Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ada pulau emas dekat timor timur

Kerja sama lppg dengan gsj milik miti menemukan mineral barit di pulau lomblen. memiliki cadangan emas lebih dari 15 kali lipat emas di cikotok. bisa dibuktikan dari foto satelit. australia tertarik.

15 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bukan kerja paranormal. Tapi, dari hasil penginderaan jarak jauh ke Pulau Lomblen, dipastikan bahwa benda itu bernama emas, dan kandungannya lebih hebat dari yang dihasilkan di Cikotok, Jawa Barat. Kandungan emas di Cikotok sekitar 4 gram per ton batuan, sementara di penambangan Kalimantan berkisar 2 gram per ton. Pulau Lomblen dekat Pulau Adonara. Jaraknya 60 km sebelah barat daya Timor Timur. Kalau ke sana, setelah turun dari pesawat perintis di tepian Lomblen, masih harus jalan kaki 90 km dengan menerjang semak belukar yang panjang dan rimbun. Di pedalaman itu ternyata ada simpanan emas. Dan itu diketahui setelah LPPG (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi), yang berkantor di Bandung, meneliti bersama Geological Survey of Japan. GSJ lembaga penelitian geologi di bawah AIST (Agency of Industrial Science and Technology) milik MITI, Ministery of International Trade and Industry, Jepang. Awalnya, tim dari GSJ di Tsukuba itu berkunjung ke Indonesia untuk mendapatkan informasi tentang pemanfaatan penginderaan jarak jauh. Melalui Lapan, tim tersebut dipertemukan dengan LPPG, yang organisasinya di bawah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Pada 1987 dijalin suatu kerja sama. Kemudian mereka meneruskannya dengan riset yang dimulai tahun silam. "Semula kami hanya membeli gambar hasil pemotretan satelit terhadap Pulau Lomblen," kata Ir. Soewiyanto, staf LPPG. Ada dua satelit yang memotret Pulau Lomblen dalam kaitan kerja sama dimaksud, yakni satelit Landsat-3 milik Amerika Serikat dan SPOT-1 milik Prancis. Mengapa Lomblen yang dijepret? Menurut Ryochi Kouda, staf GSJ, pulau ini kaya mineral barit. Sebenarnya Pulau Sulawesi dan Flores juga diambil gambarnya. "Karena pulau tertutup awan, gambarnya ternyata gagal," kata Kouda. Berdasarkan literatur, kata Soewiyanto kepada Sigit Hartoyo dari TEMPO, barit itu berasosiasi dengan jenis mineral lain, termasuk emas. Dan mineral emas memang bisa muncul dari batuan yang mengalami proses silikat ke berbagai batuan, seperti batuan sedimen dan batuan beku. Kandungan mineral alami yang dipotret kedua satelit tadi lalu diolah di komputer. "Kita juga menggunakan konsep mineralisasi yang berhubungan dengan gunung api, untuk mengasoisasikan jenis gunung api dan mineral apa yang mungkin terkandung dalam gunung itu," tutur ahli interpretasi foto udara ini. Tim yang dia pimpin itu juga melibatkan ahli mineral dan geofisika. Setelah data dikaji, tim lalu ke lapangan mengambil contoh batuan yang direkam satelit. Kendati semula tujuan riset itu bukan mencari emas, ternyata hasilnya mengagetkan: kandungan emas di pulau tadi lebih dari 150 kali lipat emas di Cikotok. "Itu baru dari satu sampel saja, maka belum bisa dikatakan bahwa Lomblen hanya punya cadangan emas yang amat besar," tambah Soewiyanto. Yang sudah jelas adalah indikasinya: Pulau Lomblen memang kaya emas. Dan dari foto Landsat-3, kata Kouda, tampak pula adanya struktur lingkaran yang diduga bekas caldera, sejenis gunung berapi. Diameternya itu bahkan 10 km di bagian timur Lomblen. Kemungkinan tak lama lagi bakal banyak pemilik modal mengincar pulau ini. Tetapi penambangan emas di sini belum tentu gampang, walau sudah diketahui bahwa mineral emasnya ada di lapis atas atau di permukaan. Kata Soewiyanto, lokasi kawasan itu sangat kering. Tahun lalu timnya sudah dua kali ke lokasi sumber emas di Pulau Lomblen. Mereka terpaksa membawa bekal air minum dalam dirigen. Pada hal, dalam penambangan emas, air diperlukan bukan sekadar untuk minum. Medan di Pulau Lomblen masih berat, selain di sana belum ada listrik. Walau demikian, ibarat ada gula tentu ada semut. Maka, bila ada uang, teknologi juga bisa dibeli. Hanya apakah MITI yang kaya teknologi itu mau ikut menyumbang kemampuanya, termasuk mengirim modal untuk mengeruk emas di Lomblen? Aba-abanya belum tampak. Tapi MITI mestinya tak perlu mencaploknya. Sebab, kata Soewiyanto, kerja samanya dengan LPPG baru sebatas riset. Lain bila informasi kekayaan Lomblen sampai ke telinga pemilik modal di Jepang. Apalagi selama 3 tahun ini penelitian dibiayai MITI yang sudah menghabiskan 42 juta yen. Tapi, menurut Ryoichi Kouda, konon yang tertarik padahasil penelitian di Lomblen itu justru perusahaan Australia dan Italia. "Kalau kami, inginnya swasta dari Indonesia yang menambang di sana," kata Soewiyanto. Penelitian di Lomblen masih diteruskan hingga sekarang. Kerja sama dengan MITI yang mestinya berakhir tahun ini akan ditambah dua tahun lagi. Banyak yang belum terungkap. Bahkan sampelnya masih perlu dicari lagi, selain mengambil data melalui satelit lain untuk lebih meyakinkan adanya temuan emas di Tomblen itu. Sedangkan kerja LPPG agaknya tak mentok sebatas Lomblen saja. Daerah lain pun sedang dipelajari. Misalnya di Pelabuhanratu, Jawa Barat. "Saya optimistis, penelitian semacam ini terus dilakukan dan makin dikembangkan," ujar Soewiyanto. Hanya dalam tempo dua pekan saja media indera jarak jauh yang memanfaatkan satelit itu mampu menyajikan peta geologi dan strukturnya dengan jelas, tanpa analisa. Sedangkan penelitian serupa, yang tanpa satelit, bisa makan waktu berbulan-bulan -- dan itu belum lagi penelitian di lapangan yang bisa tahunan. Kecepatan dan keakuratan sarana tersebut pasti menarik usahawan. Contohnya apa yang sudah ditemukan di Pulau Lomblen itu. Sedang kepentingan untuk konservasi sumber daya alam, misalnya upaya melestarikan hutan, mestinya tak pula diabaikan begitu saja. "Tapi mengapa orang Jepang malah yang lebih dulu mengerti pentingnya informasi, sehingga mereka mau mengeluarkan biaya penelitian seperti di Pulau Lomblen?" tanya Soewiyanto.Suhardjo Hs. dan Seiichi Okawa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum