RESERVE adalah suatu mekanisme yang merelativir pemutlakan.
Reserve terhadap suatu kepercayaan mutlak, bermaksud menghindari
kekecewaan total yang tak mungkin tertolong lagi. Reserve
terhadap ambisi membuat orang tak sampai terjerembab ke dalam
frustrasi. Dan dari pengalaman kita tahu bahwa cinta yang tanpa
reserve telah membawa patah-hati yang khronis dan
berlarut-larut.
Karena itulah barangkali kemampuan mengadakan reserve merupakan
petunjuk pula tentang taraf kematangan dan kedewasaan yang
dicapai. Si Didi yang selalu minta dibelikan sepatu baru,
lambatlaun diberi isyarat oleh orangtuanya-dan mungkin inilah
pendidikan pada intisarinya--bahwa tidak semua keinginannya
mutlak harus dipenuhi. Pada satu dan lain kesempatan dia harus
menahan diri dari menginginkan sesuatu, atau dia boleh saja
menginginkannya dengan risiko bahwa keinginannya itu tak
terpenuhi. Dalam istilah besarnya: si Didi perlahan-lahan diajar
untuk me-reserve.
Sebaliknya dari itu, reserve adalah pengertian-lawan dari
dukungan. PSSI yang turun ke pertandingan di Kuala Lumpur, di
samping harus mengadakan reserve bahwa mereka mungkin kalah,
tetap saja memerlukan dukungan untuk memenangkan pertandingan.
Dilihat dalam jurusan itu, reserve menyiapkan kemungkinan untuk
mundur secara teratur, sedangkan dukungan berfungsi mempertegas
langkah-maju menuju sasaran. Tanpa dukungan, kemungkinan
berhasil tidak bertambah besar, sedangkan tanpa reserve,
kemungkinan survive jadi diperkecil. Sebab dukungan adalah
semacam percepatan untuk gerakmaju, sedangkan reserve adalah
bahagian dari gerak-bertahan.Dengan pandangan seperti itu, kita
nampaknya dapat berbicara tentang berbagai tindakan yang
berhubungan dengan tercapai atau tak tercapainya suatu tujuan,
entah itu di bidang politik, agama atau cita-cita.
Dalam cita-cita misalnya, sebuah dukungan yang betapapun
besarnya, tidaklah akan dapat mengganti peranan orang yang
mempunyai cita-cita itu sendiri. Dukungan, paling banyak, hanya
mempunyai fungsi subsidair, peranan penyokong dan pembantu.
Mahasiswa manapun pasti berpengalaman, bahwa dengan dukungan
seluruh keluarga, dan dengan dorongan semua teman-temannya,
tugas skripsinya tak bakal selesai, kalau dia sendiri tak mulai
mengangkat kertas dan pensil lalu menuliskan rencana skripsinya.
Di sini menjadi menarik bahwa terhadap suatu dukungan, selalu
harus pula disiapkan sebuah reserve, yakni reserve bahwa
dukungan tak dapat mengganti peranan, kekuatan dan disposisi
dari yang didukung itu sendiri.
Dengan demikian, mendukung seseorang yang tak cukup tinggi
intelligensinya untuk mencapai tingkat Ph.D. dalam studi formil,
adalah perbuatan yang sia-sia belaka. Di sinilah bisa nampak
reserve yang kedua, yakni reserve bahwa suatu dukungan akan
berguna dan efektif, bilamana yang didukung itu cukup memenuhi
persyaratan untuk mendapat dukungan. Antara dukungan dan yang
didukung terjalin suatu hubungan fungsionil yang eratnya
sedemikian rupa, sehingga memaksakan suatu dukungan kepada
sesuatu yang tak patut didukung sebetulnya tak lain dari usaha
yang mubazir.
Karena itulah bisa saja tlmbul sebuah pertanyaan filosofis
seperti lingkaran setan: apakah seseorang menjadi kuat karena
mendapat dukungan atau dia justru menarik dukungan, karena dari
sendirinya sudah kuat dan dapat menjadi tumpuan harapan dan
rasa-aman banyak orang? Mao atau Ho Chi Minh menjadi kuat karena
kebetulan mendapat dukungan luas, ataukah keduanya justru
mendapat dukungan, karena merekalah orang-kuat yang patut
menjadi andalan?
Menjawab pertanyaan itu kiranya bukanlah maksud tulisan ini.
Yang hendak dikatakan hanyalah bahwa atas dasar hubungan
fungsionil antara dukungan dan yang didukung, maka sebuah
dukungan, agar supaya efektif, haruslah mempunyai suatu
rasionalitas. Berarti yang didukung semustinya sanggup memberi
alasan dan sebab mengapa dukungan diberikan kepadanya.
Bila dukungan hanya berfungsi subsidiair dan berperanan
penyokong, maka besarnya dukungan akan berbanding lurus dengan
tingkat integritas orang yang didukung, sedangkan kebutuhan akan
adanya dukungan akan berbanding terbalik dengan kuat-lemahnya
disposisi orang yang didukung.
Secara praktis itu berarti, ketika Yulius Caesar kembali dari
perang Gallia, maka dia adalah orang kuat yang mendapat dukungan
nyaris penuh dari warga Roma. Akan tetapi ketika dia mulai
membujuk Brutus dan Gaius Cassius Longinus supaya memberi
dukungan kepadanya, maka gelagatnya jelas bahwa Caesar bukan
lagi Sang Mahakuasa, yang tak pernah ragu tentang kedudukannya.
Tetapi, sebelum terlambat, sebuah pertanyaan masih perlu
diajukan: apa gerangan sebetulnya dukungan? Ada kebiJaksanaan
yang diwariskan Napoleon: orang hanya bisa bersandar pada sebuah
batu yang mempunyai arah gerak yang berlawanan. Dengan arah
gerakan yang searah, orang yang bersandar dan batu sandaran akan
sama-sama terguhng ke perut lembah atau lereng bukit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini