Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Kalau Reformasi Birokrasi Mau Cepat, Harus Digital

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Azwar Anas mendorong digitalisasi pelayanan publik dalam program reformasi birokrasi.

26 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Digitalisasi akan meningkatkan pelayanan publik dan menekan angka korupsi.

  • Mal pelayanan publik digital akan diluncurkan secara serentak di lebih dari 100 kota dan kabupaten.

  • Azwar Anas mendorong digitalisasi di semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengibaratkan dirinya pemain sepak bola babak kedua. "Masuk menit ke-17 dan banyak urusan," kata mantan Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, itu kepada Abdul Manan dan Iwan Kurniawan dari Tempo pada Kamis, 2 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo melantiknya menjadi Menteri PAN-RB pada 7 September 2022 setelah menteri sebelumnya, Tjahjo Kumolo, wafat karena sakit. Azwar punya waktu kurang dari dua tahun untuk menyelesaikan agenda-agenda kementeriannya. Salah satu caranya adalah menerapkan pelayanan digital di lembaga-lembaga negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari itu, Azwar bolak-balik ke tiga ruangan di kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta, untuk mengikuti rapat dengan sejumlah pihak. Salah satunya perwakilan Bank Mandiri. Kementerian PAN-RB sedang menyiapkan digitalisasi pelayanan publik. Azwar yakin sistem pemerintahan berbasis elektronik bisa mengurangi korupsi dan mempercepat pelayanan pemerintah.

Untuk mendorong digitalisasi, pemerintah akan meluncurkan mal pelayanan publik digital secara serentak di lebih dari 100 kota/kabupaten pada Mei mendatang. Prioritas Menteri Azwar Anas adalah layanan digital kependudukan, pencatatan sipil, dan kesehatan.

Apa tugas utama Anda sebagai menteri di pengujung periode pemerintahan Presiden Jokowi?

Salah satu masalah kita itu layanan. Birokrasi ini instrumen negara untuk menyelesaikan banyak urusan. Birokrasinya mesti beres, perlu direformasi. Tapi mereformasi ini, kalau mau cepat, bareng dengan digital. Di luar, digitalisasi sudah dahsyat. Digitalisasi mendisrupsi banyak hal, termasuk lapangan kerja. Giliran birokrasi, kita malah menambah orang, padahal di luar mengurangi pegawai.

Apa targetnya?

Reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi sekarang ada yang tematik. Satu, penanggulangan kemiskinan. Dua, peningkatan investasi. Tiga, digitalisasi administrasi pemerintahan dan percepatan prioritas presiden. Percepatan prioritas presiden ini ada dua, yakni belanja produk dalam negeri lewat E-Katalog dan pengendalian inflasi. Kenapa Indonesia hebat inflasinya? Karena daerah-daerah turut serta (berkontribusi). Hampir setiap minggu ada pertemuan Zoom mengecek inflasi di kabupaten/kota sama belanja E-Katalog sehingga inilah yang disebut "reformasi berdampak".

Digitalisasi yang mesti jalan adalah pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Kami menyiapkannya. Tapi ini tak mungkin dikerjakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sendiri. Maka kami bagi sesuai dengan peraturan presiden. Kementerian yang di bawah kementerian koordinator akan diberesin digitalisasinya. 

Seperti apa digitalisasinya?

Di sini prioritasnya terkait dengan integrasi sistem laporan. Beberapa hari lalu kami rapat di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Mereka punya sistem masing-masing. Kondisi saat ini belum optimal dalam pertukaran data dan penanganan perkara. Belum memanfaatkan sistem penghubung. Di bawah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beda lagi. Kami berharap pengintegrasian ini jalan. Target jangka pendeknya, paling lambat mal pelayanan publik (MPP) digital harus diluncurkan pada 20 Mei secara nasional. 

Berapa mal yang ada saat ini?

Sudah ada mal pelayanan publik di beberapa daerah. Yang pertama di Indonesia di Banyuwangi, yang mereplikasi Azerbaijan dan Georgia. Sudah ada 300 izin yang dibereskan di mal. Tapi kan orang harus datang langsung. Ke depan, tantangannya berubah. Orang mestinya bisa beresin pakai telepon seluler. Sekarang ada 103 mal.

Apa saja yang bisa diakses melalui mal digital?

Prioritasnya adalah layanan kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) dan kesehatan karena ini layanan yang paling banyak diurus masyarakat. Pilot project-nya di beberapa daerah. Nanti tinggal replikasi. Jadi, kalau sebelumnya masyarakat mengisi data (tanggal lahir dan lain-lain) berulang-ulang, semestinya (nanti) enggak perlu lagi. Kalau selama ini masyarakat membuat banyak akun (untuk mendapatkan layanan digital), ke depan enggak perlu lagi. Kini masyarakat harus datang (langsung), ke depan tidak perlu lagi, kecuali yang mau sambil rekreasi di MPP.

Semua pelayanannya digital?

Tidak semua masyarakat kita mau menggunakan layanan digital ini. Kami mau menjembatani orang yang secara bertahap akan beralih ke digital.

Jadi apa manfaatnya bagi masyarakat?

Orang bisa langsung mengakses layanan. Orang tidak harus berada di Banyuwangi untuk mendapat layanan Banyuwangi. Selama ini pemerintah tak bisa memberi layanan digital karena ada masalah untuk mengkoneksikan ke dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Harus ada nota kesepahaman (MOU) satu-satu dengan para pihak. Ini sedang dicari cara supaya tidak lagi perlu MOU satu-satu, tapi bisa langsung. Proses kependudukan selama ini lama karena orang datang ke MPP dan datanya masih harus dientri oleh tim sistem informasi administrasi kependudukan dukcapil. Kalau secara digital nanti bisa langsung, seperti di Inggris dan Singapura. Ini tak populer di politik, tapi dampaknya ke politik, rakyat jadi puas. Saya, begitu menerapkan MPP, pada periode kedua saya (sebagai Bupati Banyuwangi) dapat 92 persen suara. Kita ini hebat di tempat masing-masing. Sekarang dipaksa diintegrasikan karena Presiden sudah menandatangani Peraturan Presiden tentang Arsitektur SPBE Nasional pada Desember 2022.

Kenapa peraturan presiden ini cukup lama baru ditandatangani?

Presiden tidak mau aplikasi baru. SPBE bukan aplikasi. Ini interoperabilitas. Saya mendorong interoperabilitas ini. Kami, semasa di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), tidak membuat aplikasi baru, tapi memangkas delapan proses bisnis jadi dua sehingga layanan jadi cepat. Benchmark-nya ini sudah banyak di SPBE internasional.

Bagaimana posisi Indonesia di SPBE Internasional?

Di peringkat atas ada Denmark, Finlandia, dan sebagainya. Bila indeks SPBE bagus, paralel dengan indeks korupsinya. Begitu juga dengan indeks investasinya. Kalau sistem SPBE jalan, secara bertahap pasti enggak lewat orang (lagi), otomatis mengurangi korupsi. Rule of law indeks kita sama. Kalau sistem penanganan perkara terintegrasi, pasti indeks ini akan naik. Jadi peningkatan indeks pengembangan e-government (EGDI) selaras dengan pencapaian tingkat indeks (persepsi) korupsi dan kemudahan berinvestasi.

Pada 2022, nomor 1 Denmark. Nilainya 0,97. Kita di peringkat ke-77. Kalau konsisten menerapkan arsitektur SPBE, bisa mempercepat mencapai skor 1 (sangat baik). Saya tak pernah bicara tentang korupsi karena, begitu ngomong korupsi, kadang itu sengak (menyengat) di telinga kepala daerah. Tapi, begitu ngomong digitalisasi pengadaan barang/jasa, kena semua. Kalau digitalisasi jalan, dampaknya ke layanan banyak: cepat, murah, dan transparan.

Tapi kan perlu waktu lama untuk mencapai skor 1?

Untuk percepatan, digitalisasi harus jalan supaya dampaknya kelihatan. Soal data kemiskinan, misalnya. Kemarin kami ketemu Badan Pusat Statistik (BPS). Urusan kemiskinan ini juga untuk percepatan penurunannya perlu tata kelola. Kalau cara biasa, kan, harus mengurangi 0,5-0,6 persen per tahun. Sedangkan persentase kemiskinan kita sekarang 9,57 persen. Kalau pada 2024, targetnya 7 persen, berarti per tahun tidak bisa berkurang 0,2-0,6 persen, minimal harus 1,2 persen. Padahal dampak Covid-19 dahsyat juga. Maka butuh orkestrasi yang cukup. Untuk mengorkestrasi, perlu tata kelola tadi. Supaya tidak offside, urusan Kementerian PAN-RB tata kelola saja. Jangan diseret ke tempat lain.

Mei nanti, akses apa saja yang akan bisa dinikmati di mal pelayanan digital?

Kependudukan dan kesehatan. Kartu tanda penduduk hilang, misalnya, bisa diurus secara online

Berapa daerah yang sudah siap mengikuti peluncuran?

Targetnya 100-an kabupaten dan kota. Begitu 100 ini jalan, pasti yang lain akan cepat. Sekarang sudah ada 103 MPP digital. Ini menyusul akan ada 80 MPP lagi.

Kalau soal kesehatan, layanan apa yang bisa diakses secara digital?

Orang selama ini mengurus izin apotek, izin praktik dokter, kan, lama, sekarang di Kementerian Kesehatan sedang diubah.

Ini berhubungan dengan rencana perubahan melalui omnibus law kesehatan?

Selain omnibus law, tim Kementerian Kesehatan bergerak. Kementerian PAN-RB juga akan bikin surat edaran. Ini kan pilot project di tiga bandar udara juga, yaitu Surabaya, Jakarta, dan Bali. Kalau di sana, jangan ditanya KTP lagi. Cukup pakai KTP digital. Kalau sekarang kan harus mengeluarkan KTP. Termasuk untuk ibadah haji akan kita mulai (ubah) sehingga nanti saat berhaji orang yang sudah divaksin meningitis enggak perlu bawa lagi kartu kuning (tanda sudah divaksin).

Apa target jangka pendek reformasi birokrasi?

Presiden maunya birokrasi ini tidak jelimet, birokrasi ini berdampak. Beliau memberi contoh, "Bisa enggak seperti Banyuwangi, yang pelayanannya cepat bahkan sampai di desa-desa." Saat di sebuah acara di Sentul, Bogor, Jawa Barat, saya sampaikan di depan jaksa dan polisi bahwa ke depan indikator kinerja utama (KPI) suksesnya kepolisian resor bukan semata-mata mengendalikan keamanan, tapi bagaimana bergerak ikut menangani stunting, kemiskinan, dan mendorong investasi. Kalau investasi tumbuh, berarti polresnya sukses karena akan menambah lapangan pekerjaan. Dampaknya bisa diukur. Di BPS bisa dicek. Angkanya kelihatan. Jangan sampai kita sibuk di tata kelola, di hulunya, tapi kok angka kemiskinan tidak turun.

Apa yang menyebabkan lambatnya penurunan angka kemiskinan?

Tentu kami ingin mendorong tata kelolanya dan intervensi di lapangan, terutama pemerintah daerah sebagai garda depan. Penanganan kemiskinan ke depan akan jauh lebih hebat jika tata kelola datanya baik. Tata kelola datanya ada di BPS. Kami sudah ketemu BPS. Ini menyangkut ketepatan sasaran, perbaikan tata kelola data, dan sebagainya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas saat meninjau Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Mojokerto, Jawa Timur, 6 Februari 2023. Humas MenpanRB

Awal Februari lalu, muncul kontroversi ketika Anda mengatakan anggaran penanganan kemiskinan yang Rp 500 triliun banyak digunakan untuk perjalanan dinas....

Menurunkan angka kemiskinan itu harus meningkatkan daya beli, meningkatkan pemerataan pendidikan, dan mengatasi pengangguran. Jangan sampai pemerintah daerah ingin menurunkan kemiskinan di desa tapi masih senang studi banding kemiskinan. Menurunkan kemiskinan ternyata diskusi kemiskinan di hotel-hotel. Tapi penjelasan itu ditulis jadi judul berita "Rp 500 triliun dipakai untuk perjalanan dinas". Tapi memang masih ada beberapa daerah yang perlu diperbaiki tata kelolanya. Bantuan semestinya gizi, tapi sosialisasi gizinya lebih tinggi dibanding gizi yang dibagikan.

Bagaimana perbaikan tata kelola bisa mengurangi angka kemiskinan?

Tiap tahun kami mengeluarkan angka Sistem Akuntabilitas Kinerja. Itu akan jadi rapor kepala daerah. Sewaktu menjadi bupati, bagi saya, bergengsi dapat nilai A. Waktu itu Banyuwangi satu-satunya yang dapat A karena kemiskinannya turun dari dua digit ke 8,5 persen, misalnya. Pariwisata, dari 460 ribu menjadi 5,3 juta kunjungan. Pendapatan per kapita, dari Rp 19 juta naik ke Rp 51 juta. Ada daerah yang ingin nilai reformasi birokrasinya tinggi, lalu mengundang konsultan. Dengan pertemuan beberapa kali di hotel, nilainya diharapkan bagus. Ke depan, tak boleh lagi. Silakan pakai konsultan, tapi kalau dampak kemiskinannya tidak turun, berarti nilainya tidak akan nambah.

Indeks reformasi birokrasi dalam lima tahun ini seperti apa?

Tren reformasi birokrasi di tingkat kementerian dan lembaga (pusat) dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Tahun 2016 rata-rata nilainya 69,4 dan 75,65 pada 2021. Sampai 2022, terdapat 193 pemerintah daerah yang memiliki predikat minimal cukup baik (B). Empat pemerintah provinsi dan dua pemerintah kabupaten/kota memiliki predikat sangat baik (A). Empat pemerintah provinsi tersebut adalah Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Dua pemerintah kabupaten/kota yang dimaksud adalah Kabupaten Banyuwangi dan Kota Surabaya. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah tersebut untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, profesional, dan melayani.


Abdullah Azwar Anas

Tempat dan tanggal lahir: Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Agustus 1973

Pendidikan

  • S-1 Fakultas Teknologi Pendidikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta; dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat
  • S-2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Karier dan Organisasi

  • Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, 2000-2003
  • Ketua Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, 2004-2009
  • Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, 2004-2009
  • Bupati Banyuwangi, 2010-2015 dan 2016-2021
  • Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2022
  • Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2022-sekarang
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus