Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Soal konglomerat nonpri

Tanggapan pembaca mengenai laporan khusus tempo, 22 januari 1994. setiap kebijaksanaan pemerintah selalu menguntungkan nonpri. wajar kalau mereka disertakan dalam pembiayaan pembangunan

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya ingin menanggapi Laporan Khusus TEMPO, 22 Januari 1994, sebagai berikut: 1. Dalam munas Kadin lalu, pihak Kadin pernah menyatakan bahwa formulir pendaftaran yang dibagikan kepada konglomerat nonpri tidak banyak yang dikembalikan. Sehingga hasil keputusan Munas menunjukkan peranan konglomerat nonpri sangat minim. Peranan minim ini, bila dilanjutkan terus, tentu akan memperkuat anggapan tradisional yang berkembang di kalangan pribumi, bahwa solidaritas sosial atau kebangsaan nonpri tidak bisa diharapkan. Suatu keadaan yang bisa mengganggu jalannya pembangunan. 2. Saya memandang serius masalah di atas. Untuk itu, saya mengimbau agar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Kadin, menjernihkan masalah tersebut. 3. Benarkah, seperti dikatakan Yusuf Wanandi dalam Laporan Khusus TEMPO, 22 Januari, bahwa para konglomerat nonpri hanya diperlukan uangnya? Sejarah telah membuktikan, sejak dulu kaum pribumi, secara sosial dan kultural, bisa menerima kehadiran nonpri di tengah-tengah mereka. Bahkan sampai lapisan bawah masyarakat kita bisa hidup berdampingan secara damai. Ini juga terjelma dalam hubungan bisnis antara pri dan nonpri. Yang menjadi persoalan pokok dan sangat dicemaskan oleh para cendekiawan bangsa kita saat ini, kenyataan bahwa hasil pembangunan selama ini lebih banyak dinikmati oleh nonpri ketimbang pribumi. Itu dirasakan tidak adil oleh kaum pribumi. Untuk itu, saya mengimbau saudara kami dari nonpri (termasuk Yusuf Wanandi), agar merenungkan secara objektif dan rasional, apa benar perasaan yang hidup di kalangan pribumi itu. Lalu, setelah itu, disusun langkah-langkah positif, sehingga dalam PJPT II nanti hasil pembangunan dapat dinikmati bersama secara adil. 4. Jika pada saat ini konglomerat nonpri sangat diharapkan penyertaan uangnya untuk pembangunan, hal itu karena adanya kenyataan dan sebab tertentu. Misalnya, hampir semua kebijaksanaan politik, ekonomi, dan bisnis sejak masa penjajahan Belanda sampai sekarang selalu memberikan angin untuk mengalirnya kekayaan atau penghasilan nasional ke kantong-kantong nonpri. 5. Kebijaksanaan terhadap golongan kecil atau lemah yang lahir dari ancangan (approach) kurangnya dana, keterampilan, kualitas, dan pengetahuan pasar perlu dikaji ulang. Soalnya, kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa pengusaha kecil (informal, gurem, pemulung, kaki lima) adalah kelompok yang paling tahu pangsa pasar, kualitas, mempunyai keterampilan atas komoditi yang mereka tangani, dan mempunyai modal likuid yang cukup untuk format usahanya yang sederhana itu. Bahkan, dalam kerangka bisnis di bidangnya, mereka terkenal sebagai cash master. Tepatnya, barangkali, kredit baru diperlukan oleh pengusaha kecil yang sedang tumbuh, sama halnya dengan pengusaha besar yang sedang berkembang. Jadi, orientasi hendaknya diarahkan ke pembauran untuk menutup kesenjangan struktural dengan secepat-cepatnya. A. BACHAR MU'IDPengusaha Kecil di Pasar Tanah Abang Jalan Kemanggisan Ilir V 45 Jakarta Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus