Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lagi, Mengguncang Ekonomi Biaya ...

Pemerintah mengeluarkan SK deregulasi. Sasarannya, mengikis kendala distribusi barang & pelayaran. Tak ada lagi monopoli impor plastik. Izin impor dinamit dibuka. Tata niaga pangan masih berat.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Lagi, Mengguncang Ekonomi Biaya ...
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BERBAGAI kendala dalam bisnis yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, tahap demi tahap, dikikis pemerintah. Monopoli plastik diakhiri monopoli baja dibatasi. Ini dua keputusan penting dalam Paket Deregulasi November 21 (Pakno) yang memang ditunggu, di samping monopoli impor pelat timah. Entah mengapa, yang disebut terakhir ini belum juga terkena deregulasi, padahal barang-barang pangan kita perlu daya saing yang kuat di Pasar Internasional. Untuk melengkapi berbagai paket deregulasi yang sudah diluncurkan sejak Juni 1983, Senin pekan ini diumumkan lagi satu paket peraturan baru yang menyangkut berbagai sektor riil. Dengan 18 peraturan baru -- terdiri dari 3 peraturan pemerintah, 1 Keppres, 1 Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Perhubungan, 7 Keputusan Menperdag, 2 Keputusan Menteri Keuangan, dan 4 Keputusan Menteri Perhubungan -- sasarannya ialah menyingkirkan berbagai rintangan, yang selama ini malang-melintang di sekitar arus distribusi barang dan angkutan laut. Perhubungan laut tampaknya diistimewakan. Izin usaha pelayaran (IUP) yang sudah ditutup sejak 1976, kini dibuka lagi. Perusahaan pelayaran sudah bisa mendapatkan IUP jika memiliki satu kapal (dulu minimal dua kapal). Juga boleh menyewa guna (leasing), mencarter kapal asing, atau menetapkan rutenya sendiri baik di dalam ataupun luar negeri. Untuk meningkatkan arus barang produksi, pemerintah memudahkan distribusi produk pabrik-pabrik modal asing. Kini perusahaan-perusahan asing itu boleh menangani penjualan produknya sampai ke tingkat pengecer, dengan membentuk perusahaan patungan yang bergerak di sektor distribusi. Pabrik milik PMA juga kini boleh menjual produknya langsung ke pabrik-pabrik yang memakai barang itu sebagai bahan baku. PT Goodyear Indonesia, misalnya, sekarang boleh menjual ban cap Sepatu Terbangnya kepada perusahaan perakitan mobil, tanpa melalui distributor. Sejauh ini, manajemen Goodyear belum berniat mengambil jalan potong seperti itu. "Kami sudah 5 tahun di Indonesia dan sudah membina jaringan distribusi yang kuat. Tak lagi kami membuat jaringan distribusi baru," ujar Presiden Direktur PT Goodyear Indonesia, Sjahfiri Alim. Pada pendapatnya, membuka jalur baru justru menambah beban. Perlu investasi, dan usahanya belum tentu lancar. Pendapat serupa dikemukakan Tanri Abeng, Presiden Direktur PT Multi Bintang. "Tak mungkin kami terjun ke distribusi, karena jaringan yang sudah kami bina sejak 10 tahun lalu sudah berhasil dan berjalan mantap," ujar Tanri. Dewasa ini perusahaan minuman itu sudah memiliki 15 jaringan distributor di seluruh Indonesia. Tanri berkeyakinan, mengubah pola distribusi yang sekarang belum tentu akan lebih baik. Tapi menurut Tanri, Pakno pasti disambut gembira oleh para investor asing, apalagi yang baru mau buka. "PMA tak akan tergantung pihak lain lagi dalam pemasaran. Distributor nasional yang sembrono an tak waspada bisa diambil alih," kata tokoh Perhimpunan Manajemen lndonesia (Permanin) itu. Pemerintah bukan tidak menyadari bahwa untuk membangun jaringan distribusi itu mahal. "Distribusi membutuhkan modal besar. Modal kurang, distribusi tersendat," tutur Menko Radius. Dan diduga masih banyak PMA berniat terjun ke distribusi, khususnya produsen alat-alat berat yang membutuhkan pelayanan purnajual. Ini cocok dengan laporan Bank Dunia Mei 1988, yang menganjurkan deregulasi di bidang distribusi. Tapi karena zaman ini zaman plastik, maka deregulasi yang menamatkan riwayat monopoli impor plastik sungguh sangat monumental. Plastik dipakai oleh pabrik-pabrik pengepakan (misalnya karung plastik), produsen alat rumah tangga (ember, baskom, dan tikar plastik), bahan bangunan (pipa PVC), serta pembotolan. Sejak Oktober 1984, barang ini hanya bisa diimpor melalui PT (persero Departemen Perdagangan) Mega Eltra dan Panca Holding, yang berkantor di Hong Kong. Tapi dengan Pakno, mulai 1 Januari 1989, bisa diimpor oleh importir umum plus. Lebih dari itu, bea masuk bahan baku plastik PP dan PE diturunkan dari 30%-60% menjadi rata-rata 5%. Tapi jika ingin mengimpor produk plastik yang sudah dihasilkan dalam negeri, seperti polimer -- yang tadinya dikenai bea masuk 10% -- mulai Januari nanti dikenakan bea masuk 30%. "Masa peralihan diberikan lima minggu, supaya tidak terjadi kesulitan suplai," kata Menko Radius. "Pembukaan LC impor plastik sudah bisa dibuatkan LC dari sekarang, tapi jika barangnya masuk sebelum 1 Januari 1989, masih dikenai peraturan lama," tambah Radius. "Bagi saya pribadi, ini merupakan revolusi besar," ujar Wiwoho, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Karung Plastik. Menurut Wiwoho, selama ini industri-industri plastik digerogoti kerugian. Pungutan tambah besar, kepastian penyerahan tidak menentu, bahkan pesanan bisa saja dibatalkan oleh Mega Eltra dan Panca Holding. Dewasa ini di Indonesia ada sekitar 2.800 pabrik plastik. Tahun silam mereka mengimpor plastik 450.000 ton lebih, bernilai sekitar US$500 juta. "Sumbangan" mereka kepada Mega dan Panca, menurut Wiwoho, lebih dari Rp2 triIyun. Dengan Pakno, kini mereka boleh mengimpor langsung. Ada dua (keuntungannya, "Pertama, bisa melakukan tawar-menawar langsung dengan pemasok di luar negeri. Kedua, bisa segera tahu berapa jumlah dan jenis bahan yang diimpor serta kapan barang tiba," ujar Wiwoho. Willy Sidharta, Presiden Direktur perusahaan minuman PT Golden Mississippi, ikut gembira. Ia melihat sistem tata niaga plastik selama ini terlalu panjang. Perusahaannya setiap tahun memakai 126 ton botol plastik produksi PT Berlina. Pabriknya ini harus berhubungan dengan Mega Eltra di Jakarta dan Panca Holding di London. "Pernah terjadi salah komunikasi di tengah, dan kami hancur," tutur Willy. Lalu bagaimana nasib si Mega nantinya? "Ia tetap boleh mengimpor, tapi bukan lagi satu-satunya," jawab Menteri Perdagangan Arifin Siregar. Kritik terhadap monopoli baja oleh PT Krakatau Steel ternyata dijawab pemerintah dengan sekali lagi membabat 26 jenis tarif pos. Dari 26 jenis itu, 11 komoditi baja (mulai dari besi kasar untuk pengecoran sampai dengan batang kawat dari baja paduan) diberikan kepada importir umum yang dinilai plus. "Importir umum plus adalah importir umum yang taat membayar pajak dan tak melanggar ketentuan UU," kata Radius menjelaskan. Kemudian 15 jenis komoditi baja lainnya -- mulai dari besi kasar untuk pengecoran sampai dengan buluh dan pipa berdiameter 12 mm -- kini boleh diimpor oleh pabrik-pabrik yang membutuhkannya sebagai bahan baku. Ini bukan berarti monopoli KS sudah tamat. Daftar yang dikuasai KS, menurut Paket Deregulasi Desember 1987, ada 50 jenis barang. Berarti masih tersisa 24 jenis barang lagi dalam genggaman raksasa di Cilegon itu. Toh menurut Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo, yang juga menjabat Dirut KS, tata niaga baja sudah membebaskan 83% dari total nilai impor baja yang besarnya US$500 juta US$600 juta. "Yang belum dibebaskan tinggal produk-produk CRMI. Pabrik ini 'kan baru beroperasi sejak Juni 1987. Jadi, masih bayi berusia setahun lima bulan. Kendati begitu, proteksi yang diberikan tinggal dalam bentuk tarif sebesar 17% dengan basis 5%. Keseluruhannya 22%, dan itu kami anggap sudah cukup aman," ujar Tungky. Masalah baja tampaknya tak terlalu dipermasalahkan oleh beberapa pengusaha besar. Misalnya Aburizal (Ical) Bakrie, Presiden Direktur Bakrie Brothers, produser pipa baja yang menghabiskan 100.000 ton baja per tahun. Diakuinya, 90% dari kebutuhan itu dipasok KS, 10% sisanya diimpor dari Brasil. "Kami memilih KS., kendati pun harganya misalnya lebih mahal sekitar 2% dibandingkan harga impor, apalagi kini baja lokal 15% lebih mudah." Sementara itu, proteksi untuk perusahaan dinamit PT Dahana juga dilonggarkan. Kini pihak-pihak yang membutuhkan dinamit boleh mengimpor langsung dengan meminta izin importir produsen (IP) dari Departemen Perdagangan, atau meminta bantuan 7 persero niaga yang memiliki izin importir terbatas (IT). Tampaknya, pemerintah terus berusaha mengurangi sistem NTB alias non-tarif barier itu. IP dan IT merupakan sistem proteksi bukan tarif, yang semakin gencar dikritik di dunia perdagangan bebas. Menurut analisa Bank Dunia, tingkat proteksi efektif di sektor industri masih relatif tinggi, seperti: sektor industri tekstil dan pakaian jadi (49%), kimia (45%), produk non-metal (43%), dan rekayasa (sekitar 48%). Proteksi di sektor industri kayu dan kertas tinggal sekitar 14%. Sementara itu, proteksi di sektor produk pertanian relatif rendah (37%), sektor industri makan minuman dan tembakau (22%-23%) di perikanan dan peternakan (19%) di sektor produksi makanan (11%). Pakno telah membebaskan tata niaga 301 jenis barang mulai dari kelompok industri kimia (garam meja, bedak muka, dan plastik), sampai kelompok hasil pertanian dan industri pertanian. "Nilainya sekitar 35% dari total impor yang ditataniagakan selama ini," kata Radius. Sebagian besar deregulasi tata niaga itu dari perindustrian. Sementara itu, di pertanian tak begitu banyak. "Jangan dikatakan itu sepele. Jangan sampai berpengaruh buruk terhadap produksi nasional. Kita belum berani membebaskan tata niaga kedele, jagung, apalagi beras, ya, berat," ujar Menteri Pertanian Wardoyo. Max Wangkar, Moebanoe Moera, Budiono D., dan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus