Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tangan Istana di Kursi Golkar-1

Campur tangan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar harus dihentikan. Akan menjadi noda hitam demokrasi.

16 Mei 2016 | 00.00 WIB

Tangan Istana di Kursi Golkar-1
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SULIT mengatakan pemilihan Ketua Umum Partai Golkar bakal steril dari intervensi. Tangan-tangan Istana begitu kasatmata berebut pengaruh jauh hari sebelum Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar digelar di Nusa Dua, Bali. Persaingan di Istana untuk mendukung jagoannya sebagai kandidat Ketua Umum Golkar itu sungguh buruk bagi demokrasi kita.

Manuver dukung-mendukung semakin kencang menjelang berlangsungnya hajatan untuk mengganti Ketua Umum Aburizal Bakrie. Di satu sisi, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, mengatasnamakan Presiden Joko Widodo, mendukung Setya Novanto. Di sisi lain, Jusuf Kalla menyokong Ade Komarudin, yang kini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Kendati Kalla dan Luhut sama-sama menampik tuduhan berusaha menguasai Golkar, fakta berbicara lain. Demi pergelaran akbar yang berlangsung pada 15-17 Mei itu, misalnya, Kalla menelepon sejumlah pengurus daerah Golkar, meminta mereka mendukung Ade Komarudin. Dalam pandangan Kalla, Ade merupakan sosok yang tepat memimpin partai beringin. Ia memiliki jejaring lobi yang kuat dan tak tersandung masalah.

Kubu Luhut juga sudah lebih dulu bergerilya menggalang dukungan untuk Setya Novanto. Setya, meski pernah terjungkal dari kursi Ketua DPR gara-gara pelanggaran etik dalam kasus saham Freeport, dianggap paling pas memimpin partai kuning itu. Banyaknya kasus yang membelit Setya, dari kasus Bank Bali, dugaan korupsi e-KTP, hingga kasus saham Freeport tadi, membuatnya "tersandera" dan lebih mudah disetir ketimbang Ade. Karena itu, dua pekan lalu Luhut menggelar pertemuan dengan sejumlah pengurus daerah Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Rapat itu apa lagi kalau bukan membahas dukungan terhadap Setya.

Bahkan, dalam pertemuan itu, Luhut kabarnya berjanji menginstruksikan kepala kepolisian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar turut memenangkan Setya Novanto. Perintah idem ditto akan ditujukan ke panglima komando daerah militer dan komandan distrik militer se-Indonesia. Pada hari lain, Luhut juga memanggil calon Ketua Umum Golkar lainnya, Aziz Syamsuddin, ke rumahnya. Tujuannya meminta Aziz mendukung Setya.

Bagi kedua kubu, menguasai Golkar adalah kunci untuk mengamankan kepentingan masing-masing di DPR. Mengantongi 91 kursi dari total 560 kursi di parlemen, Golkar memiliki peran amat vital. Koalisi Jokowi hanya punya 207 dari 560 kursi Senayan. Ada empat partai pendukung, yakni PDI Perjuangan, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura. Bila ditambah dengan suara Golkar, DPR benar-benar dalam "genggaman" Istana.

Puncak perseteruan itu terjadi pada Senin pekan lalu. Saat itu Kalla bertemu dengan Jokowi dan memprotes manuver Luhut. Jokowi berkilah, itu murni manuver Luhut sendiri. Jokowi pun membalas dengan menyindir gerakan bawah tanah Kalla.

Dua kubu Istana itu telah mempertontonkan betapa negara campur tangan dalam urusan partai. Tindakan itu akan membunuh demokrasi dan bisa membawa Indonesia ke masa kegelapan, seperti saat rezim Soeharto mengontrol partai.

Jokowi dan Kalla seharusnya sama-sama menghentikan campur tangan ini. Jika praktek ini dibiarkan, pemilihan Ketua Umum Golkar lagi-lagi menunjukkan wajah hitam demokrasi kita.

Para pengurus Golkar selayaknya menolak intervensi dari mana pun. Sebagai partai politik, apalagi dengan jumlah suara besar, Golkar harus melepaskan diri dari kecenderungan "bawaan lahirnya" yang bergantung pada pemerintah. Golkar akan lebih dihormati bila independen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus