Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tentang reserve

Reserve adalah suatu mekanisme yang merelativir pemutlakan. hubungan fungsionil antara dukungan dan yang didukung harus rasionalitas. yang didukung harus tahu mengapa dukungan diberikan kepadanya.

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RESERVE adalah suatu mekanisme yang merelativir pemutlakan. Reserve terhadap suatu kepercayaan mutlak, bermaksud menghindari kekecewaan total yang tak mungkin tertolong lagi. Reserve terhadap ambisi membuat orang tak sampai terjerembab ke dalam frustrasi. Dan dari pengalaman kita tahu bahwa cinta yang tanpa reserve telah membawa patah-hati yang khronis dan berlarut-larut. Karena itulah barangkali kemampuan mengadakan reserve merupakan petunjuk pula tentang taraf kematangan dan kedewasaan yang dicapai. Si Didi yang selalu minta dibelikan sepatu baru, lambatlaun diberi isyarat oleh orangtuanya-dan mungkin inilah pendidikan pada intisarinya--bahwa tidak semua keinginannya mutlak harus dipenuhi. Pada satu dan lain kesempatan dia harus menahan diri dari menginginkan sesuatu, atau dia boleh saja menginginkannya dengan risiko bahwa keinginannya itu tak terpenuhi. Dalam istilah besarnya: si Didi perlahan-lahan diajar untuk me-reserve. Sebaliknya dari itu, reserve adalah pengertian-lawan dari dukungan. PSSI yang turun ke pertandingan di Kuala Lumpur, di samping harus mengadakan reserve bahwa mereka mungkin kalah, tetap saja memerlukan dukungan untuk memenangkan pertandingan. Dilihat dalam jurusan itu, reserve menyiapkan kemungkinan untuk mundur secara teratur, sedangkan dukungan berfungsi mempertegas langkah-maju menuju sasaran. Tanpa dukungan, kemungkinan berhasil tidak bertambah besar, sedangkan tanpa reserve, kemungkinan survive jadi diperkecil. Sebab dukungan adalah semacam percepatan untuk gerakmaju, sedangkan reserve adalah bahagian dari gerak-bertahan.Dengan pandangan seperti itu, kita nampaknya dapat berbicara tentang berbagai tindakan yang berhubungan dengan tercapai atau tak tercapainya suatu tujuan, entah itu di bidang politik, agama atau cita-cita. Dalam cita-cita misalnya, sebuah dukungan yang betapapun besarnya, tidaklah akan dapat mengganti peranan orang yang mempunyai cita-cita itu sendiri. Dukungan, paling banyak, hanya mempunyai fungsi subsidair, peranan penyokong dan pembantu. Mahasiswa manapun pasti berpengalaman, bahwa dengan dukungan seluruh keluarga, dan dengan dorongan semua teman-temannya, tugas skripsinya tak bakal selesai, kalau dia sendiri tak mulai mengangkat kertas dan pensil lalu menuliskan rencana skripsinya. Di sini menjadi menarik bahwa terhadap suatu dukungan, selalu harus pula disiapkan sebuah reserve, yakni reserve bahwa dukungan tak dapat mengganti peranan, kekuatan dan disposisi dari yang didukung itu sendiri. Dengan demikian, mendukung seseorang yang tak cukup tinggi intelligensinya untuk mencapai tingkat Ph.D. dalam studi formil, adalah perbuatan yang sia-sia belaka. Di sinilah bisa nampak reserve yang kedua, yakni reserve bahwa suatu dukungan akan berguna dan efektif, bilamana yang didukung itu cukup memenuhi persyaratan untuk mendapat dukungan. Antara dukungan dan yang didukung terjalin suatu hubungan fungsionil yang eratnya sedemikian rupa, sehingga memaksakan suatu dukungan kepada sesuatu yang tak patut didukung sebetulnya tak lain dari usaha yang mubazir. Karena itulah bisa saja tlmbul sebuah pertanyaan filosofis seperti lingkaran setan: apakah seseorang menjadi kuat karena mendapat dukungan atau dia justru menarik dukungan, karena dari sendirinya sudah kuat dan dapat menjadi tumpuan harapan dan rasa-aman banyak orang? Mao atau Ho Chi Minh menjadi kuat karena kebetulan mendapat dukungan luas, ataukah keduanya justru mendapat dukungan, karena merekalah orang-kuat yang patut menjadi andalan? Menjawab pertanyaan itu kiranya bukanlah maksud tulisan ini. Yang hendak dikatakan hanyalah bahwa atas dasar hubungan fungsionil antara dukungan dan yang didukung, maka sebuah dukungan, agar supaya efektif, haruslah mempunyai suatu rasionalitas. Berarti yang didukung semustinya sanggup memberi alasan dan sebab mengapa dukungan diberikan kepadanya. Bila dukungan hanya berfungsi subsidiair dan berperanan penyokong, maka besarnya dukungan akan berbanding lurus dengan tingkat integritas orang yang didukung, sedangkan kebutuhan akan adanya dukungan akan berbanding terbalik dengan kuat-lemahnya disposisi orang yang didukung. Secara praktis itu berarti, ketika Yulius Caesar kembali dari perang Gallia, maka dia adalah orang kuat yang mendapat dukungan nyaris penuh dari warga Roma. Akan tetapi ketika dia mulai membujuk Brutus dan Gaius Cassius Longinus supaya memberi dukungan kepadanya, maka gelagatnya jelas bahwa Caesar bukan lagi Sang Mahakuasa, yang tak pernah ragu tentang kedudukannya. Tetapi, sebelum terlambat, sebuah pertanyaan masih perlu diajukan: apa gerangan sebetulnya dukungan? Ada kebiJaksanaan yang diwariskan Napoleon: orang hanya bisa bersandar pada sebuah batu yang mempunyai arah gerak yang berlawanan. Dengan arah gerakan yang searah, orang yang bersandar dan batu sandaran akan sama-sama terguhng ke perut lembah atau lereng bukit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus