SENIMAN Batak terkenal Ismail Hutadjulu, 68 tahun, akhirnya memenangkan dua lagu populer dari daerah itu, Tillo-Tillo dan Alatipang. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu, menyatakan bahwa kedua lagu itu sah ciptaan Ismail. Berdasarkan itu Hakim Alif menyatakan bahwa produser PT Lolypop Records bersalah, dan menghukum perusahaan rekaman milik Rinto Harahap itu membayar ganti rugi Rp 30 juta. Ismail Hutadjulu mengaku menciptakan kedua lagu itu di Balige sekitar tahun 1942. Kala itu ia masih aktif di opera Batak "Serindo" bersama D. Sitompul dan Nahum Situmorang. Pengarang yang sudah menciptakan sekitar 180 lagu daerah ini pernah pada 1952 -- diminta Lokananta untuk merekam 18 karyanya, termasuk kedua lagu tadi. Pada 1978, Emilia Contessa dan Marini juga datang padanya, minta izin untuk menyanyikan dan memasarkan Tillo-tillo dan Alatipang. Pada volume 2 lagu-lagu Tapanuli, yang dinyanyikan Emilia Contessa, nama Ismail Hutadjulu tercantum sebagai pencipta "Alatipang". Begitu pula pada kaset lagu "Cinta Pertama" Marini. Seniman Batak itu jelas dicantumkan sebagai pencipta "Ramba Dia". Hanya PT Lolypop Records, katanya, haknya tak diakui. Perusahaan milik Rinto Harahap ini, sekitar 1984, dianggap Ismail main tembak langsung. Tanpa permisi merekam kedua lagu itu. Pengarang bertubuh kurus dan berkaca mata lebar itu mencoba menuntut haknya. Tapi Lolypop hanya membayarnya Rp 300 ribu. Tentu saja Ismail Hutadjulu merasa direndahkan dan merasa karyanya tak dihargai selayaknya. Padahal, katanya, kopi syair dan not kedua lagu itu sudah ditunjukkan pada pihak Lolypop. Keontentikan lagu ciptaannya itu, tutur Ismail, juga dikuatkan dengan surat keterangan dari Sumaryo L.E., bekas Ketua Lembaga Musikologi Departemen P & K. Empat tahun Ismail Hutadjulu memperjuangkan haknya itu. Tapi pihak Lolypop tetap menganggap bahwa Tillo-tillo dan Alatipang itu lagu rakyat dengan pencipta o Name (NN) alias tak dikenal. Sebab itu Ismail, melalui pengacara B.M. Aruan, Oktober 1988, terpaksa menggugat. Menariknya, Ismail menggugat Lolypop bukan karena melanggar hak cipta, tapi hanya secara perdata biasa: melakukan perbuatan melawan hukum. Berdasar itu Ismail menuntut ganti rugi Rp 60 juta dan penarikan semua kaset rekaman kedua lagu itu dari pasaran oleh Lolypop. Di persidangan, Ismail Hutadjulu sempat terpojok. Saksi Gordon Tobing dan Olan Sitompul, keduanya penyanyi lagu-lagu Batak, menganggap Tillo-tillo dan Alatipang adalah lagu rakyat. N. Simanungkalit, pencipta lagu-lagu Batak, juga menyatakan dua lagu itu sudah 25 tahun No Name. Bahkan D.M. Simanjuntak, saksi lainnya -- yang mewarisi kepemimpinan opera Batak "Serindo" dari ayahnya -- semula, pada 1982 tegas-tegas menyatakan bahwa Ismail Hutadjulu sebagai pencipta dua lagu sengketa itu, belakangan, berbalik. Simanjuntak mencabut kembali keterangannya itu. Inilah yang membuat Hakim Alif, S.H. menaruh curiga. "Setelah ada perkara ini, kenapa kok keterangan itu dicabut," ujar Alif. Sudah dua kali D.M. Simanjuntak tak memenuhi panggilan pengadilan. Ternyata hakim mempercayai bukti otentik, berupa tulisan tangan Ismail Hutadjulu. Konon, naskah lagu Tillo-tillo dibuat di Balige, Sumatera Utara, pada 2 September 1942. Sementara itu, naskah lagu berirama tor-tor, Ramba Dia -- ataupun Alatipang -- ditulis Hutadjulu pada 3 Maret 1942 di atas sebuah kertas usang yang sudah lusuh. Selain kedua bukti itu, memang tak ada bukti fisik lain yang bisa menunjukkan bahwa kedua lagu itu bukan ciptaan Ismail. "Justru pertimbangan itulah yang kita ragukan," kata Eddy Kelana Widjaya, pengacara pihak Lolypop. Mungkin saja, katanya, tulisan tangan Ismail itu dibuat jauh setelah kedua lagu itu terkenal. Soal nama Ismail Hutadjulu di sampul kaset produksi perusahaan lain, Eddy tak peduli. "Hak produser lain untuk percaya," tandas Eddy, yang pekan ini menyatakan banding atas vonis itu.Toriq Hadad dan Syafig Basri Assefag
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini