MENTERI Kesehatan dr. Adhyatma, M.P.H., rupanya tidak begitu akrab dengan urusan dapur: Ia bingung. "Makanan Jawa Barat di satu sisi banyak mengandung sayur-sayuran yang berwarna hijau, tapi di sisi lain kok banyak warga daerah ini yang kekurangan vitamin A," katanya suatu ketika, awal bulan ini. Bawahannya, Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat Departemen Kesehatan, dr. Rustandi, tampaknya lebih mengenal dapur. Ia mengatakan, "Cara memasaknya yang salah." menurut Rustandi semua sayuran mengandung vitamin A memang. Namun, untuk menjadi vitamin A yang bisa dikonsumsi tubuh, sayuran itu harus diolah. Masakan Jawa Barat yang berupa lalapan tidak mengandung vitamin A karena tidak diolah. Namun, vitamin A, kata Rustandi, juga tidak bisa diserap tubuh, "kalau memasaknya tidak betul." Dan kesalahan ini dilakukan bukan cuma oleh ibu-ibu Jawa Barat. Di manapun di Indonesia biasanya ibu-ibu mengiris-iris sayur dulu, sebelum memasaknya di air mendidih. "Jelas, vitamin yang ada di dalam sayuran hilang." Lalu Rustandi mengemukakan bagaimana cara memasak sayur yang benar. Sayuran tak perlu dimasak, kata pejabat itu, cukup disirami air mendidih. Sesudah itu baru diiris-iris. Menunjuk contoh yang baik, Rustandi merekomendasikan menu kangkung ca. "Kangkungnya utuh, ada batang ada daunnya, dan mengolahnya disiram air mendidih yang dicampuri bumbu." katanya kepada Ida Farida dari TEMPO. Dr. Sumaryati Aryoso, kepala Hubungan Masyarakat Depkes yang juga sering memberikan pengarahan masalah gizi di TVRI membenarkan Rustandi. "Untuk mengeluarkan vitamin A, sayuran harus dimasak dengan minyak, seperti ditumis atau diberi santan, yang juga minyak 'kan." Kalau cuma direbus, vitamin A tidak muncul. Tapi mengapa vitamin A diperhatikan khusus oleh Menteri? Di masa lalu, menurut Sumaryati, kekurangan vitamin A menyebabkan tingginya jumlah penderita penyakit mata. Di masa kini, penderita penyakit mata karena kurangnya vitamin A sudah sangat berkurang. Sebaliknya, ada penelitian baru yang menunjukkan, kekurangan vitamin A mengakibatkan turunnya daya tahan selaput lendir mucosa pada usus. Pada anak-anak gejala ini menyebabkan mereka mudah terkena infeksi perut. Sumaryati mencemaskan hal ini, karena infeksi alat pencernaan, bersama infeksi tenggorokan dan kekurangan gizi, adalah penyakit yang terbanyak penderitanya dalam masyarakat kita. Menyinggung makanan tradisional, seperti makanan Jawa Barat itu, Sumaryati berpendapat akan sulit menilainya satu per satu. Lalapan memang tidak mengandung vitamin A, tapi mengandung vitamin C dan mineral. "Dan kalau sudah menyangkut selera 'kan susah diubah," kata dokter ahli kesehatan masyarakat itu. Yang penting, makanan perlu mengikuti menu berimbang. Vitamin A tidak perlu dicari dari sayuran, tapi bisa dari telur dan daging. Ahli gizi kenamaan, Dr. Waluyo Soerjodibroto, menguatkan pernyataan itu dengan mengingatkan motto: empat sehat lima sempurna. "Artinya, makan sepiring nasi, semangkuk sayur dan lauk nabati atau hewani, lalu kalau mau sempurna harus ditambah susu." Slogan yang dibuat Prof. Purwo Sudarmo tahun 1940 ini sederhana dan mudah dimengerti. "Intinya menganjurkan makanan yang bergizi dan berimbang." Seperti Sumaryati, Waluyo juga tidak berani menilai makanan tradisional. Kebiasaan makan, menurut Waluyo, juga membangun daya tahan yang khusus. "Kalau orang Jawa disuruh makan makanan Padang yang mengandung kolesterol tinggi, ya bisa mati," kata Waluyo. Sumaryati menambahkan, resep makanan tradisional tidak jelek, asal menunya dibuat seimbang. "Bisa 'kan ?" Jis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini