Sihanouk, Klenik, dan Perundingan Paris ASVI WARMAN ADAM* DALAM menganalisa masalah politik dan ekonomi Kamboja, pengamat Barat umumnya melupakan atau mengesampingkan kepercayaan yang berakar di tengah masyarakat. Ada anggapan umum bahwa Budhisme di Kamboja sebagai satu-satunya faktor religius yang perlu diperhitungkan. Padahal, ada hal-hal yang berkaitan dengan praktek magis makhluk halus, astrologi, dan lain sebagainya yang bersifat supranatural, yang sangat dihayati oleh orang Kamboja pada semua lapisan. Meskipun gejala serupa juga ada pada bangsa Asia lainnya, intensitasnya di Kamboja relatif lebih tinggi. Beberapa peristiwa penting dalam bidang politik (dan ekonomi) tidak terlepas dari unsur klenik ini. Pada 1950-an sehabis upacara resmi kerajaan, dukun istana meramalkan akan terjadi kekeringan pada tahun mendatang, panen banyak yang gagal. Pemerintah pun segera menyetop ekspor beras. Di kalangan pejabat dan pengusaha, astrolog dipandang sebagai profesi yang sangat terhormat. Hampir semua politikus Kamboja, termasuk yang berpendidikan Barat sekalipun, mempunyai "dukun". Profesi satu ini memang mendatangkan duit. Tetapi kalau salah meramal atau nujuman itu tidak berkenan di hati sang pembesar, bisa-bisa nyawa melayang. Ini dialami oleh dukun yang jadi langganan Dap Chhuon, seorang gubernur Kamboja. Dukun itu meramalkan kejatuhan sang gubernur. Walaupun ramalannya ternyata tepat, dukun itu terpaksa mengorbankan jiwanya. Di istana Phnom Penh ada beberapa dukun yang bertugas menetapkan hari baik, bulan baik, untuk pelaksanaan upacara resmi kerajaan. Mereka juga menentukan hari dan jam yang baik bagi Raja bepergian, kapan dilakukan kremasi di lingkungan istana, serta menetapkan hari pemilihan umum. Yang cukup menyulitkan adalah mengatur hari keberangkatan Pangeran Sihanouk ke mancanegara: bagaimana mencocokkan jadwal yang sudah ditetapkan oleh perusahaan penerbangan (asing) dengan petunjuk dukun istana. Penulis tak memperoleh info jalan keluar bila jadwal ternyata bertentangan. Tidak lama sesudah memangku kekuasaan, Jenderal Lon Nol menyampaikan pidato radio, yang antara lain menganjurkan agar "saudara-saudara sebangsa setanah air mempelajari ilmu-ilmu kebatinan dari masa lampau, untuk mengalahkan musuh-musuh ... " Ketika Pangeran Sihanouk lahir, dukun istana meramalkan bahwa dia akan mati muda jika tidak dipisahkan dari orangtuanya. Sebab itu, dia diasuh oleh buyutnya Chan Khun Pat sampai berusia tujuh tahun. Sewaktu Sihanouk dikudeta, kalangan istana konon melihat buaya-buaya putih muncul di pinggir Phnom Penh. Kejatuhan Sihanouk pada 1970 sebetulnya bisa pula ditilik dari hal-hal yang supranatural ini. Memang Sihanouk telah melakukan beberapa kekeliruan besar dalam bidang politik dan ekonomi sejak 1967. Oposisi yang serius berkembang di kalangan intelektual dan mahasiswa, pemberontakan petani meletus di sana-sini, kaum komunis pun melakukan gerakan bawah tanah. Sebagian kelompok ekstrem kanan yang didukung oleh CIA menunggu saat yang tepat untuk merebut kekuasaan. Akan tetapi kaum mandarin, para pejabat, dan pengusaha tidak dapat menerima penggulingan kekuasaan itu hanya dengan alasan despotisme, kelembekan sikap Sihanouk atau manajemen negara yang salah urus, dan seterusnya. Raja menerima takhta dari para dewa, hanya dewa pulalah yang bisa memberikan tanda-tanda bahwa mandat dari langit itu akan dicabut. Secara kronologis inilah beberapa peristiwa yang dilihat orang Kamboja sebagai pertanda akan terjadinya drama tragis yang melanda negeri itu: -Januari 1969, Pangeran Sihanouk memutuskan untuk membuka sebuah kasino besar di pinggir Sungai Mekong. Beberapa minggu kemudian di mana-mana sudah beredar sebuah ramalan yang berasal dari naskah kuno: "Menara-menara terbuat dari perak dan emas berdiri di Sungai Mekong, sungai itu mengalirkan darah, sang pangeran berangkat ke tempat pengasingan dan kerajaan dilanda kedukaan." -Beberapa bulan kemudian, para dukun istana meramalkan Sihanouk akan meletakkan kekuasaannya pada akhir 1969, "jika ia tidak mengurangi pengaruh jelek dari keluarga kerajaan dan orang-orang di sekelilingnya." -Tanggal 21 Desember 1969, kepala negara Kamboja meresmikan pembukaan stasiun kereta api baru di Sihanoukville (atau Kompong Som). Keesokan harinya, atas permintaan Sihanouk, sebuah kereta api khusus mengangkut gratis penduduk yang ingin menyaksikan arsitektur bangunan stasiun yang mengagumkan itu. Ternyata, kereta api itu meluncur keluar rel, 80 orang tewas dan luka-luka. -Sihanouk merasa sangat terpukul, ia memutuskan pergi menenangkan pikiran pada salah satu rumah istirahatnya di Kompong Sela. Pada saat ia tiba di sana, ia melihat seekor tupai (yang dianggap binatang pertanda jelek) berlari dan bersembunyi. Sekelompok pendeta Budha dari wihara terdekat dipanggil untuk melakukan upacara mengusir roh jahat. Ini berlangsung satu hari penuh. Kemudian perintah diberikan untuk menebang pohon besar tempat tupai itu bersembunyi malangnya lagi, sang penebang kena timpa patahan pohon tersebut. Pertanda buruk yang datang beruntun ini betul-betul menusuk perasaan Sihanouk dan pembantu dekatnya. Meskipun sudah diperintahkan untuk tidak membocorkannya kepada siapa pun, toh peristiwa ini segera diketahui kalangan istana dan lingkungan politik tingkat atas Kamboja. Demikianlah beberapa kejadian tahun 1969 sebelum Sihanouk digulingkan. Angka 69 ini betul-betul menentukan bagi Sihanouk. Setelah 21 tahun dilanda perang berkepanjangan, Sihanouk pun dengan penuh semangat mengatakan pada pers bahwa perjanjian perdamaian Kamboja itu akan dilaksanakan di Paris 31 Oktober 1991, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-69 sang pangeran. Jadi, tanggal itu sudah dihitung oleh Sihanouk dan konsultan paranormalnya, tapi harinya dimajukan oleh Ketua Bersama Perundingan Paris (Prancis dan Indonesia) menjadi 23 Oktober. *Peneliti pada Pusat Penelitian Wilayah LIPI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini