Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berkah Dan Laknat Pukat Harimau

Kodya Sibolga yang nyaris bangkrut sudah berubah. Pemda mengambil retribusi ikan hasil tangkapan pukat harimau dari Sibolga dan Kab. Tapanuli Tengah sehingga kas Pemda Tapanuli tengah kosong. (kt)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA pukat harimau (trawl) selalu menjadi bahan kutukan dan umpatan di daerah maupun kota pantai, tak demikian bagi kota Sibolga. Setidak-tidaknya begitulah menurut Walikota Sibolga Padapotan Nasution. Yaitu ketika ia berkata, "untuk Sibolga, pukat harimau itu membawa berkah" seperti disiarkan beberapa harian diMedan belum lama ini. Tak jelas benar berkah apa yang telah diterima Sibolga dari armada pukat harimau di kawasan Tapanuli Tengah itu.Tapi menurut Kepala Dinas Pendapatan Kotamadya Sibolga, Ihsan Lubis, sejak sebanyak 400 armada pukat harimau menghambur ke pantai barat Sumatera dari kawasan Selat Malaka di tahun 1974, wajah kota ini sudah banyak herubah. Dulu, kata Ihsan, kota dengan luas 3,7 km2 dan penduduk 52.000 jiwa itu sudah nyaris bangkrut. Misalnya, 2 buah gedung bioskop yang ada sudah megap-megap tak ada penonton. Toko-toko banyak yang tutup karena rugi. Dan jam 20.00 malam seluruh kota sudah sunyi senyap. "Sekarang Sibolga punya 4 buah gedung bioskop dan setiap malam memutar film" tambah Ihsan Lubis. Dan memang Kota Sibolga sudah berubah. Sekarang di sini terdapat 3 buah pabrik es, 2 buah pabrik pendingin ikan, sebuah pabrik tepung ikan dan puluhan pelataran penjemur ikan. Lalu, tutur Ihsan lagi, Pemda Kotamadya sendiri setiap tahun mengantongi Rp 30 juta hanya dari retribusi ikan hasil tangkapan pukat harimau. Sehingga APBD tahun ini seluruhnya mencapai hampir Rp 300 juta. Lumayan juga rupanya. Tapi mengapa pukat-pukau harimau itu merasa betah benar di pantai kota Sibolga? "Disini mereka aman, tak pernah kami kompas," jawab Ihsan. Tapi bagaimana nasib 250 orang nelayan tradisionil di kota itu? Ihsan balik bertanya: "Apakah 52.000 jiwa penduduk kota Sibolga harus dikorbankan untuk 250 orang nelayan pribumi itu?" Dan memang kenyataannya begitu. Mereka boleh dikata kehilangan mata pencaharian. Bukan saja karena jumlah pukat harimau cukup banyak, tapi juga jaring-jaring trawl itu sudah menyapu bersih semua ikan yang mungkin didapat oleh nelayan tradisionil tanpa menghiraukan batas perairan seperti yang ditentukan. Dan sekarang, anak isteri nelayan-nelayan tradisionil yang pribumi itu setiap pagi mencari upahan sebagai pembelah atau penjemur ikan. Ada juga yang menjadi penjaja ikan keliling kota. Semua hasil tangkapan pukat harimau. Kas Kosong Lebih dari itu adalah nasib 60% penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjumlah 112.000 jiwa itu. Padahal Kotamadya Sibolga juga terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah. Para nelayan itu tersebar di sepanjang Pantai Barus, Mela, Pandan, Jago-jago dan Sorkam. Sejak armada pukat harimau menyerbu kawasan ini, para nelayan tradisionil itupun menggantung jaring mereka. Lebih sial lagi, karena retribusi pukat-pukat harimau itu dikutip oleh Pemda Kotamadya Sibolga walaupun, mereka beroperasi di perairan yang termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Oleh karena itu, meskipun berkah pukat harimau dinikmati kota Sibolga, 'tapi akibatnya sejuta laknat bagi rakyat Tapanuli Tengah"--seperti dituturkan Denni S. Pandiangan, Humas Kantor Bupati Tapanuli Tengah. Pandiangan mengungkapkan bahwa baik Bupati maupun DPRD Tapanuli Tengah selalu dihujani keluhan nelayan semenjak pukat harimau menyapu daerah itu. Tapi tampaknya belum terlihat usaha untuk mengatasinya. Yang pasti saja sekarang, puluhan ribu bekas nelayan tradisionil itu menyerbu kota Sibolga mencari pekerjaan baru, apa saja. Dan lagi, ungkap Pandiangan, pendapatan Pemda Kabupaten Tapanuli Tengah berkurang hampir 50% dari sebelumnya. "APBD kami sekarang tak sampai Rp 100 juta lagi," katanya. Karena ini pula para anggota DPRD kabupaten itu sejak dilantik sehabis Pemilu lalu sampai sekarang baru menerima honor untuk 1 1/2 bulan saja. "Kas kosong" begitu jawaban yang mereka terima dari bagian keuangan kantor bupati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus