra di Cirebon. Kita ini hanya boleh dengan iba melihat rotan kualitas terbaik: Super A dan Super-super-super diobral ke Taiwan, Filipina, dan negara-negara lain untuk memberikan kesempatan tenaga kerja di negara-negara tersebut, memperluas devisa negara-negara lain setelah negara-negara tersebut menghimpun rotan dari Indonesia dalam jumlah sebesar-besarnya. Maaf, belum sampai 1 Januari 1989. Tapi kalau cara ini diteruskan, tidak sampai 1 Januari 198t7 semua rotan akan punah diangkut dari Indonesia. Kita, pengusaha eksportir kecil, hanya kebagian rotan berkualitas C, D, sampai X ke bawah. Padahal, setiap kali dipacu untuk menghasilkan barang-barang bermutu ekspor, tentu dengan kualitas rotan bermutu ekspor yang pilihan, bukan? Bukankah sebaliknya yang harus dilakukan? Yaitu rotan kualitas super A dan A serta B yang harus dilarang diekspor. Bila pemerintah tidak segera menghentikan ekspor bahan-bahan rotan bermutu paling baik, kami khawatir para importir barang jadi dari rotan yang sejak tahun lalu mengunjungi Indonesia, dan merupakan potential buyers seperti dari Eropa, Amerika dan Jepang, akan berbalik lagi ke Taiwan dan Filipina untuk melakukan inquiries di sana. Sebab, Taiwan dan Filipina telah memiliki stok besar kiriman dari Indonesia. Untuk itu, kami mengimbau kepada pemerintah: Setop ekspor rotan kualitas super A-B dan segala kualitas baik untuk membuat barang jadi dari rotan untuk ekspor. Himpunlah rotan sebanyak-banyaknya untuk Indonesia. Semoga bank-bank pemerintah jangan terlalu bermurah hati kepada eksportir bahan mentah dengan memberi fasilitas kredit sebesar-sebesarnya. Bantulah atau pikirkanlah, kini, kredit investasi untuk mendirikan pabrik-pabrik raksasa di bidang industri rotan. NY. T. ABDULKADIR DJAELANI Direktris Indonesian Originals Jalan Kencana Permai VI/21 Pondok Indah, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini