Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ada

Kompleks perumahan dosen ITB dihantam longsor. Berlokasi di salah satu sumber penyediaan air, Lembang Bandung. Lokasi itu dipandang tak cocok oleh para geolog, tapi dekat dengan kampus ITB.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUYURAN hujan pada Minggu malam pekan lalu membuat warga di kawasan perbukitan Bandung Utara tertidur lelap. Tiba-tiba ada bunyi "krak ... krak" dan tanah di atas bukit itu pelan-pelan melorot. "Ya, Allah, longsor," seru Otang, hansip yang malam itu bertugas. Bersamaan dengan itu jalan aspal mendadak ambles 9 meter, dan jalurnya patah 50 meter. Bencana di kawasan perbukitan Pasir Muncang, Desa Mekarwangi, Kecamatan Lembang itu menimbulkan kerusakan di kompleks perumahan dosen ITB. Di antaranya 5 rumah hancur, 13 rusak, 8 rumah, dan beberapa kendaraan terperangkap. Total kerugian sekitar Rp150 juta. Korban jiwa tak ada. Selama satu jam kegiatannya, longsor itu istirahat 20 menit. Seorang dosen sempat menarik istri dan membopong bayinya keluar rumah. Ada juga yang hanya membawa selimutnya saja. Lokasi kompleks yang luasnya 17,5 hektar dan jaraknya 5 km dari kampus ITB itu sudah lama dipandang tak cocok. Dipersiapkan sejak 1979, tapi pembangunannya baru dimulai 7 tahun kemudian, setelah izinnya keluar. Kini baru 55 rumah yang berdiri. Masih ada lagi rencana bangunan tambahan. Semua pembangunan dikelola oleh Proyek Pemilikan Rumah (PPR) ITB, dengan dukungan KPR BTN. PPR sendiri bernaung di bawah Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB. Awalnya, banyak pakar menyarankan agar kawasan itu dihutankan. Alasannya, lokasi ini merupakan salah satu sumber penyediaan air untuk penduduk Bandung dan sekitarnya. Tapi ITB kenapa nekat? "Kami sulit mencari lokasi lain, tapi tempat itu memang dekat kampus," kata Dr. Bana Kartasasmita kepada TEMPO. Ia adalah Sekretaris Rektor Bidang Komunikasi dan Kebudayaan ITB. Jawaban itu dinilai kurang pas. "ITB seperti kurang memiliki wawasan lingkungan saja," ucap Ir. Soewarno Darsoprajitno, Staf Direktorat Geologi Bandung. Pada 1982, geolog ini pernah melakukan pengamatan di kawasan longsor tadi. Hasilnya: keseluruhan Bandung Utara adalah lereng Gunung Tangkubanprahu, yang terdiri dan batu gunung api. Lereng itu miringnya 30 derajat lebih. Daerah ini juga banyak yang gundul, sehingga tanahnya mudah bergerak dan terkena erosi. Tapi tanpa bangunan, erosi juga jalan terus di Bandung Utara. Apalagi ada beban bangunan di atasnya. Taruhlah, satu bangunan beratnya 100 ton, jika 30 bangunan saja sudah 3.000 ton. "Ya, jelas, tanah akan longsor," kata Soewarno. Nada serupa juga meluncur dari Dr. Sampurno. Kepala Laboratorium Geologi Teknik dan Tata Lingkungan ITB ini menyarankan agar lokasi itu diteliti dulu. Tapi saran doktor geologi lulusan Italia ini tak digubris tim pelaksana pembangunan. Penelitian yang dilakukan cuma di permukaan tanahnya. "Itu memang kesalahan kami," kata Bana kalem. Sebelumnya, si penghuni menyangka lokasi itu sudah diteliti cermat. Kini para dosen muda yang berumah di situ jadi korban. Setelah musibah longsor itu, Rektor ITB juga tak mau memberi keterangan. "Silakan Anda ke Humas ITB," ujarnya singkat. Pihak LAPI juga bungkam, dengan alasan tak diberi wewenang memberikan keterangan. Pada 1979 ITB pernah mengajukan izin, tapi ditolak Pemda Ja-Bar. Empat tahun kemudian permohonan itu lolos, dengan syarat, antara lain dua pertiga dari tiap kapling harus dihijaukan. Tapi penghijauannya tak jalan, dan kaplingnya juga sempit-sempit, tak sesuai dengan ketentuan tadi. "Semula kami percaya, karena yang memegang izin itu ITB," kata H.S.A. Yusacc, Kahumas Pemda Ja-Bar. Kini ITB sedang meneliti sebab terjadinya longsor. "Tergantung hasil penelitian. Jika masih layak, maka kompleks perumahan itu akan dipertahankan," kata Ir. Sugeng Raharjo, anggota tim peneliti dari ITB itu. Gatot Triyanto dan Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus