Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sampah Indonesia terus menumpuk dan sedikit yang didaur ulang.
Penegakan aturan persampahan belum berjalan baik.
Pemerintah belum punya strategi pengurangan sampah yang komprehensif.
INDONESIA darurat sampah. Presiden Joko Widodo menyatakan hal itu sejak 2015. Tapi pemerintah tak kunjung punya solusi sistematis dan komprehensif atas masalah sampah yang makin gawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan timbulan sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 68,5 juta ton. Angkanya akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Itu pun belum menghitung sampah yang dibuang sembarangan, seperti sampah plastik di sungai-sungai yang akhirnya mencemari laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah daerah, sebagai penanggung jawab utama pengelolaan sampah, umumnya hanya berkutat pada penanganan di hilir. Mereka masih mengandalkan pola konvensional dengan menumpuk sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di lahan terbuka. Cara kuno ini tak bisa dipertahankan lagi karena cepat atau lambat "bak sampah raksasa" itu akan penuh.
Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan pemerintah Jerman terhadap pengelolaan sampah di Kota Cirebon, Malang, Bukittinggi, Jambi, dan Denpasar serta Kabupaten Bogor pada 2022 menggambarkan masalah yang akut. Kajian itu menemukan rata-rata 72 persen sampah berakhir di TPA dan 17 persen bocor ke lingkungan. Sampah yang didaur ulang hanya 11 persen. Akibatnya, sampah terus menggunung. Satu dari enam daerah itu harus menutup TPA mereka tahun ini. Lima daerah lain juga harus menutup TPA mereka dalam dua-empat tahun.
Sejumlah daerah kini berupaya memilah dan mengolah sampah yang tiba ke TPA. Di antaranya ada yang mengolah sampah menjadi bahan bakar arang dengan teknologi refuse-derived fuel (RDF). Sekilas hal itu tampak sebagai terobosan. Tapi hanya sebagian kecil sampah yang dapat diolah. Selain itu, prosesnya tetaplah menghasilkan emisi karbon yang mencemari udara.
Peraturan mengenai persampahan sebetulnya sudah tersedia. Di antaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Aturan itu mewajibkan setiap orang mengurangi dan mengelola sampahnya. Industri juga wajib menarik kembali sampah produk mereka dan mendaur ulangnya.
Faktanya, aturan itu berhenti di atas kertas. Lemahnya penegakan aturan membuat para pihak cenderung mengabaikan kewajiban masing-masing. Hal ini diperburuk dengan tak adanya strategi pemerintah daerah untuk menangani sampah secara tuntas. Seakan-akan dengan membangun TPA, kewajiban mereka sudah terpenuhi.
Artikel:
- Problem Ruwet Mengolah Sampah
- Sejauh Mana RDF Sampah Jadi Solusi
- Apa Itu Teknologi RDF Sampah
- Dua Solusi Menangani Sampah
Pemerintah pusat tak cukup menyatakan darurat sampah. Perlu strategi pengurangan sampah dengan drastis secara nasional. Penanganan sampah harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Di hulu, rumah tangga harus mengurangi dan memilah sampah harian. Industri juga demikian. Di hilir, perlu lebih banyak terobosan untuk mendaur ulang sampah. Jangan lupa, strategi pengurangan sampah itu juga harus sejalan dengan mitigasi krisis iklim melalui model pengolahan sampah yang mengurangi emisi karbon.
Sampah adalah masalah kita bersama. Tanpa langkah nyata dan segera untuk menguranginya, "bom waktu" bencana sampah akan meledak tak lama lagi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo