Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Utang

Di zaman modern, utang adalah hal yang baik. negara maju mengumpulkan surplus di bank-bank guna meminjami developing countries. superexploitation terjadi, negara miskin tetap terbelenggu. (kl)

12 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKTU jan Kristiaan sudah tua, sakit, dan payah, dia ditanya apakah tidak takut mati dan menghadap Yang Maha Esa. Yang Mahaadil, dan yang menghakimi semua orang. Tidak,kata Jan Kristiaan, karena saya telah membayar semua utang dan tidak ada satu orang bisa menuntut lagi sepeser pun dari saya. Itu terjadi lima puluh tahun yang lalu. Sejak itu ada banyak perubahan. Cucu-cucu Jan Kristiaan pinjam atau membeli op afbetaling dan tidak peduli apakah kreditur mendapat uangnya hari ini, hari besok, atau tak pernah. Begitu juga dibidang politik. Pada zaman purbakala, juga bangsa atau negara mempunyai kata hati dan merasa malu kalau mempunyai utang terlalu banyak atau tidak sanggup lagi membayar. Tidak begitu pada zaman modern. Utang ialah hal yang baik, kata Lord Keynes. Orang seumur hidup menikmati minuman, perempuan, dan kenikmatan, tidak peduli apakah dia kreditur atau debitur. Kalau ekonomi menjadi jelek, pemerintah harus memberi injeksi,membuang uang ke saluran perdagangan seperti dokter kasih darah ke saluran peredaran. Sesudah Perang, banyak yang disebut "negara maju" diajak mengumpulkan surplus di bank-bank besar (IMF,World Bank, etc) supaya negara-negara yang disebut developing countries bisa. Mungkin orang yang membuat sistem itu tahu banyak tentang ekonomi tapi tidak banyak tentang psikologi apalagi psikologi developing countries. Banyak orang menulis kata pinjam dalam bendera begitu banyak negara. Berduyun-duyun pembesar Brazil, Meksiko Ghana, Zimbabwe, Somali, Swahili, The Philippines etc. etc. mendobrak pintu IMF dan World Bank berdasar adagio kalau engkau pinjam satu juta dari bank dan tidak bisa membayar, engkau susah,kalau engkau pinjam satu milyar dan tidak bisa bayar, bank susah. USA, EEG, dan donor-donor lain yang berpendapat mendapat good will all over the place sekarang dihina dan diejek sebagai penjajah, neokolonialis, penghisap darah, dan pencuri. Beberapa bulan yang lalu saya melihat di Manila suatu rural art, tarian sejumlah mahasiswa yang menghina Uncle Sam sebagai setan, sedangkan USSR yang tak pernah memberi satu sen pun dilukiskan sebagai paman yang baik. Quae mutatio rerum. Melihat sandiwara semacam itu, orang bisa jengkel dan mengatakan, kalau engkau tidak setuju dengan pinjaman mengapa engkau pinjam? waktu jalan-jalan keliling Metro Manila orang melihat bangunan raksasa buatan The First Lady seperti suatu istana mewah untuk kunjungan Sri Paus yang tak pernah dipakai. Membandingkan apa yang dlkerjakan Taiwan dengan pinjaman dan apa yang tercapai. Filipina orang akan menarik kesimpulan bahwa pinjam dan memjamkan ialah suatu hal yang baik atau buruk tergantung pada apa yang terjadi dengan uang itu, bagaimana diboros atau dimanfaatkan. Seperti sering terjadi, persoalan memang jauh lebih sulit, seperti menjadi nyata dari suatu renungan Bruce Franklin, guru bahasa Inggris di Rutgers University, Newark. Pak guru tidak tahu bahasa Inggris saja, tapi juga rupanya belajar ekonomi sehingga dia bisa memberi analisa tentang soal pinjam,supaya nyata bahwa Uncle Sam c.s. bukan Sinyoklas melainkan Swarte Piet. Dia memakai istilah debt imperialism atau debt peonage untuk hal jelek dengan topeng yang bagus. Tidak banyak perbedaan antara politik kolonialisme yang kuno dan politik yang menurut Bung Karno harus disebut neokolonialisme. Politik itu bisa dibandingkan dengan nasib orang hitam di USA sesudah Perang Saudara. Orang membuat undang-undang yang melarang kemiskinan: yang tidak bisa mencari nafkah harus diangga pejahat dan baik loitering (tidak bergerak) maupun vagrancy (berkeliling) dianggap melanggar hukum. Begitulah semua orang hitam yang bukan budak belian lagi bisa ditangkap dan harus membayar denda yang tidak bisa dibayar karena mereka miskin. Denda dibayar oleh bekas majikan, yang menjadi pemilik kembali orang hitam yang seumur hidup harus bekerja supaya bebas. Lain dari mereka juga anak dan cucu bisa dikurung karena denda begitu tinggi sehingga tiga generasi tidak cukup untuk menebus. Yang luput dari akal dahsyat ini dilumpuhkan karena diberi kredit(sebagai tenant farmer atau sharecropper) yang sangat tinggi bunga uangnya, sehingga generasi demi generasi terikat pada kreditor. Sampai abad kedua puluh debt peonage menjadi gejala utama ekonomi USA bagian selatan, seperti sekarang banyak bangsa Amerika Latin,Asia, dan Afrika terikat pada negara-negara yang kaya. Tiga puluh delapan negara di dunia dikategorikan sebagai loq income countries (GNP per capita US$ 200 setahun), semuanya bekas koloni yang tetap darahnya dihisap supaya barang kerajinan negara maju bisa berputar. Sperexploitation ialah istilah yang sangat cocok,kata pak guru Bahasa Inggris di Newark. Negara miskin tidak bisa membebaskan diri dari belenggu karena tidak punya alat produksi yang perlu (yang menjadi milik para superpower) dan tidak punya know how di bidang ekonomi atau teknologi. Salah satu unsur dalam drama ini ialah sifat finance capital yang tidak terikat tanah air dan tidak perlu memakai paspor, dengan lancar dan cepat bisa pindah dan mencari kesempatan yang paling bagus. Nasionalisasi bukan bahaya juga negara yang mempunyai semua alat produksi tetap bisa dirampok - contoh yang masyhur ialah Polandia. Kolonialisme kuno berdasar hukum dan bedil, kolonialisme baru berdasar kertas. Kertas tidak bisa menembak, sehingga pada suatu ketika orang kaya terpaksa lagi memakai bedil. Contoh yang masyhur lalah Vietnam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus