Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono sesungguhnya tak punya pilihan selain mengambil alih tanggung jawab kebijakan penyelamatan Bank Century. Sebagai orang nomor satu pemerintahan negara yang menganut sistem presidensial, di pundak Presidenlah terletak tanggung jawab semua kebijakan eksekutif. Para menteri hanya membantu presiden menjalankan program sesuai dengan kebijakan yang digariskan.
Walau agak terlambat, Presiden harus berani ”pasang badan” melindungi dua orang kepercayaannya yang kini menjadi sasaran tembak Panitia Khusus Hak Angket Century, yakni Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bila benar Yudhoyono merencanakan sebuah pidato di depan rakyat tentang bailout Century, diharapkan ia tegas menjelaskan posisinya. Bahwa dialah pihak yang berkewajiban memikul risiko apa pun yang muncul dari kebijakan penyelamatan Century.
Keberanian membela anak buahnya itu seharusnya muncul sejak awal. Ketika Pansus ramai berdebat perlu-tidaknya menghadirkan Kepala Negara, tak ada salahnya dia bicara. Kalaupun para politikus Senayan ternyata bersikap tak terpuji selama berhadapan dengan Presiden, yang memang harus dihormati, toh rakyat bisa menilai mana loyang mana pula emasnya.
Jika Presiden berani mengambil oper risiko itu, niscaya banyak nilai plus untuk Yudhoyono. Ia akan dicatat sejarah sebagai pemimpin berjiwa ksatria yang siap berada di depan dalam situasi kritis manakala kebijakannya diserang habis-habisan. Ia akan dikenang sebagai pemimpin andal yang tampil manakala pembantunya sebagai ”terperiksa” seperti diinterogasi—lengkap dengan kata-kata kasar sebagian legislator.
Betapapun bisingnya, kegaduhan politik ini bisa menyehatkan demokrasi kita manakala pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif bertindak proporsional. Panitia Khusus perlu membuka mata perihal kelemahan kebijakan penyelamatan Century itu. Sebaliknya, Presiden juga harus menjelaskan kebijakan penyelamatan yang menelan dana Rp 6,7 triliun di bank gurem itu.
Yudhoyono mempunyai kesempatan bagus untuk melakukannya karena sejauh ini tak ada pelanggaran pidana—misalnya menerima aliran dana haram atau memperkaya diri atau orang lain lewat penyelamatan Century—ditemukan atas para pembantunya. Bahkan, tidak seperti desas-desus yang berbiak cepat, belum ditemukan aliran dana Century untuk partai penyokong Presiden atau keluarga Istana.
Penegasan Presiden ini penting untuk menggarisbawahi bahwa kebijakan menyelamatkan bank gagal berdampak sistemik oleh pembantunya itu sudah benar dan atas sepengetahuannya.
Ranah politik memang tidak steril dari pelbagai kepentingan jangka pendek. Pasti ada kekuatan politik yang sedang berpikir untuk menjatuhkan Presiden dalam kasus Century ini. Tapi, bila demi kekuasaan Presiden harus mengorbankan pembantunya yang tak bersalah—melalui reshuffle kabinet atau barter atau pertukaran bentuk apa pun—perlu disadari bahwa ”rongrongan” lawan politik itu tak akan berhenti sampai di situ. Target berikutnya pastilah kursi yang sedang diduduki Presiden sendiri.
Karena itu, Presiden harus secara terbuka menyatakan tutup pintu untuk tawar-menawar ini. Bila Yudhoyono menegaskan tak akan mencopot Boediono dan Sri Mulyani, posisi itu niscaya akan merontokkan upaya sebagian anggota Panitia Khusus yang terkesan ngebet menjatuhkan dua orang itu ketimbang mencari kebenaran.
Proses politik skandal Century sebentar lagi akan berakhir. Kalaupun, misalnya, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan rekomendasi terhadap pejabat tertentu yang diduga bersalah dalam proses bailout, tak usah panik. Hal itu harus dipahami sebagai sebuah pernyataan politik atas hasil penyelidikan. Kebenarannya harus diuji lebih jauh.
Bila Panitia Khusus menduga ada pelanggaran pidana, temuan itu harus dibawa ke ranah hukum. Proses hukumlah yang bisa memastikan apakah seseorang bersalah atau sebaliknya. Komisi Pemberantasan Korupsi bisa mengambil peran penting kalau dalam skandal ini ada indikasi korupsi. Polisi dan jaksa juga bisa menindaklanjuti rekomendasi Pansus jika sekiranya diduga telah terjadi kejahatan perbankan.
Setelah itu, tinggallah Presiden dan partai pendukungnya mengevaluasi koalisi partai penyokong pemerintah yang ternyata semu. Kasus Century semestinya membuka mata bahwa koalisi pendukung Yudhoyono tak ubahnya kumpulan ”musuh dalam selimut” yang siap menikam dari belakang. Terlalu naif bila koalisi dipertahankan, sementara tusukan demi tusukan terus dihunjamkan ke kubu yang berkuasa.
Presiden Yudhoyono harus berani menegaskan sikap untuk tidak lagi berkompromi. Apa pun risikonya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo