Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menjual Harapan, Mencari Untung

Calon tenaga kerja ke arab saudi merasa ditipu. PT Alam Jembar Baru sebagai penyalur. tak pernah terdaftar di Depnaker. PT AJB menggugat PT EIC yang memberi mandat mengumpulkan calon tenaga. (eb)

12 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI pekan lalu sepuluh bulan sudah Sulhan HA Gani, 28, tetap bertahJ an tinggal di rumah Tatang Purwanegara, Direktur Utama PT Alam Jembar Baru (AJB), di Cilandak, Jakarta Selatan. Sarjana IAIN asal Magetan,Jawa Timur, itu menuntut: dikirimkan ke Arab Saudi seperti dijanjikan, atau uangnya dan uang 46 rekannya yang sudah disetor dikembalikan. Jika salah satu tuntutan itu dipenuhi tuan rumah, barulah ia mau meninggalkan rumah Tatang. "Kami tertipu janji kosong," katanya pekan lalu. Setahun lalu, kisahnya, ia bersama rekan-rekannya menyetor masing-masing Rp 100.000-Rp 150.000 untuk bisa bekerja di Arab. Setiba di sana, rencana Sulhan akan mencari jalan agar bisa meneruskan kuliah di Universitas King Abdul Azis hingga meraih gelar doktor. Ternyata, jangankan doktor, paspor pun ia tak punya dan karenanya tak berani pulang ke Magetan. Selama menunggu tuntutannya, Sulhan makan dan tidur di rumah Tatang sebagai layaknya di rumahnya sendiri. PT AJB, ternyata, memang tak pernah terdaftar sebagai perusahaan penyalur tenaga kerja di Departemen Tenaga Kerja. Hanya, Tatang merasa berhak mencari dan mengumpulkan calon tenaga kerja karena mendapat kuasa penuh dari PT Eldy International Corporation (EIC). Mandat itu sendiri, kata Tatang, 56, dibeli Rp 15 juta dari EIC. PT EIC memang mengantungi surat izin Menteri Tenaga Kerja untuk mengirimkan 250 pekerja ke Arab, untuk petugas kebersihan, tukang las, tukang batu, tukang cat, dan tukang mebel. Langkah PT EIC dan PT AJB itu sangat tak berkenan di hati Menteri Tenaga Kerja,Sudomo. "Izin usaha tak boleh dioperkan, dan tak boleh ada pungutan apa pun bagi calon tenaga kerja," katanya pekan lalu kepada TEMPO. Maka, ia lantas mencabut izin yang sudah diberikan kepada EIC, Januari lalu. PT AJB pun tak dibenarkan melakukan kegiatan setelah Sudomo mengetahui belangnya, lewat jebakan yang sangaja dibuat. Caranya: seorang karyawan Depnaker disuruh menyamar sebagai pelamar calon tenaga kerja yang ingin dikirim ke Arab. Begitu uang Rp 300.000 diserahkan penyamar tadi, dua karyawan AJB segera ditangkap polisi dan ditahan beberapa hari. Tatang sendiri, kolonel purnawirawan kemudian memang ikut diperiksa. Namun ia tak pernah ditahan. Bahkan petugas polisi Sukabumi (asal sebagian pelamar yang merasa ditipu), yang dua pekan lalu mencarinya, terpaksa pulang dengan tanan hampa. Petugas tadi bahkan sempat berurusan dengan Koramil Cilandak karena memasuki wilayah Ibu Kota tanpa kulo nuwun dulu. Tenaga kerja yang dikumpulkan AJB ternyata tak hanya 250 orang. Lewat puluhan koordinator yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Tatang juga mencari dan mendaftarkan calon tenaga kerja. Kepada mereka dijanjikan akan disalurkan ke berbagai proyek dalam negeri. Yang berminat melimpah ruah. Cholil Suryana, misalnya, sebagal seorang subkoordinator AJB di Ciamis mengaku bisa mengumpulkan hampir 40.000 orang. Tatang sendiri dalam majalah Bina Karya yang diterbitkannya menyatakan bahwa 650.000 tenaga kerja siap dipekerjakan. Didampingi istrinya - yang agaknva cukup berperan dalam perkara ini - Tatang mengemukakan bahwa mereka yang ingin menagih atau meminta kembali uangnva diharap menghubungi pengacaranya, O.C. Kaligis. Selama ini, ia mengaku sudah memgembalikan Rp 30 juta. Ia terus terang mengaku telah mengutip uang antara Rp 100.000 dan Rp 150.000 per orang. Tapi, katanya, "Uang itu hanva sebagai jaminan. Bila yang bersangkutan sudh bekerja dl luar negeri, uang akan dikembalikan kepada keluarganya." Tatang kini tengah menggugat PT EIC yang dinilainya telah menipu AJB, sehingga ia tak bisa menyalurkan tenaga kerja yang dengan susah payah dicari, didaftarkan dan dikumpulkan. Sayang, dari pihak EIC tak bisa didapat penjelasan, karena di kantonva di wilayah Jakarta Pusat, yang tampaknya tak ada kegiatan lagi, tidak ada yang bersedia memberi penjelasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus