Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tinjau Ulang Kontrak Freeport

Izin ekspor Freeport diperpanjang. Pemerintah perlu berfokus pada renegosiasi kontrak dan tambahan bagi hasil.

2 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH Indonesia semestinya berfokus pada kontrak PT Freeport Indonesia ketimbang mempersoalkan hal-hal kecil seperti izin ekspor hasil tambang. Ada sejumlah poin dalam nota kesepahaman (MOU) yang harus ditinjau ulang karena berpotensi merugikan Indonesia. MOU itu ditandatangani di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Perpanjangan izin ekspor yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bukanlah persoalan material dibandingkan, misalnya, dengan cadangan emas Freeport yang nilainya ditaksir Rp 1.000 triliun. Perpanjangan itu akan menambah kas Freeport US$ 1,56 miliar atau sekitar Rp 18,7 triliun setiap enam bulan, sementara pemerintah Indonesia hanya mendapat tambahan dari bea keluar. Ketimbang sibuk soal tambahan bea keluar, lebih baik pemerintah berupaya keras mendapatkan hasil yang lebih besar dan berkelanjutan dari renegosiasi kontrak.

Dari MOU yang sudah diteken, memang terlihat posisi pemerintah Indonesia lebih baik ketimbang di masa lalu. Dulu kontrak karya pertambangan diatur dengan undang-undang yang sifatnya lex specialis sehingga "mengatasi" undang-undang lain. Keistimewaan itu dicabut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Semua kontrak karya-termasuk untuk Freeport yang berakhir pada 2021-harus berubah menjadi izin usaha pertambangan yang sifatnya lebih terbatas. Perlakuan spesial untuk Freeport jelas akan berkurang bila aturan undang-undang ini ditegakkan.

Salah satunya yang akan berubah signifikan adalah luas maksimal area pertambangan untuk produksi. Saat ini, Freeport menggarap area 213 ribu hektare. Aturan dalam Undang-Undang Mineral menyebutkan luas lahan maksimal untuk produksi hanya 25 ribu hektare. Pemerintah mesti teguh menjaga aturan undang-undang itu walaupun perusahaan Amerika ini hanya bersedia mengurangi lahannya menjadi 125 ribu hektare.

Dalam MOU itu, Freeport setuju menaikkan royalti menjadi 3,5 persen. Angka tersebut bertambah signifikan dari 1 persen dalam kontrak karya, tapi baru berlaku pada 2021. Pemerintah perlu mengajukan angka yang lebih besar dari 3,5 persen itu karena Freeport-bila akhirnya tunduk pada aturan undang-undang pertambangan-akan berproduksi di atas lahan 25 ribu hektare saja. Sekarang luas operasi Freeport masih 213 ribu hektare.

Divestasi juga perlu diatur lebih cermat. Proses divestasi sejumlah tambang di Indonesia selama ini menghabiskan energi dan waktu panjang, antara lain lantaran banyak yang ikut "bermain". Dalam proses divestasi Newmont Nusa Tenggara, sebagai contoh, Kementerian Keuangan "berkelahi" berebut saham dengan Bakrie-mitra pemerintah daerah dalam divestasi itu. Pemerintah pusat ngotot karena divestasi dengan menggandeng swasta umumnya merugikan masyarakat dan pemerintah daerah.

Kasus Newmont tak boleh terulang di Freeport. Soalnya, cadangan tambang di bumi Papua itu sangat besar: 2,52 miliar ton bijih. Dalam setiap ton bijih terkandung 0,97 gram tembaga, 0,83 gram emas, dan, 4,13 gram perak. Hasil emas saja diperkirakan 2,1 ton, yang dengan harga patokan emas Antam sekitar Rp 490 ribu per gram, nilainya mencapai sekitar Rp 1.000 triliun.

Masih ada waktu bagi pemerintah Joko Widodo untuk melakukan negosiasi ulang kontrak Freeport. Perusahaan tambang Amerika itu sudah hampir setengah abad menggali emas, perak, dan tembaga dari bumi Papua. Sudah waktunya pemerintah dan rakyat, terutama rakyat Papua, mendapat manfaat yang lebih besar dari tambang terbesar Indonesia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus